Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Gendong Bayi Depan jadi Kontroversi, Adakah Risikonya?

Ada yang berpendapat, menggendong bayi menghadap depan tidak aman terutama ketika masih kecil dan belum benar-benar siap menopang tubuhnya.

29 Januari 2020 | 08.05 WIB

Ilustrasi Gendong bayi depan (Sehatq)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi Gendong bayi depan (Sehatq)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tren menggendong bayi menghadap depan menjadi kontroversi sejak dulu. Ada yang berpendapat, cara ini tidak aman terutama ketika bayi masih kecil dan belum benar-benar siap menopang tubuhnya. Namun, dengan gendongan bayi berdesain tertentu, risiko-risikonya bisa dihindari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Kapan bayi dianggap aman untuk digendong menghadap depan pun belum menemui kata sepakat. Tapi demi perkembangan kognitif bayi yang maksimal, menggendong bayi disarankan menghadap ke dalam terutama di usia 4-6 bulan pertama. Ketika mereka sudah lebih kuat menopang kepala sendiri, maka gendongan bayi depan bisa jadi pilihan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebenarnya apa saja risiko menggendong bayi menghadap depan?

Sensori berlebihan
Bayi yang masih kecil belum betul-betul siap dengan interaksi yang terlalu lama dan intens dengan lingkungan sekitar. Ketika berada di gendongan bayi depan, artinya mereka bisa melihat sekeliling dengan bebas, berbeda dengan saat digendong menyamping atau menghadap ke belakang.

Bayi yang masih kecil belum memahami bagaimana memproses segala sensori dan informasi yang masuk ke mereka. Terlebih, mereka juga belum bisa menyaring mana yang penting dan tidak. Konsekuensinya, bayi bisa menjadi lelah dan rewel karena bingung dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Tidak aman untuk bayi tidur

Posisi gendongan bayi depan tidaklah aman untuk bayi tidur karena tidak ada penopang stabil untuk kepala mungil mereka. Idealnya ketika benar-benar harus tidur dan masih dalam perjalanan, bayi berada dalam posisi snuggling atau dipeluk dan lehernya tertopang dengan baik.

Bahkan posisi bayi tidur saat digendong menghadap ke depan rentan membuat kepala mereka terjatuh ke depan. Ketika hal ini terjadi, akan ada kompresi pada bagian leher mereka dan berisiko mengganggu pernapasan.

Masalah paha dan tulang belakang bayi

Gendongan bayi depan juga kerap dikaitkan dengan masalah gangguan pertumbuhan paha dan tulang belakang bayi. Utamanya, jika orangtua atau pengasuh menggendongnya tidak dengan gendongan yang benar-benar menopang bagian bokong dan paha dengan baik.

Seharusnya, gendongan harus bisa membuat kaki bayi terbuka sehingga tidak menekan hip dan spine. Untuk itu, ketika memilih gendongan, sebaiknya hindari yang dasarnya sempit dan pilih yang benar-benar lebar sehingga bisa menopang bayi dengan optimal.

Gendongan dengan penopang yang ideal juga membuat bayi berada di posisi lebih stabil di depan penggendongnya. Hal ini sejalan dengan gravitasi sehingga baik bayi maupun penggendong merasa lebih nyaman.

Kuncinya, menurut organisasi International Hip Dysplasia adalah tidak masalah menggendong bayi menghadap ke depan selama pangkal pahanya ditopang sempurna.

Gravitasi tidak sejalan

Ketika bayi digendong menghadap ke depan, artinya gravitasi orangtua dan bayi tidak lagi sejalan. Bayi berada di posisi “menarik” bahu orangtua sehingga lebih terasa berat dan tidak nyaman. Sementara saat posisi menggendongnya menghadap ke dalam, tekanan itu nihil.

Prioritas nomor satu adalah keamanan bayi. Jika belum yakin, ikuti insting Anda sebagai orangtua, bukan dari ucapan orang-orang dari kanan kiri.

SEHATQ

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus