Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kekerasan terhadap perempuan dalam ranah pribadi terjadi dalam berbagai bentuk. Salah satu bentuknya adalah kekerasan terhadap istri atau kekerasan dalam rumah tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laporan Catatan Tahunan (CATAHU) Tentang Kekerasan terhadap Istri terdapat sedikit kenaikan. Jumlah kekerasan terhadap istri sebanyak 462 kasus yang merupakan kasus paling banyak diadukan. Mayoritas korban dalam hal ini adalah istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Aminuddin memaparkan ibu rumah tangga menjadi profesi korban terbanyak selama 3 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan jika rumah bukan tempat yang aman bagi perempuan, ibu rumah tangga rentan menjadi korban karena konstruksi sosial.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Aminuddin saat ditemui usai menyampaikan laporan Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan di Jakarta, Jumat 6 Maret 2020 (TEMPO/Eka Wahyu Pramita)
"Masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kasus kekerasan terhadap istri (KTI) teridentifikasi berbagai macam bentuk kekerasan, yang paling dominan adalah kekerasan psikis berupa perselingkuhan, pengancaman, kekerasan verbal berupa caci maki, dan kriminalisasi," papar Mariana dalam CATAHU, di Jakarta, Jumat 6 Maret 2020.
Komnas Perempuan juga mendata jika 15 jenis penyebab perceraian salah satunya ialah kekerasan yang menjadi penyebab cerai gugat lebih banyak. Sepanjang tahun 2019 terdapat 347.234 kasus cerai gugat. Selain itu, kekerasan rumah tangga yang dialami istri ini terjadi setiap tahun dengan berbagai kompleksitas namun penanganan masih kurang maksimal. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan relasi gender dalam rumah tangga, dimana relasi kuasa dikendalikan oleh pihak suami.