Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur The Wahid Institute, Yenni Wahid mengungkapkan apa saja tantangan bagi para kartini di era sekarang. Menurut dia, dalam peringatan Hari Kartini hari ini, 21 April, para perempuan mesti bersatu untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan menjaga perdamaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga:
Hari Kartini, Ini Potret Kartini di Bidang Transportasi
Hari Kartini, Menteri Susi: Selamat Datang di Penerbangan Garuda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait perdamaian, Yenny Wahid mengatakan, salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah intoleransi. Sebab itu, penting menanamkan nilai-nilai pluralisme sehingga bisa tercipta kehidupan yang harmonis di masyarakat. "Perempuan Indonesia, kartini zaman sekarang bisa menjadi agen perdamaian," kata putri Gus Dur ini kepada Tempo di Jakarta, Selasa 17 April 2018.
Caranya, menurut Yenny Wahid, dengan ikut berpartisipasi menebarkan pesan dan nilai toleransi di lingkungan masing-masing. Cara paling sederhana adalah mulai dengan cara mendidik anak untuk lebih terbuka terhadap perbedaan yang ada di masyarakat. Misalnya ketika anak bertanya, kenapa temannya ada yang beribadah ke masjid, ke gereja, ke pura, atau ke vihara, mereka mesti mendapatkan pemahaman yang benar tentang perbedaan keyakinan itu.
Artikel lainnya:
Survei Toleransi, 80,8 Persen Perempuan Tak Mau Jadi Radikal
Yenny Wahid mengatakan, ketika anak bertanya tentang keberagaman beragama dan ibunya seorang muslimah misalnya, maka dia bisa menjelaskan Tuhan memang menciptakan manusia dari beragam suku bangsa, agama, dan latar belakang yang berbeda-beda supaya saling mengenal satu sama lain.
Yenny Wahid. TEMPO | Rini K
"Itu misi kemanusiaan yang sudah ditulis dengan jelas dalam Al-Quran," kata Yenny Wahid. Dengan begitu, dia melanjutkan, menghargai perbedaan di antara manusia apapun latar belakangnya -agama, kepercayaan, suku, ras, dan lain sebagainya, adalah upaya untuk mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Tuhan.
Selain bisa menjadi agen perdamaian, perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, ini mengatakan tantangan ketimpangan gender juga masih menjadi persoalan. Contoh, perempuan masih diberi upah 30 persen lebih murah ketimbang laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama, angka kematian ibu melahirkan yang terbilang tinggi, dan masih terjadi kekerasan berbasis gender. "Ini menjadi tantangan kita semua," ucap dia.