Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Nandhira Mauriskha: Wushu Sudah Ada di DNA Keluarga

Bonus dua medali emas bagi Nandhira Mauriskha di tengah persiapan menuju Asian Games 2023.

 

6 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nandhira Mauriskha meraih dua medali emas dalam ajang Olimpiade mahasiswa 2021 di Cina. 

  • Tim wushu nasional menjalani pemusatan latihan di Cina sejak Juni lalu demi persiapan Asian Games 2023 yang digelar September mendatang. 

  • Terlahir di keluarga wushu, Nandhira Mauriskha mendapat banyak dukungan. 

Nandhira Mauriskha menjadi atlet Indonesia paling bersinar di The FISU World University Games 2021 yang digelar di Chengdu, Cina, pekan lalu. Betapa tidak, atlet wushu berusia 24 tahun itu sukses meraih dua medali emas dalam ajang Olimpiade mahasiswa tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Medali emas pertama ia raih di nomor pertandingan changquan. Mahasiswi Universitas Bina Nusantara itu meraih nilai tertinggi 9.660. Perolehan skor tersebut terpaut tipis dengan peraih medali perak, Moka Furukawa, atlet Jepang, yang mendapat angka 9.596. Adapun medali perunggu diraih Lin Chien-hsi dari Taiwan dengan skor 9.453. Sedangkan medali emas kedua diraih Nandhira pada hari berikutnya di nomor pertandingan jianshu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Rara—begitu Nandhira biasa disapa—dua medali ini menjadi penambah motivasinya mengikuti pemusatan pelatihan atau training camp di Cina sejak Juni lalu. Ya, sejak Juni lalu ia dan sejumlah atlet wushu nasional berlatih di Tiongkok sebagai persiapan Asian Games 2023 yang juga digelar di Cina, tepatnya di Hangzhou, September mendatang. 

Dalam wawancara secara daring dengan Indra Wijaya dari Tempo, Rara bercerita tentang pengalamannya bolak-balik berlatih di Cina untuk mematangkan performa. Ya, bukan kali ini saja Rara dan kolega menimba ilmu hingga ke Negeri Tirai Bambu. Maklum, wushu memang aslinya dari Cina. "Kami belajar kepada ahlinya," kata dia. 

Rara juga bercerita tentang sokongan hebat dari keluarganya yang memang akrab dengan dunia wushu. Kakak Rara, Achmad Hulaefi, adalah atlet wushu Indonesia. Ia pun punya kakak ipar Lindswell Kwok, yang mendapat julukan Ratu Wushu Indonesia. Lindswell menikah dengan Hulaefi pada 2018. Adapun pamannya, Ahmad Rivai, seorang pelatih wushu. 

"Jadi, memang sudah turun-temurun. Kebetulan keluarga saya juga punya sasana wushu," ujarnya. 

Rara pun bercerita tentang cedera parah pada lututnya yang membuat dia hampir menyerah dan berhenti dari wushu. Namun lagi-lagi, berkat dukungan dari keluarga, ia mampu bangkit hingga kembali menuai prestasi. Berikut ini wawancara Tempo dengan Nandhira Mauriskha. 


Bagaimana perasaan Anda mendapat dua medali emas di Olimpiade mahasiswa? Sebab, untuk kontingen Indonesia, sudah 12 tahun terakhir baru mendapat medali emas dalam ajang ini. 

Pertama, pasti senang bisa mendapat dua medali emas sekaligus dalam satu kejuaraan. Sempat enggak menyangka juga saya bisa menyabet medali emas. Sebab, satu medali emas saja menurut saya susah ya karena melihat lawan-lawan yang sangat berat. Benar-benar di luar target saya, yakni satu emas saja sudah cukup. Satu medali emas lagi mungkin bonus, he-he-he. Pertandingan kemarin sangat berat. Skornya saja sangat tipis antara juara pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Lawan-lawan saya memang bagus-bagus. 

(Nandhira mendapat emas di nomor changquan putri dengan perolehan angka 9.660. Sementara itu, medali perak didapat atlet Jepang, Moka Furukawa, dengan skor 9.596 dan medali perunggu direngkuh atlet Taiwan, Lin Chien-hsi, dengan skor 9.453)

Bagaimana ceritanya saat bertanding di dua nomor itu (changquan dan jianshu)? Sempat ada masalah atau bagaimana? 

Pertandingan pertama, alhamdulillah, berjalan lancar. Hanya, saat mencoba lapangan itu ada kendala. Di nomor pertandingan tangan kosong itu ada aturan baru, yakni menggunakan lagu pengiring gerakan. Informasi ini disampaikan kepada kami beberapa pekan sebelumnya. Setiap bertanding, saya belum pernah pakai lagu. Jadi, baru kali ini saya bertanding harus pakai musik pengiring. Awalnya sedikit tegang dan sempat takut tidak terbiasa. 

Nah, saat sudah di Chengdu (lokasi pertandingan), saat mencoba lapangan, ternyata lagu yang akan mengiringi saya itu enggak masuk ke data panitia. Jadi, sudah lumayan panik karena besoknya sudah harus bertanding, tapi lagunya belum masuk ke panitia. 

Nandhira Mauriskha menunjukkan medali emas dalam The FISU World University Games 2021 di Chengbei Gymnasium Chengdu, Cina, Juli 2023. Dok. Pribadi

Persoalan itu teratasi?

Alhamdulillah, masih bisa teratasi paniknya, dan lagunya bisa masuk data panitia. Lagunya sebenarnya bebas, tidak harus berbahasa Mandarin. Cuma, gara-gara waktu yang mepet, pemilihan lagunya jadi seadanya. Itu pun minta ke sesama teman yang bertanding. Lagunya kayak nada-nada bukan lagu. Alhamdulillah, semua pertandingan berjalan lancar. Bagi saya, khawatirnya tidak terbiasa pakai lagu, malah fokusnya terpecah ke lagu, dan secara enggak sadar gerakannya bisa beda. Atau bikin enggak fokus. 

Lalu bagaimana pertandingan di hari kedua, sempat menemukan kendala sebelum meraih emas kedua?

Di hari kedua, saya merasa lebih tegang karena bertemu dengan lawan-lawan yang lebih susah dibanding pada hari sebelumnya. Saat itu saya sudah mendapat satu medali emas. Saya berpikir enggak bakal bisa mendapat medali emas lagi. Pokoknya sudah pesimistis duluan. Makanya saya bertanding tanpa beban. Asal tampil saja, hasilnya belakangan. Eh, kaget sekali ketika mendapat medali emas lagi. 

Lalu di hari kedua itu pemanasannya lumayan lama karena saya urutan tampil terakhir sehingga sudah terasa sekali lelahnya. Badan sudah capek sekali karena kemarin habis bertanding dan sebelumnya ada acara pembukaan Olimpiade yang melelahkan sampai malam banget. Alhamdulillah, saat pertandingan bisa keluar maksimal. 

Sejak kapan di Cina? Sekalian mengikuti kamp pelatihan untuk Asian Games 2023 September di Hangzhou, kan?

Masih training camp atau TC di Cina. Kemarin (Kamis, 3 Agustus 2023) baru saja pindah kota. Awalnya kami di Nanjing sekitar satu bulan. Lalu menjalani pertandingan di Chengdu sekitar lima hari. Setelah bertanding itu beres-beres, langsung pindah lagi ke Tianjin. Jadi, kami berangkat dari Jakarta ke Cina itu pada 27 Juni lalu. Sebulan di Nanjing, lalu bertanding di Chengdu, dan sekarang pindah lagi ke Tianjin. TC ini untuk persiapan Asian Games 2023 di Cina juga. Mengapa di Cina, karena wushu itu memang berasal dari Cina. Jadi, kita langsung ke pusatnya. Dari dulu wushu Indonesia selalu menggelar pemusatan latihan di Cina. 

Apa bedanya training camp di Cina dan latihan di pelatnas di Jakarta?

Beda banget. Latihan di Cina itu kami bisa melihat atlet-atlet di sini secara langsung satu tempat latihan. Di sini rutinitasnya berbeda dengan di Jakarta. Misalnya di Jakarta itu, kalau libur, kami masih bisa bertemu dengan teman-teman. Sedangkan di Cina, rutinitasnya itu-itu saja, cuma latihan, makan, tidur, begitu saja terus, he-he-he. 

Jadi, semua lebih tertata, baik rutinitas maupun materi latihannya. Ini membuat kami jadi lebih bisa fokus. Kalau misalnya latihan di Jakarta, kami tim di pelatnas hanya berlatih sendiri. Kami tidak bisa melihat atlet-atlet lain. Sedangkan di sini kami bisa melihat atlet-atlet wushu yang luar biasa dengan keahlian yang lebih matang. 

Di mana lokasi latihan selama di Cina? Di klub wushu atau ikut pelatnas Cina? 

Kami berlatih di klub. Jadi, ada universitasnya begitu. 

Materi latihan selama di Cina dan di Jakarta berbeda? 

Sebenarnya pelatih kami dari Cina juga. Programnya sama. Bedanya, kami di sini bisa melihat atlet lain. Cuma, kemarin ada sedikit perubahan. Pelatih fisiknya itu dari Cina, yang benar-benar tahu gerakan apa saja untuk wushu. Jadi, dia akan mengaplikasikan gerakan latihan fisik yang sesuai dengan gerakan khas wushu. 

Selain jauh dari teman dan keluarga, apa saja suka-duka berlatih di Cina? 

Banyak sih sebenarnya. Misalnya jenuh oleh rutinitas yang begini-begini saja. Lalu capeknya (berlatih) serta hiburan yang minim di sini. Di Tianjin ini saya belum lihat ada mal atau segala macamnya. Mungkin saya belum menemukannya, he-he-he. Sedangkan kemarin di Nanjing itu kotanya bagus, bersih juga. 

Bagaimana pola makan dan istirahat Anda?

Istirahat sama saja. Dari segi makanan memang agak beda. Di Indonesia, saya bisa bebas makan apa saja. Kalau di sini pilih-pilih karena mungkin beda rasa, ya. Di Nanjing makanannya masih oke. Tapi di Tianjin ini agak kurang. Jadi, kami biasanya makan di kantin bareng atlet-atlet Cina yang lain. Memang sudah disediakan. Menunya memang beraneka ragam, dari makanan laut sampai daging. Cuma, karena saya muslim, jadi agak takut ambil daging. Takut yang diambil daging babi. Jadi, ya sudah, ambilnya kebanyakan sayur dan telur. Untungnya ke Cina bawa makanan dari Indonesia, seperti daging-daging begitu. 

Bagaimana kondisi cuaca di Cina? Perlukah adaptasi khusus?

Di sini cuacanya super panas. Panas banget. Kalau melihat cuaca di telepon pintar itu hampir terasa seperti 40 derajat Celsius. Menurut saya, cuaca panasnya mending di Jakarta. Cuma, tingkat polusi udaranya di sini memang enggak separah di Indonesia. Namun merasakan panasnya saja. Sampai orang Cina sendiri bilang, cuaca panas itu benar-benar bikin kulit sakit. Lalu lembap. Meski sinar mataharinya enggak panas terik pun terasa gerah banget. Adapun di Nanjing itu sempat turun hujan. Hujannya juga ekstrem dari subuh ke subuh lagi. Lalu besoknya panas menyengat. Cuacanya enggak bersahabat. Sedangkan di Tianjin sejauh ini panas banget. 

Bagaimana rutinitas latihan Anda di Cina?

Biasanya kami berangkat ke lokasi latihan pukul 08.20 waktu sini. Lalu mulai latihan pukul 08.30 atau 08.40. Selesai latihan pagi itu pukul 11.30. Langsung makan siang di lokasi latihan. Balik ke asrama pukul 12.30. Mandi dan bersih-bersih, kemudian tidur sebentar 30-60 menit. Lalu bangun karena pukul 14.20 sudah harus siap berangkat latihan lagi sampai pukul 18.00, termasuk makan malam di sana. Setelah itu balik ke asrama untuk beristirahat. Itu saja setiap hari, he-he-he. Jadi, latihan sehari dua kali, pagi dan sore. 

Nandhira melakukan sesi latihan di GBK Arena, Jakarta, 7 Maret 2023. ANTARA/Muhammad Adimaja

Kapan libur latihannya? 

Tergantung. Kadang dikasih libur sepekan tiga kali. Tiga kali itu bukan sehari penuh liburannya atau tiga hari libur. Libur penuh satu hari itu cuma Minggu. Jadi, misalnya Rabu dan Jumat itu latihan pagi saja karena latihan sorenya libur. Sebenarnya kalau libur agak bingung juga mau apa karena badan juga sudah capek. Kalau misalnya libur setengah hari pada Rabu dan Jumat, jalan-jalan ke mal pun agak capek juga. Jadi, saya mending di kamar saja beristirahat. Kalau libur Minggu, baru bisalah beberapa pekan sekali jalan-jalan ke mal. 

Bagaimana target di Asian Games September nanti?

Target saya agak berat, ya. Karena lawannya berat-berat dan di Cina pula, yang jadi pusatnya wushu. Jadi, yang pasti saya akan berusaha tampil terbaik dan semoga mendapat hasil terbaik juga. Yang penting ada di podium. 

Bagaimana awalnya Anda terjun di olahraga wushu?

Saya sudah ikut wushu sejak kelas I sekolah dasar. Karena saya berasal dari keluarga wushu, kata orang-orang begitu. Kakak saya atlet wushu (Achmad Hulaefi), adik saya (Anggia, atlet wushu nasional), dan paman saya pelatih wushu (Ahmad Rivai, pelatih wushu di Sasana Inti Bayangan, Jakarta). Keluarga saya juga punya klub atau sasana wushu. Jadi, turun-temurun wushu, he-he-he. 

Saya mulanya enggak mau, tapi selalu dipaksa ikut latihan. Ya, karena saat masih kecil maunya main sama teman-teman, tapi malah disuruh latihan. Jadi, saat kecil itu masih masa pengenalan saja. Saat kakak latihan, saya sering diajak saja. Lama-lama sudah terekam gerakan jurus-jurusnya. Ya sudah, itu saya peragakan. Akhirnya paman saya bilang agar saya ikut latihan sekalian saja. 

Punya keluarga yang berprestasi di wushu apakah menjadi beban untuk Anda agar ikut berprestasi?

Enggak beban. Malah lebih jadi motivasi karena saya melihat prestasi kakak saya lumayan tinggi, lalu melihat kakak ipar (Lindswell Kwok). Jadi, saya melihat mereka itu lebih termotivasi. Semoga saya bisa lebih baik dari mereka. 

Seberapa besar motivasi dari kakak dan kakak ipar Anda yang punya nama dan prestasi?

Banyak banget masukan dari mereka. Misalnya, kalau saya mau bertanding itu pasti selalu dikasih masukan, bukan dalam hal latihan saja, ya. Lebih ke hal-hal kecil atau tip-tip ringan tapi penting. Misalnya saya akan bertanding itu merasa tegang dan takut, nah, saya dikasih masukan bagaimana mengatasi masalah itu. Itu membantu banget. Saya juga suka cerita ke kakak saya tentang jurus dan perjuangan saya ikut pertandingan.

Kapan debut kompetisi nasional dan internasional Anda?

Saya pertama kali ikut kompetisi nasional pada 2007 di Jakarta saat masih main kejuaraan nasional kelas junior. Saat itu saya mendapat emas. Lalu kompetisi berikutnya pada 2010, kejuaraan nasional juga. Saat itu saya membawa nama DKI Jakarta dan kemudian terpilih di pelatihan daerah. Lalu saya ikut seleksi persiapan kejuaraan junior Asia di Shanghai, Cina. Saya terpilih berangkat waktu itu dan alhamdulillah menyabet medali emas. 

Tingkat senior?

Lalu baru debut ke tingkat senior pada 2012, saat ikut PON di Riau. Nah, pada 2012 ini paling unik karena tahun itu saya harus bertanding di kelas junior dan senior dalam kurun waktu sangat dekat. Jadi, waktu itu saya ikut training camp juga di Cina selama sebulan. Lalu balik langsung ikut PON. Beberapa hari kemudian, setelah PON, saya ikut kejuaraan dunia di Makau. Nah, di kejuaraan dunia ini saya harus bertanding di kelas junior dengan jurus yang berbeda dari kelas senior saat saya ikut di PON. 

Tapi alhamdulillah semuanya bisa terlewati. Karena jurus senior dan junior itu berbeda, waktu itu takutnya saya lupa atau tertukar jurus saat tampil. Di PON itu saya mendapat satu medali emas dan satu perak. Kalau di Makau, saya mendapat medali perak. Saat itu saya hampir meraih medali emas, tapi mendapat potongan poin dari juri. Saat itu ada juri yang tidak mendengar tendangan saya. Jadi, tendangan di wushu itu, kaki harus menepuk tangan agar bisa dihitung poinnya. 

Lalu?

Setelah itu saya baru masuk pelatnas pada 2015, persiapan tampil di SEA Games di Singapura. Saat itu saya enggak mendapat medali. Kala itu saya baru naik ke kelas senior dan ganti nomor pertandingan. Jadi, saat junior itu saya seringnya tampil di nomor golok dan toya. Nah, pada 2015 ini saya diminta main pedang dan tombak sehingga belum menguasai betul gerakannya.

Apa bedanya penggunaan senjata pedang, tombak, golok, dan toya?

Pedang dan tombak itu jadi satu kesatuan. Lalu, golok dan toya pun begitu. Kalau pedang itu gerakannya lebih lentur, fleksibel, dan indah. Sedangkan golok itu gerakannya mengutamakan kecepatan, kekuatan, pokoknya semua tenaga dipakai untuk gerakan golok. Kata orang, gerakan golok itu seperti macan. Sedangkan pedang itu dilihatnya lebih indah dan anggun. Makanya, saat saya masih main golok dan toya itu, kekuatan dan kecepatan gerakan masih kencang. Terus tiba-tiba diminta gerakan yang lebih lentur dan indah, susah banget. Jadi, kalau orang lihat itu gerakan saya kaku, he-he-he. 

Anda sempat mengalami cedera lutut parah pada 2015. Bagaimana ceritanya?

Saat itu saya sedang ikut training camp di Cina, persiapan PON 2016 di Bandung. Beberapa hari sebelum pulang, saya justru cedera. Waktu itu saya melakukan lompatan dan turun menggunakan kuda-kuda, tapi enggak sempurna. Ya, sudah, ACL (anterior cruciate ligament) di lutut kiri saya putus, maniskus (bagian tulang rawan) robek. 


Saya langsung dibawa ke dokter. Cuma, enggak bisa ditangani langsung karena di negeri orang, jadi susah. Ya sudah, selama beberapa hari didiamkan saja. Akhirnya saya pulang ke Indonesia dan langsung ditangani, dari tusuk jarum hingga fisioterapi. Karena pertandingan PON sudah beberapa hari lagi, akhirnya saya enggak bisa ikut.

Tadinya pelatih bilang agar saya coba ikut bertanding. Ya sudah, saya ikut-ikutan latihan dan mencoba gerakan kencang di lutut saya itu. Tapi baru pemanasan kaki saya sudah goyang-goyang. Jadi, kata paman saya, lebih baik enggak usah karena umur saya masih sangat muda, perjalanan saya masih jauh. Daripada saya paksakan nanti hasilnya enggak bagus dan cederanya semakin parah. Mau enggak mau saya mundur. Itu rasanya kecewa banget, campur aduk, karena PON itu saya nantikan, sudah latihan susah payah sampai Cina. 

Anda sampai naik meja operasi saat itu. Bagaimana ceritanya?

Saya langsung dioperasi beberapa bulan setelah pertandingan PON itu. Operasinya di Indonesia, di Rumah Sakit Royal Progress. Penyembuhan pasca-operasi lama ya karena saya harus melakukan fisioterapi dan penguatan segala macam. Cuma, saya sempat berpikir enggak mau ikut wushu lagi. Saya berpikir sudahlah selesai ini perjalanan wushu saya. Jadi, saya cuma ikut fisioterapi dan penguatan di rumah sakit itu saja. Lalu, setelah habis masa fisioterapi, pemulihan saya sedikit banget. Makanya sembuhnya lama banget. Kadang sekarang masih sering sakit kalau ditekuk, apalagi kalau berlatih berlebihan itu lutut ngilu banget. 

Mengapa Anda sempat berpikir untuk menyetop karier wushu? 

Ya, karena kecewa banget. Saya sudah menunggu lama PON 2016 itu, tapi malah cedera parah. Sempat kesal enggak mau ikut latihan.

Bagaimana kok berubah pikiran hingga ikut latihan lagi?

Saya ikut latihan lagi karena saat itu saya kuliah. Setelah kuliah itu biasanya saya latihan. Ada kegiatan setelah kuliah. Nah, tiba-tiba kosong saja setelah kuliah. Sempat main atau pulang ke rumah. Jadi, ada yang kurang dalam kegiatan saya, he-he-he. 

Awalnya enggak mau ikut latihan, cuma latihan penguatan fisik. Tapi lama-lama coba latihan wushu lagi sekalian olahraga. Lalu paman saya meminta saya coba latihan wushu tradisional yang isi gerakan tradisional begitu. Saya sempat bingung karena itu gerakannya agak ribet, ya. 

Sebelumnya, saya belum pernah melakukan gerakan wushu tradisional. Ya sudah, saya coba saja sampai ikut pertandingan lagi pada 2017 di Yogyakarta dan menang. Lalu saya malah ikut kejuaraan Kungfu World Championship di Cina. Akhirnya menang juga. Akhirnya balik lagi ke latihan wushu toulon. 

Pada 2019 saya baru ikut kejuaraan nasional pra-PON. Tiba-tiba pada 2019 enggak tahu bakal dipanggil masuk pelatnas lagi. Lalu berjalan lagi sampai PON Papua 2021 mendapat emas. 

Bagaimana Anda menjaga agar cedera lutut tidak kambuh lagi? 

Lebih ke penguatan yang dijaga betul-betul. Lalu setiap akan melompat jangan ragu-ragu, harus selalu fokus. Kalau sudah hilang fokus, takutnya otak ke mana, gerakan ke mana, itu yang rentan bikin cedera. 

Biodata Nandhira Mauriskha

Apa target jangka dekat dan jangka jauh Anda? 

Target terdekat ya pasti Asian Games 2023 di Cina, yang tinggal beberapa bulan lagi. Ada target pertandingan tahun ini juga, kejuaraan dunia wushu di Amerika Serikat pada akhir tahun. Ada juga PON untuk tahun depan. Untuk kejuaraan dunia dan PON belum tahu akan turun di nomor pertandingan apa. Bahkan di Asian Games belum ada informasi yang tertulis dari pengurus tentang nomor pertandingan. Tapi, prediksi saya, saya akan main di dua nomor pedang dan tombak, tapi jadi satu medali atau diakumulasikan begitu. 

Apa saja hobi Anda?

Mendengarkan musik, nonton, dan baca buku. Untuk musik, saya suka Maroon 5. Alhamdulillah, tahun lalu saya nonton konser Maroon 5 di Bangkok, Thailand. Kalau film, saya suka genre aksi, perang, dan romantis juga. 

Apakah agak terganggu hobi filmnya karena sedang mengikuti training camp di Cina, padahal film-film bagus sedang tayang? 

Iya, sedang banyak film bagus keluar. Sementara di sini (Cina), saya enggak bisa nonton film, he-he-he. Di sini nonton film lewat Netflix doang. Itu pun kadang enggak bisa dibuka. Di Cina kan media sosial dan segala macamnya dilarang. Makanya melihat Instagram, YouTube, Google, dan semacamnya itu enggak bisa. Ribet banget, deh. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus