TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat hari ini menggelar rapat dengan Komisi Penyiaran Indonesia. Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq mengatakan rapat memang membahas anggaran untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015.
"Tapi bisa saja berkembang untuk hal lain," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 2 Juni 2014. Salah satu poin yang ingin dipertanyakan adalah pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia terhadap isi siaran sejumlah media televisi.
Mahfudz mengatakan Pemilu 2014 menjadi fenomena baru bagi keterlibatan media dalam politik. Hal ini terjadi karena pemilik media televisi menjadi anggota atau ketua partai politik. Akibatnya, kata dia, media televisi secara terang-terangan memihak salah satu calon presiden.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan publik harus kritis terhadap hal tersebut. Media yang seharusnya independen, kata dia, justru menjadi tak independen. Menurut Mahfudz, media televisi melakukan sensor informasi sejak awal. "Akibatnya publik dirugikan karena tak mendapat informasi yang berimbang," katanya.
Media televisi terpolarisasi menjadi dua kutub dalam pemilu presiden 2014. Media yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo, yaitu MNC Group, dan grup media Bakrie lebih banyak memberitakan calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, dibanding calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo. Di sisi lain, Metro TV yang dimiliki Surya Paloh menjadi media yang didominasi pemberitaan Jokowi.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terpopuler
Jokowi Ubah Gaya demi Raih Suara
Jaringan Perempuan Protes Demonstrasi Lempar Bra
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan