Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Ketika Menteri Siti Terperanjat Melihat Empat Titik Api

Satu di antara hotspot tersebut berada di samping pabrik pengolahan kelapa sawit.

12 Juli 2015 | 18.42 WIB

Hutan di Ketapang, Kalimantan Barat. Foto:Ardiles Rante / Greenpeace
material-symbols:fullscreenPerbesar
Hutan di Ketapang, Kalimantan Barat. Foto:Ardiles Rante / Greenpeace

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Pontianak - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melihat langsung empat titik api yang berada di kawasan perkebunan kelapa sait di kawasan Kalimantan Barat. Dia akan segera mencari tahu perusahaan pengelola perkebunan berdasarkan titik koordinat. "Sudah kami catat, nanti kami sesuaikan dengan peta yang kami miliki. Akan kami surati, karena kami yang memberi izin," katanya.

Satu di antara hotspot tersebut berada di samping pabrik pengolahan kelapa sawit. Selain menyurati perusahaan dan Direktur Jenderal Perkebunan, data mengenai perusahaan itu akan diteruskan ke Pemerintah Kalimantan Barat dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. Siti menyatakan, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah yang tampak dari udara mempunyai sebaran hotspot yang banyak.

Namun, luasannya kecil-kecil. Siti menduga hotspot tersebut akibat kegiatan masyarakat dalam melakukan pembakaran lahan. Dari pantauan udara, Siti melihat sebaran hotspot banyak di sekitar perumahan warga. Untuk kasus ini, Siti merujuk pada Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana petani diperbolehkan melakukan pembakaran lahan untuk areal kurang dari dua hektar.

"Kalau seratus petani membakar lahan, sudah dua ratus hektare titik apinya. Ini bisa disiasati dengan mengeluarkan peraturan daerah," kata Siti. Dia mencontohkan, Kalimantan Tengah mengantisipasi pembakaran hutan dengan membuat Perda larangan membakar di musim kemarau. Siti menyarankan pemerintah Kalimantan Barat membuat aturan larangan serupa melalui surat edaran.

Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya mengatakan, Kalimantan Barat baru melakukan rapat koordinasi antarinstansi terkait dengan penetapan status siaga. "Untuk Siaga Darurat itu bisa ditetapkan Gubernur, tetapi untuk status darurat harus ditetapkan sedikitnya oleh pemerintahan dua kabupaten," ujarnya.

Untuk percepatan, Christiandy mengatakan, rapat koordinasi akan ditingkatkan menjelang mengingat musim kemarau masih panjang. Selain itu, rekayasa teknologi untuk pengolahan lahan tanpa bakar juga akan terus dilakukan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tengah mengembangkan penggunaan trikoderma, yaitu sejenis cendawan yang dapat menambah unsur hara tanah.

Nantinya, cendawan ini akan berperan penting dalam pengolahan lahan tanpa bakar. Para petugas diberdayakan untuk mengadopsi ilmu dari para penyuluh pertanian. Sebanyak 1.800 lebih anggota Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Kalimantan Barat ini, akan mengajarkan cara membuat trichoderma kepada para petani di penjuru Kalimantan Barat.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat, Hazairin Haderi, mengatakan trichoderma adalah sejenis cendawan yang dapat menambah unsur hara dalam tanah. Nantinya, cendawan ini akan berperan penting dalam pengolahan lahan tanpa bakar.

Menurut Hazairin, selain berkembang biak secara alami di alam bebas, trichoderma dapat juga dibiakkan secara buatan. Prosesnya melalui dua tahapan yaitu starter dan pembiakan pada media tanah. Untuk starter, digunakan beras, sekam padi, dan biang Trichoderma Sp. Biang ini tersedia di Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan dan bisa dikembangkan.

ASEANTY PAHLEVI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bobby Chandra

Bobby Chandra

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus