Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak perempuan yang belum menyadari pentingnya perencanaan kehamilan. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa perencanaan kehamilan baru dimulai setelah seorang perempuan dinyatakan positif hamil dan tentu saja hal ini keliru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memang benar, perencanaan kehamilan tidak semudah yang dipikirkan. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan Rully Ayu Nirmalasari mengatakan perencanaan kehamilan dimulai dari prakonsepsi (sebelum hamil), lalu dilanjutkan antenatal (saat hamil), dan postnatal (setelah persalinan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun konseling prakonsepsi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas janin nantinya. Persiapan prakonsepsi meliputi persiapan bibit, bebet, bobot janin.
Dalam proses ini, wanita harus tahu rekam jejak penyakit dari keluarga, baik yang menyangkut kromosom atau yang bisa diturunkan keluarga. Keadaan lingkunganjuga bisa mempengaruhi kesehatan janin. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan bobot atau mempersiapkan nutrisi yang baik.
“Faktanya, empat dari 10 perempuan yang datang ke klinik mengakui bahwa kehamilannya tidak direncanakan. Hal itu mengakibatkan keterlambatan intervensi terhadap calon janin sekitar 40 persen,” paparnya.
Bila melihat perkembangan janin, pembentukan organ utama dimulai pada masa awal bertemunya sperma dan ovum sampai dengan tujuh pekan usia janin. Sementara itu, pada pekan pekan pertama, belum ada transfer nutrisi secara langsung dari ibu ke janin. Artinya, kualitas sperma dan ovum bergantung dari kualitas kesehatan ayah dan ibu sebelum hamil.
Pembentukan organ janin membutuhkan banyak vitamin, mikronutrien, dan makronutrien, misalnya asam folat, zat besi, dan lainnya. Pemenuhan nutrisi ini bisa juga didapat dari susu prenatal yang banyak dijual.
“Kalau tidak melakukan persiapan apa-apa, bayi memang tetap bisa berkembang namun untuk kualitas, kita yang menentukan. Orang tua bisa menjadi faktor penentu apakah anak akan memiliki penyakit degeneratif atau tidak,” katanya.