Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehadiran para kreator konten etiket, seperti Vindy Lee dan Edha Clarissa, kini mempermudah masyarakat mempelajari tata krama. Dulu, untuk mengasah pengetahuan tersebut, orang-orang harus mengikuti kursus dengan biaya cukup mahal. Kini, seiring dengan perkembangan zaman, edukasi etiket di media sosial malah membuka peluang baru.
Edha Clarissa, misalnya. Perempuan berusia 43 tahun itu mulai mendapat sejumlah penawaran untuk membuka kelas privat dan menjadi narasumber tentang etiket. Tentu saja ia gembira kontennya di media sosial kemudian berkembang di dunia nyata. "Happy karena semua mendapat informasi bermanfaat,” kata Clarissa kepada Tempo, Senin, 26 September lalu.
Clarissa sedang mengembangkan kelas I'm Clarissa Classy Journey. Peserta kelas akan mendapatkan materi berupa etiket dan soft skill dengan pelatih terverifikasi secara internasional. Seperti penjelasan Clarissa dalam video YouTube-nya, biaya mengikuti kelas ini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dari anak kecil, remaja, dewasa, hingga profesional.
Menurut dia, masyarakat dapat mengikuti kelas ini apabila ingin merasa lebih percaya diri, terlihat berkelas, karismatik, dan elegan. Juga tidak merasa out of place bila berada di lingkungan high class. Tentunya, kata dia, ada perbedaan antara menonton video-video etiket di media sosial dan praktik bersama. Dengan belajar bersama, akan ada orang yang bisa mengoreksi dan mengingatkan apabila melakukan kesalahan.
Kreator konten etiket, Edha Laureen Clarissa, di Kemang, Jakarta, 30 September 2022. TEMPO/Magang/Haninda Hasyafa
Di samping membuka kelas, Clarissa mendapat tawaran menjadi narasumber sebuah acara di kampus swasta. Ia diminta membahas tentang social media etiquette. “Karena, kalau di media sosial dan in real life sama saja, kan? Cuma, orang mempersepsikannya berbeda. Kadang mereka mem-posting sesuatu tanpa mempunyai aturan yang baik dan benar. Kayak gitu mesti disosialisasi,” kata pengusaha jual-beli dan persewaan tas branded ini.
Sementara itu, sekolah kepribadian di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari. Salah satu yang masih tetap eksis adalah Duta Bangsa. Pendirinya pakar etiket Mien Rachman Uno bersama Anita Ratnasari.
Mien menjelaskan, sekolah pengembangan kepribadian sesaat pernah bermunculan karena didirikan sejumlah peragawati. Namun pengetahuan mereka tentang kepribadian hanya sampai permukaan alias tidak mendalam. “Padahal semua itu punya falsafah. Kenapa sih kamu jalannya itu mesti tegak? Itu demi kesehatan, bukan cuma bagus untuk dilihat,” ujar Mien. Akibatnya, sekolah tersebut hanya beberapa yang bertahan.
Mien menuturkan sekolah pengembangan kepribadian sejatinya bertujuan memberdayakan seseorang agar berperilaku lebih baik. Yang diajarkan pun mulai dari self-concept, etiket dan etika, body language, hingga kerapian. Sejak 2001, lembaga ini telah memiliki lebih-kurang 1.000 alumnus yang mengikuti kelas secara individual. Adapun melalui kerja sama B2B, lembaga pendidikan itu telah mendampingi lebih dari 7.000 proyek yang bisa dilihat portofolionya di akun Instagram @duta_bangsa.
Sekolah kepribadian Duta Bangsa bisa bertahan karena komitmen bahwa, apa pun yang terjadi, sekolah tidak boleh bubar karena masih diperlukan. Saat pandemi melanda, aktivitasnya sempat terhenti. Namun tak satu pun pegawainya diberhentikan, kecuali memang keluar atas kemauan sendiri. Pelatihan kemudian lebih banyak dilakukan secara daring. Baru pada tahun kedua masa pagebluk, lembaga ini melakukan pelatihan secara luring.
Mien Uno. DOK/TEMPO/Panca Syurkani
Mien mengatakan lembaga pendidikan yang berdiri pada 2001 itu selalu mengembangkan diri sehingga semakin diminati masyarakat. Hal itu bukan hanya lantaran lembaganya dikenal berpengalaman, tapi juga karena memiliki visi membantu masyarakat dan korporasi untuk sukses melalui pengembangan sumber daya lewat berbagai program. Salah satu programnya menyasar generasi muda. Misalnya, personal branding untuk memperkuat persona diri, digital mindset untuk menunjang individu agar bertumbuh, berdaya saing, dan kolaboratif.
Materi etiket di Duta Bangsa, kata wanita berusia 81 tahun itu, juga menyesuaikan dengan keadaan zaman. Saat ini, sekolah kepribadian tersebut memiliki materi netiquette yang merupakan perkembangan dari etiket. Sementara etiket merupakan cara-cara berinteraksi yang umumnya secara langsung, netiquette mengajarkan cara-cara berinteraksi yang baik dalam bermedia sosial. “Sebab, bagaimanapun, saat ini media sosial merupakan salah satu cara untuk membangun hubungan dengan orang lain yang harus kita jaga cara pergaulannya,” kata ibu Menteri Pariwisata Sandiaga Uno tersebut.
Program lainnya adalah building service culture yang mencakup service mindset, skills, dan service leadership. Kemudian sales training series, leadership training series, assessment centre, people development training series, dan webinar dengan para praktisi atau tokoh muda.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo