Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Watampone - Guru masih menjadi sasaran pungutan, seperti yang terjadi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Seorang guru, yang tidak bersedia disebut namanya, mengaku mengurus dana sertifikasi dipungut Rp 150 ribu. “Uang pungutan dikumpulkan satu sekolah,” katanya, Jumat, 30 Oktober 2015.
Tempat mengurus sertifikat guru tersebut mulai dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan, Dinas Pendidikan Kecamatan, hingga Dinas Pendidikan Kabupaten. Mengurus surat-surat lain, kata guru itu, juga harus membayar. “Semuanya ada pungutannya. Kalau kami tidak memberi, urusan dipersulit,” ujar guru yang mengajar di sebuah sekolah di Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone itu.
Dia menjelaskan, uang pungutan dimasukkan dalam amplop, lalu diberikan kepada seseorang. Uang itu kemudian dibagi-bagikan di jajaran Dinas Pendidikan, UPTD, hingga pengawas sekolah.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bone Nursalam menganggap enteng laporan kasus pungutan liar ini. Dia mengaku belum mendengar ada guru dimintai uang saat mengurus sertifikat.
Nursalam mengatakan, yang sering didengar para guru memberi uang dengan ikhlas. Tidak pernah ada suara yang menyatakan keberatan, malah menyatakan terima kasih. "Wajar saja jika guru memberikan sebagian rezekinya,” kata Nursalam.
Dia menambahkan, tidak pernah ada ketentuan bagi guru untuk membayar uang saat mengurus dana sertifikasi atau urusan lainnya di Dinas Pendidikan. “Tapi kalau ada yang meminta, tidak bisa dijadikan patokan untuk mengatakan itu pungli karena tidak ada pemaksaan.”
Pemerhati masalah sosial di Kabupaten Bone, Andi Asrul, mengecam praktek pungutan liar ini. “Itu harus diusut. Pelakunya bisa ditindak," kata dia.
ANDI ILHAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini