Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Gara-gara Kaki Gajah, 3 Ilmuan Ini Meraih Nobel Kedokteran  

Temuan tiga ilmuwan yang mengarah ke pengembangan obat ampuh baru mendapat Hadiah Nobel Kedokteran.

6 Oktober 2015 | 14.17 WIB

Seorang petugas Dinkes memeriksa pasien penderita Kaki Gajah di Posko Kesehatan Kec. Pamulang Tangerang, Banten, Selasa (17/11). Beberapa hari lalu terdapat korban jiwa akibat memininum obat anti kaki gajah di Soreang Kab Bandung. TEMPO/Tri Handiyatn
Perbesar
Seorang petugas Dinkes memeriksa pasien penderita Kaki Gajah di Posko Kesehatan Kec. Pamulang Tangerang, Banten, Selasa (17/11). Beberapa hari lalu terdapat korban jiwa akibat memininum obat anti kaki gajah di Soreang Kab Bandung. TEMPO/Tri Handiyatn

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga ilmuwan asal Jepang, Cina dan Irlandia mendapat Nobel Kedokteran, Senin 5 Oktober 2015. Mereka berhasil mengembangkan obat untuk melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti malaria dan kaki gajah atau elephantiasis.

William Campbell kelahiran Irlandia dan Satoshi Omura dari Jepang, memenangi 10 dari hadiah senilai 8 juta crown Swedia (US$ 960 ribu) itu karena menemukan avermectin, satu derivatif yang sudah digunakan menangani ratusan juta orang dengan river blindness dan limfatik filariasis atau elephantiasis.

Tu Youyou dari Cina mendapat separuh hadiah karena menemukan artemisinin, obat yang memangkas kematian akibat malaria dan sudah menjadi andalan dalam memerangi penyakit yang menular melalui gigitan nyamuk. Dia orang Cina pertama yang mendapat Nobel Kedokteran.

Sekitar 3,4 miliar orang, kebanyakan tinggal di negara-negara miskin, berisiko tertular ketiga penyakit parasitik itu. "Dua temuan ini telah memberi manusia sarana kuat baru untuk memerangi penyakit-penyakit mengerikan yang mempengaruhi ratusan juta orang setiap tahun," kata Majelis Nobel di Karolinska Institute Swedia.

"Konsekuensi dalam hal perbaikan kesehatan manusia dan pengurangan penderitaan itu tak terhitung nilainya."

Sekarang obat ivermectin, turunan avermectin buatan Merck & Co, digunakan di seluruh dunia untuk memerangi parasit cacing gelang, sementara obat-obat berbasis artemisinin dari perusahaan-perusahaan seperti Novartis Sanofi menjadi senjata utama melawan malaria.

Omura dan Campbell membuat terobosan dalam memerangi cacing parasit atau helminths setelah mempelajari senyawa-senyawa dari bakteria tanah. Itu membawa ke penemuan avermectin, yang kemudian dimodifikasi lebih lanjut menjadi ivermectin. Penanganan menggunakan obat-obatan itu sangat sukses sehingga river blindness dan limfatik filariasis sekarang berada di ujung kepunahan.

Omura, 80 tahun, mengatakan penghargaan sesungguhnya atas pencapaian itu semestinya diberikan untuk kecerdasan bakteri Streptomyces, yang bahan-bahan kimia alaminya sangat efektif membunuh parasit. "Saya sungguh bertanya-tanya apakah saya layak mendapatkan ini," katanya setelah mengetahui bahwa dia mendapat penghargaan tersebut.

"Saya melakukan seluruh pekerjaan saya dengan mengandalkan mikroba dan belajar dari mereka, jadi saya pikir mikroba-mikroba itu semestinya lebih layak mendapatkannya daripada saya," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Omura adalah profesor emeritus di Kitasato University, Jepang, sementara Campbell adalah mitra riset emeritus di Drew University, Madison, New Jersey. "Ini adalah kerja tim peneliti jadi bukan hanya kerja saya, ini kerja kita," kata Campbell, 85 tahun, yang mengetahui bahwa dia mendapat hadiah itu lewat telepon menjelang fajar dari kantor berita Reuters yang membangunkan dia dari tidur di rumahnya di North Andover, Massachusetts.

"Selama dekade pertama, ada lebih dari 70 penulis mitra saya menulis makalah. Itu memberimu beberapa gagasan tentang jumlah orang yang terlibat," katanya.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yocta Nurrahman

Yocta Nurrahman

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus