TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap penanganan sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, sebut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlomba-lomba menyampaikan pernyataan terkait dengan kasus yang ia hadapi.
"Tidak beretika, ugal-ugalan saling berlomba menyampaikan pandangan bahkan menghina pengadilan dengan dalih meminta pendapat saya pada masyarakat," kata bekas Ketua MK saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 23 Juni 2014. (Baca: Akil Mochtar Minta Kewarganegaraan Dicabut)
Pandangan yang dimaksud oleh Akil perihal tersiarnya pemberitaan mengenai tuntutan yang akan dijatuhkan jaksa penuntut umum pada Akil di persidangan 16 Juni lalu. Akil menyesalkan para pimpinan KPK yang menyampaikan keterangan bahwa dirinya akan dituntut maksimal pidana penjara seumur hidup padahal persidangan belum digelar.
Dia meyakini kasus yang dihadapinya adalah skenario yang luar biasa. "Di-blow up dengan cara-cara luar biasa bahwa saya melakukan kejahatan, padahal sesungguhnya semua itu bias dari kasus hukum," ujar Akil.
Akil dituntut atas perbuatannya menerima suap saat menjabat sebagai hakim MK. Suap tersebut diduga terkait dengan pengurusan sengketa hasil pemilihan umum beberapa kepala daerah.
Akil dituntut Pasal 12 C Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 6 ayat 2. Hukuman maksimal pasal-pasal tersebut adalah pidana seumur hidup. Kedua pasal itu mengancam hakim yang menerima hadiah, suap, atau gratifikasi dalam penanganan perkara. (Baca: Suap Akil, Wali Kota Palembang dan Istri Tersangka)
AISHA SHAIDRA
Berita Lain
SIMAK UI, Kedokteran dan Hukum Jadi Favorit
Kirim Surat ke Google, Bocah Minta Ayahnya Libur
Buku Baru Ungkap 'Perang Dingin' Obama-Clinton