Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Melahirkan memberi sejumlah perubahan besar pada diri seorang ibu. Tidak hanya terkait perubahan fisik, namun juga hormonal yang kemudian mempengaruhi mental dan emosi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal inilah yang biasa menyebabkan seorang ibu melahirkan mengalami gangguan kejiwaan pasca melahirkan atau yang disebut dengan baby blues. Seperti dijelaskan psikolog anak dan keluarga Vera Itabiliana dalam acara peluncuran OramiBirthClub, komunitas pendukung ibu baru melahirkan dari Orami di Jakarta pada Rabu, 6 Desember 2017, baby blues normal terjadi dan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Bahkan sebanyak 80 persen ibu baru melahirkan mengalaminya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Baby blues adalah gangguan kejiwaan pasca melahirkan yang paling ringan. Biasanya akan hilang dua minggu atau paling lama satu bulan," kata Vera Itabiliana.
"Tanda-tanda seorang ibu baru melahirkan baby blues, ia akan sering emosi, mudah tersinggung, gampang marah. Terhadap bayinya, ibu yang baby blues menjauh," lanjut Vera.
Ditambahkan Vera, pada kasus baby blues sesungguhnya wanita masih bisa menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu. Hanya saja tidak rileks, tidak santai, menangis melulu, dan bisa jadi sering marah kepada suaminnya. Dukungan dari pasangan, keluarga, atau komunitas sesama bisa mempercepat pulihnya seorang ibu dari baby blues.
"Akan tetapi, jika mulai muncul perasaan ingin bunuh diri atau merasa mendengar suara-suara dan keinginan membunuh bayi yang dilahirkan, maka ini sudah menjadi gangguan kejiwaan yang lebih serius atau depresi," ucap Vera.
Artikel lain:
Alyssa Soebandono Melahirkan, Simak Tips Merawat Bayi Baru Lahir
Selain Suami dan Ibu, Siapa yang Bisa Dampingi Ibu Melahirkan
3 Faktor Penyebab Kelahiran Bayi Prematur