Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Gunakan Karang, Instalasi Gabion Anies Dinilai Gegabah

Jenis batuan yang digunakan sebagai bagian dari instalasi Gabion Anies diduga berasal dari terumbu karang.

24 Agustus 2019 | 21.40 WIB

Dinas Kehutanan DKI memasang instalasi Gabion atau Bronjong di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, 21 Agustus 2019. Instalasi Gabion menjadi pengganti Instalasi Getih Getah yang telah dirobohkan. TEMPO/Imam Hamdi
Perbesar
Dinas Kehutanan DKI memasang instalasi Gabion atau Bronjong di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, 21 Agustus 2019. Instalasi Gabion menjadi pengganti Instalasi Getih Getah yang telah dirobohkan. TEMPO/Imam Hamdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO CO, Jakarta - Jenis batuan yang digunakan sebagai bagian dari instalasi Gabion alias Bronjong di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, diduga berasal dari terumbu karang yang dilindungi. Dugaan diungkap pemerhati isu lingkungan, Riyanni Djangkaru, setelah mendekati dan melihat langsung karya instalasi milik pemerintahan Gubernur Anies Baswedan itu.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Awalnya teman saya pikir itu batu apung. Pas lihat-lihat itu seperti skeleton (cangkang) karang yang ditabur sepanjang jalan, kayak jalan setapak, mengarah ke instalasi utama tersebut," kata Riyanni saat dihubungi, Sabtu malam, 24 Agustus 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Riyanni mengisahkan kalau dia dan kawannya telah mendatangi instalasi itu. Dari jarak dekat, Riyanni memastikannya sebagai terumbu karang karena batuan berbentuk seperti skeleton karang. Dia memperkirakan jumlahnya sampai 75 persen dari tumpukan batu yang ada di lokasi instalasi. 

"Pas saya mendekat kelihatan memang sebagain besar pola-pola skeleton karang itu terlihat cukup jelas. Kalau liat langsung kita langsung ngeh," ujar dia.

Riyanni sebelumnya mengunggah informasi mengenai hasil pemantauannya terhadap Gabion pengganti instalasi Bambu Getih Getah itu. Melalui akun Instagram-nya, @r_djangkaru, mantan presenter acara Jejak Petualang ini memaparkan, jantungnya berdetak kencang ketika melihat tumpukan karang-karang keras yang sudah mati.

Menurut dia, terdapat karang otak dan jenis karang lainnya yang mudah ia kenali. Terumbu karang juga ditemukan di bagian bawah gabion. Dalam unggahannya, Riyanni mengungkap kebingungannya dengan penggunaan batuan karang tersebut.

Dia mengingatkan konservasi atau pemeliharaan terumbu karang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Saya jadi bertanya-tanya apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dapat dianggap seakan 'menyepelekan' usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Dari mana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut?" tulis Riyanni.

Dia menganggap ekspresi seni adalah persoalan selera. Termasuk dengan instalasi untuk mempercantik kota Jakarta oleh Gubernur Anies Baswedan. Tapi penggunaan bahan yang dilindungi undang-undang seperti terumbu karang sebagai bagian dari sebuah pesan, dia menyampaikan, "Mohon maaf, menurut saya gegabah."

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus