Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG dan setelah pemilihan umum legislatif lalu-juga menjelang pemilihan presiden seperti sekarang-kerja Muhammad Yusuf bertambah berat. Dia harus memelototi data di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mencatat peningkatan laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai dari penyedia jasa keuangan. "Meningkat 20-25 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya," kata Ketua PPATK itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Transaksi mencurigakan itu, menurut Yusuf, tidak hanya terkait dengan rekening partai dan politikus, tapi semua transaksi. Dia berharap penegak hukum melacak peningkatan transaksi itu, apakah berindikasi pidana atau tidak. PPATK mudah melakukan pengawasan aliran dana karena sudah menggunakan Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu. Dia meminta data kepada bank dan Otoritas Jasa Keuangan. Data itu terdiri atas nama, nomor rekening, dan tempat tanggal lahir. Kini ada 102 juta nasabah yang sudah terdaftar. Jika penegak hukum meminta informasi rekening seseorang, dalam 10 menit data langsung keluar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak 2013 sampai sekarang, di tangannya sudah ada data 2.000-an transaksi mencurigakan. "Yang terbaru adalah seorang wanita yang transaksinya mencapai Rp 1 triliun," ujar Yusuf. Informasi tentang perempuan yang bekerja sebagai pegawai itu sudah ia serahkan ke penegak hukum.
Sering mengungkap aliran dana dalam kasus-kasus besar membuat Yusuf kerap menerima ancaman. Ada pesan pendek yang mengingatkannya agar jangan sok jagoan. Bahkan ada seorang pejabat tinggi yang memanggilnya, kemudian mengancamnya secara halus. "Jangan sampai kamu jadi Antasari yang kedua," kata Yusuf mengulang ucapan petinggi itu. Toh, Yusuf tidak gentar. Jumat dua pekan lalu, dia menerima Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo di kantornya di Jalan Juanda Nomor 35, Jakarta Pusat. Dia menjawab pertanyaan dengan tenang, sesekali diselingi batuk dan tawa kecil.
Komisi Pemilihan Umum menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam pengawasan dana kampanye. Sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan?
Kami menemukan tren peningkatan jumlah transaksi mencurigakan dari keuangan partai-satu tahun menjelang pemilu, pada saat tahun pemilu, dan biasanya satu tahun setelah pemilu, indikasinya meningkat.
Berapa peningkatannya?
Sebesar 20-25 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jumlah rata-rata transaksinya di saat tahun pemilu ini dari Rp 80 juta sampai Rp 20 miliar. Ini uang ujuk-ujuk. Ada uang masuk banyak, tapi dalam konteks apa tidak terbaca. Siapa yang memberi tidak terbaca juga.
Adakah transaksi mencurigakan yang berasal dari petinggi partai politik?
Kami belum menemukan adanya transaksi dari pengurus parpol.
Apakah PPATK memantau secara khusus transaksi keuangan pimpinan partai politik?
Bukan khusus. Tapi, jika ada yang mencurigakan, akan kami telusuri. Namun mereka pintar dengan tidak memasukkan transaksi keuangan mereka ke rekening. Kami juga minta bank tak menangani cek perjalanan.
Menjelang pemilu, diduga ada partai politik yang menyedot dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah....
Kalau itu belum bisa saya ungkap. Yang jelas saya mengharapkan partai politik transparan sehingga siapa penyumbang dan penerima bisa terdeteksi.
Bukankah sulit menelusuri sumber dana siluman yang masuk ke pundi-pundi politikus atau partai via rekening?
Benar. Tetap tidak efektif, meski kami memiliki rekening calon anggota legislatif dan rekening khusus kampanye yang diserahkan partai politik ke KPU karena banyak transaksi yang tidak terdata. Si A misalnya menghabiskan Rp 2 miliar, B Rp 3 miliar, itu tidak tercatat secara perbankan. Sebab, mereka bertransaksi tunai. Masih banyak oknum yang punya uang tunai di rumahnya yang disimpan dalam boks deposit dan brankas. Ini modus.
Bagaimana cara menelusuri transaksi mencurigakan?
Kami melihat profil pemilik rekening. Dari sana akan diketahui perbedaan penghasilan pemilik rekening dengan nilai transaksinya. Bila ada perbedaan signifikan, hampir bisa dipastikan ada penyimpangan.
Contohnya?
Ada seorang sopir, misalnya, bertransaksi sampai Rp 500 juta. Atau jika biasanya dia bertransaksi satu bulan sekali, tiba-tiba jadi setiap minggu. Atau biasa menggunakan rupiah tiba-tiba berubah menjadi dolar Singapura.
Dari penelusuran transaksi mencurigakan itu butuh berapa lama untuk mengungkapnya
Sepanjang pelaku menggunakan instrumen perbankan, tidak ada masalah. Kami membangun Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu. Jadi kami langsung minta data kepada pihak perbankan dan pihak pemegang saham, juga OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Setiap bank kami minta mengirimkan daftar nasabahnya kepada PPATK. Dari nama, nomor rekening, sampai tempat tanggal lahir. Tidak perlu jumlah uangnya. Kini ada 102 juta nasabah yang terdaftar. Ketika ada penegak hukum meminta informasi rekening A, dalam 10 menit data itu keluar. Kalau dulu kami harus menyebar surat permintaan dulu ke semua bank, sekitar 120 bank. Kalau satu bank butuh tiga hari, tidak terkejar. Sudah keburu habis uangnya.
Apakah modus transaksi memakai rekening istri atau ajudan masih laku digunakan?
Masih. Jadi memang PPATK menumbuhkan paradigma baru dalam membongkar kejahatan korupsi, yaitu follow the money. Titik terlemah dari rangkaian kejahatan adalah hasil kejahatan itu sendiri. Misalnya si A merampok bank dengan memakai teknologi modern sehingga berhasil menggasak Rp 10 miliar tanpa ketahuan. Kemudian hasil kejahatannya dipakai untuk beli mobil, rumah, dan apartemen. Nah, data transaksi ini masuk ke PPATK. Ke mana pun ketahuan. Yang kami incar adalah hasil kejahatan si pelaku yang kami nilai sebagai titik terlemah. Dengan cara ini, maka fokus penegak hukum jelas.
PPATK mengendus ada 31 calon legislator inkumben yang akan kembali duduk di Senayan memiliki rekening dengan transaksi mencurigakan. Apa tindak lanjutnya?
Mereka sebenarnya orang-orang yang pernah kami laporkan ke KPK, yang duduk di parlemen, kemudian mereka mencalonkan diri lagi. Ya, tindak lanjutnya tergantung KPK.
Apakah ditemukan transaksi mencurigakan pada legislator terpilih?
Sementara belum ada. Informasi dari Bawaslu juga belum ada. Masih mengkaji dan diproses.
Bagaimana dengan pengawasan transaksi keuangan terhadap calon presiden dan wakil presiden?
Kami tidak dalam perspektif pengawasan. Hanya mekanismenya, jika ada transaksi mencurigakan, pihak penerima, dalam hal ini bank, wajib lapor. Kalau tidak, bank itu kena sanksi.
Soal aliran dana haji, apakah ada orang penting yang menerima aliran dana itu?
Ada nama saja, tapi kami tidak tahu profesinya.
Apakah dari penelisikan PPATK ditemukan aliran dana haji ke pihak ketiga?
Kami menemukan memang ada dana yang mengalir ke pihak ketiga. Yang kami dapatkan itu enggak banyak, kurang dari sepuluh. Ada yang mendapat Rp 3 miliar. Jadi, dari satu sumber memecah, makanya jadi banyak. Sebetulnya obyek kami kan penyelenggara negara. Kemudian kami diminta nama-nama, antara lain Suryadharma Ali, Sekjen, termasuk Anggito Abimanyu. Sudah kami kirimkan laporan hasil analisisnya.
Mereka semua pejabat Kementerian Agama?
Enggak semua. Jadi penerima itu ada tiga komponen besar. Ada yang mengalir ke orang Kementerian Agama. Ada yang tidak tahu siapa namanya.
Transparansi pengelolaan dana haji di Kementerian Agama lemah?
Ini memang masalah, mungkin belum terpikir. Misalnya setiap tahun uang jemaah haji ini berbunga sekian ratus miliar rupiah. Kenapa tidak dibelikan tanah atau hotel di sana, sehingga peserta haji dan umrah tidak perlu bayar pemondokan terus? Malaysia bisa punya hak untuk menyewa 30 tahun sebuah hotel di sana. Maka tidak tiap tahun kedodoran. Brunei juga begitu. Yang jadi soal, pendekatannya selama ini penyelenggara haji di sini dengan pemilik perseorangan di sana. Padahal kalau G to G bisa selesai ini masalah. Kami mencatat pada 2012 ada uang sisa yang masuk rekening dana abadi umat sebesar Rp 2,3 triliun. Kemudian ada dana dari peserta yang mendaftar haji dan menunggu giliran sebesar Rp 65 triliun. Jumlah itu didepositokan dan bunganya Rp 2 triliun.
Selain bekas Menteri Agama Suryadharma Ali, sejauh mana keterlibatan pejabat Kementerian Agama lain, seperti Dirjen Haji Anggito Abimanyu?
Saya tidak tahu pasti. Yang jelas begini, pasal yang disangkakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu Pasal 55 dan 65 KUHP. Pasal 55 menunjukkan bahwa pelaku lebih dari satu, sementara pasal 65 artinya perbuatan tidak cuma satu. Bisa ihwal pesawat, pemondokan, dan katering.
Jadi Anggito tidak terlibat?
Kalau dari aliran dana, kami tidak melihat keterlibatan Anggito. Tapi masih proses penyelidikan. Yang jelas ada anggota parlemen yang rekeningnya mencurigakan. Itu sudah kami kasih tahu ke KPK.
PPATK mengharamkan transaksi lebih dari Rp 500 juta?
Boleh, kok. Tidak ada pembatasan. Cuma, wajib dilaporkan. Transaksi itu dalam satu hari-baik sekali maupun berkali-kali dalam sehari harus lapor ke PPATK. Karena begini, hampir seluruh tindak pidana korupsi-yang bentuknya pemberian uang-baik suap maupun gratifikasi pasti bentuknya tunai. Dan kecenderungannya memakai mata uang asing.
Apa upaya PPATK untuk mengatasi modus ini?
Kami membuat peraturan pemerintah yang memberi kewenangan Bea dan Cukai menggeledah fisik orang. Sebelumnya, mereka hanya boleh menggeledah barang. Sebab, kami menemukan, dalam kasus Gayus, misalnya, ada uang Rp 74 miliar bundelnya masih bank asing dengan pecahan Sin$ 10 ribu yang tidak ada di pasar. Uang seperti itu dipakai belanja susah. Dibeli di money changer tidak ada. Itu pasti dari luar. Karena itu, kami beri kewenangan Bea dan Cukai menggeledah fisik.
Caranya?
Manakala Imigrasi menginformasikan si A, misalnya, bolak-balik Batam-Singapura membawa bundel uang asing dengan pecahan Sin$ 10 ribu, Bea-Cukai harus menangkap dan menggeledahnya.
Ada rencana melarang pencairan pecahan Sin$ 10 ribu lantaran sering dipakai untuk suap?
Sedang dalam proses. Suratnya sudah saya kirim ke OJK. Saya rasa perlu membuat suatu aturan lebih ketat. Kalaupun boleh dicairkan, tunjukkan di mana saja tempatnya dan banknya. Biasanya ada keterangan dari atasannya dari mana uang itu. Kalau alasan investasi, tidak ditaruh di kotak deposit, tidak di kantong, tapi di rekening, dong.
Biasanya pencucian uang dilakukan secara berputar-putar. Apakah PPATK bisa melacak jika uang diputar sampai ke negara terpencil, seperti British Virgin Island?
Kami pernah menemukan seorang pejabat yang menerima suap dari para pengusaha. Tapi uangnya dioper dulu ke Hong Kong. Di Hong Kong nanti dijustifikasi seakan-akan dia punya perusahaan di sana, padahal tidak. Ada juga oknum pejabat yang mengeksploitasi uang BUMD, diputar-putar kemudian dikirim ke Gresik dan masuk ke tim sukses partai. Ada juga yang memutar-mutarnya di dalam negeri. Nilai perputarannya sampai Rp 900 miliar. Mutar terus untuk mengaburkan asal-usulnya.
Apakah PPATK memiliki akses untuk melacak transaksi keuangan mencurigakan sampai luar negeri?
Kami bagian dari himpunan PPATK sedunia-yang terdiri atas 132 negara. Kalau saya mau tahu harta si A atau si B, semua kooperatif. Bisa kami telusuri sampai Swiss, Jerman, dan Inggris.
MUHAMMAD YUSUF Tempat dan tanggal lahir: Pendopo, Sumatera Selatan, 18 Mei 1962 Pendidikan: Doktor ilmu hukum Universitas Padjadjaran (2009) | Magister manajemen dari Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia, Jakarta (1998) |Sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1982) Karier: Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (2011-sekarang)|Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (2008) | Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (2007) |Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2007) | Kepala Kejaksaan Negeri Bogor (2006) | Kepala Kejaksaan Negeri Kotabumi, Lampung Utara (2005) | Kepala Subdirektorat Hak Asasi Manusia Berat Kejaksaan Agung Republik Indonesia (2004) |Kepala Subseksi Penuntutan Tindak Pidana Orang Harta dan Benda Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (1997) | Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kupang (1993) |Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Ujungpandang (1992) |Pegawai negeri sipil Kejaksaan Negeri Ujungpandang (1988) |
Apakah PPATK juga bisa menelusuri perusahaan yang dijadikan tempat pencucian uang?
Semua bisa. Kami tahu siapa yang setor dan berapa banyak. Jadi tidak ada batasan apakah pelaku itu perseorangan, korporasi, atau lembaga lain.
Apa temuan terbaru PPATK?
Sedang kami analisis dan sudah diserahkan ke penegak hukum. Ada seseorang wanita yang selalu bertransaksi tunai ke bank setiap hari. Dia memakai mata uang dolar Singapura. Nilainya Rp 100 juta sampai miliaran. Total Rp 1 triliun selama lima tahun.
Apa kasusnya?
Belum tahu. Wanita ini pegawai, diindikasi dia jadi alat. Kurang-lebih ada 2.000 transaksi mencurigakan sejak 2013 sampai sekarang.
Beberapa kalangan mempertanyakan independensi dan menuduh PPATK tebang pilih?
Itu hak mereka. Saya jamin lembaga ini independen. Kami lapor ke Presiden hanya dua kali dalam setahun dan DPR. Itu pun yang dilaporkan hanya kinerja. Presiden tidak pernah mengintervensi PPATK.
Sebagai pengusut transaksi mencurigakan, apakah Anda sering menerima ancaman?
Ini risiko jabatan. Saya tidak punya motif apa pun. Siapa pun akan saya ungkap kalau salah. Risiko mati sudah nasib. Saya pernah didatangi seorang petinggi dan diingatkan jangan sampai jadi Antasari yang kedua.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Saya Diancam Di-Antasarikan"