Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga eks Kampung Bayam, Muhammad Furqon, bebas dari tahanan Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara. Setelah dia keluar pada Selasa malam, 21 Mei 2024, Kampung Susun Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, bukan lagi tempat dia tinggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ini adalah living example, contoh ketidakberpihakan kepada kaum papa dan jelata," kata Furqon, sembari berdiri di depan barisan truk dan bus, yang akan mengangkut warga pergi dari Kampung Susun Bayam ke hunian sementara di Jalan Tongkol 10, Pergudangan Kerapu 10, RT 009 RW 001, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Furqon bercerita bahwa warga yang menempati rumah susun tiga lantai ini akan berkabung. "Air mata kami tumpah di sini bukan menyambut kebahagiaan, tapi berkabung atas penguasa yang tidak peduli dengan kaum papa dan kaum jelata," tutur pria 48 tahun. Dia baru bebas setelah negosiasi yang alot antara warga dan pihak PT Jakarta Propertindo (JakPro), Selasa sore.
Malam ini anak-anak berusia lima tahun, tiga tahun, dan usia di bawahnya berdiri menganga ketika barang-barang mereka diturunkan dari lantai dua rumah susun, tempat mereka tinggal sejak Maret 2023. Seorang bocah perempuan sekitar lima tahun hanya mengekor di samping bapaknya yang memanggul sebuah tas di punggung.
Ada seorang bayi tertidur nyenyak di pangkuan bapaknya. Pria ini duduk di teras kanan rumah susun. "Iya, ini mau pindah di huntara (hunian sementara)," kata pria, yang memangku bayi itu. Dia tak berbicara banyak. Hanya menganga wajah anaknya yang bersembunyi di dadanya.
Di sebuah tangga, berbaris anggota sekuriti. Mereka saling bahu-membahu menurunkan barang milik penghuni Kampung Susun Bayam. Galon, lemari plastik, kasur, dan barang lainnya, tergeletak di lantai satu. Warga yang siap pergi hanya wajahnya sendu saat barang itu ditarik turun dari lantai dua.
Seorang ibu dengan putrinya berusia sekitar tiga tahun duduk hening di teras bagian kanan gedung ini. Tatapannya lepas ke arah JIS. Bangunan lapangan sepak bola itu dilingkar lampu warna-warni. Dia tak menjawab saat ditanya akan pindah ke hunian sementara. Tapi dengan pelan perempuan itu hanya menganggukkan kepala.
Pindah ke hunian sementara memang kesepakatan antara warga dan JakPro. Kesepakatan ini muncul setelah Jakpro mengirim petugas mengusir warga dari Kampung Susun Bayam. Syahdan, kedatangan petugas ini memicu adu fisik antara dua kelompok tersebut. Tempo menyaksikan sebuah potongan video yang menunjukkan warga dan sekuriti saling dorong di lorong bangunan tiga lantai ini.
Dalam poin kesepakatan yang ditandatangani pihak Jakpro, kepolisian, dan warga tertulis untuk pembebasan Furqon, 45 tahun. "Bahwa selama menunggu proses mediasi yang diselenggarakan Komnas HAM, Muhammad Furqon, termasuk warga yang saat ini ditahan di Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, dibebaskan terlebih dahulu," dikutip dari poin ketiga kesepakatan itu.
Furqon mengenakan kopiah hitam. Mata Furqon berkaca saat berbicara tentang warga yang digeser dari Kampung Susun Bayam ini. Dia tak menjawab apa negosiasi nanti setelah warga pindah dari bangunan ini. Dengan nada bergurau dia berujar, bahwa ada banyak inspirasi yang dia terima selama mendekam di balik jeruji besi.
Namun mempertahankan warga tetap menempati rumah susun ini, merupakan perjuangan Ketua Kelompok Petani Kampung Bayam Madani itu dan warga, yang akhirnya dia ditangkap. Tak lama saat diciduk di hunian sementara, ia dijadikan tersangka dengan berbagai tuduhan, termasuk menempati gedung tiga lantai ini tanpa izin.
Dia menjelaskan bahwa namanya adalah Furqon. Arti Furqon, menurut penjelasan dia, membedakan antara hak dan batil. "Maka saya harus pisahkan yang batil, yang hak saya ambil," kata dia. "Di sini, saya berdiri di atas hak warga. Bukan individual. Bukan pribadi, saya bukan pencuri, bukan pembunuh, bukan bandar narkoba," ucap Furqon, di tengah warga berkumpul untuk pindah ke rumah susun.