Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lambatnya vaksinasi Covid-19 ditambah minimnya pasokan vaksin Covid-19 menandakan dunia belum akan pulih dari pandemi virus corona dalam waktu dekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam konferensi pers pada Senin, 11 April 2021, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pandemi Covid-19 masih jauh dari selesai karena terburu-buru membuka ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada awal April kematian akibat virus corona telah menembus 3 juta orang, dengan lonjakan kematian di Brasil dan India. Menurut penghitungan Reuters, infeksi virus Corona di sub-wilayah Asia Selatan melampaui tonggak sejarah yang suram yaitu 15 juta pada hari Sabtu, denggan naiknya infeksi harian India dan kekurangan vaksin, dikutip dari Reuters, 13 April 2021.
Asia Selatan: India, Bangladesh, Pakistan, Bhutan, Nepal, Maladewa, dan Sri Lanka, menyumbang 11% kasus global dan hampir 6% kematian. Wilayah ini menyumbang 23% dari populasi dunia yang berjumlah 7,59 miliar orang.
India, negara dengan total virus corona tertinggi ketiga, menyumbang lebih dari 84% kasus dan kematian di Asia Selatan.
Negara terpadat kedua di dunia itu melaporkan 145.384 kasus baru pada hari Sabtu.
Seorang petugas kesehatan mengumpulkan sampel usap dari seorang pria selama pengujian antigen untuk penyakit coronavirus (COVID-19), dekat monumen Gateway of India di Mumbai, India, 5 April 2021. [REUTERS / Niharika Kulkarni]
India telah mengambil alih Brasil untuk menjadi negara dengan jumlah infeksi tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat, saat India berjuang melawan gelombang kedua Covid-19, setelah memberikan sekitar 105 juta dosis vaksin di antara populasi 1,4 miliar.
Sejauh ini sekitar 780 juta vaksin telah diberikan secara global, Reuters melaporkan, 13 April 2021.
Sebanyak 60 negara, termasuk beberapa yang termiskin di dunia, hanya mendapat suntikan pertama vaksinasi Covid-19 mereka karena hampir semua pengiriman melalui program global yang dimaksudkan untuk membantu mereka diblokir hingga akhir Juni.
COVAX, inisiatif global untuk menyediakan vaksin bagi negara-negara berkembang dan tidak mampu, dalam seminggu terakhir telah mengirimkan lebih dari 25.000 dosis ke negara-negara berpenghasilan rendah hanya dua kali pada hari tertentu. Semua pengiriman telah dihentikan sejak hari Senin pekan lalu.
Selama dua minggu terakhir, menurut data yang dikumpulkan setiap hari oleh UNICEF, total kurang dari 2 juta dosis COVAX telah diberikan untuk pengiriman ke 92 negara di dunia berkembang, jumlah yang sama disuntikkan di Inggris, Global News melaporkan.
Pada Jumat, kepala WHO mengecam ketidakseimbangan vaksinasi Covid-19 global. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreysus mengatakan bahwa satu dari empat orang di negara kaya telah menerima vaksin, hanya satu dari 500 orang di negara miskin yang mendapatkan vaksin.
Belum lagi krisis vaksin AstraZeneca yang memperlambat vaksinasi global.
Seorang perawat mengisi jarum suntik dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca di pusat perawatan kesehatan di Seoul pada 26 Februari 2021, ketika Korea Selatan memulai program vaksinasi virus corona. [Jung Yeon-je / Pool melalui REUTERS]
Regulator obat Eropa mengatakan ada kemungkinan hubungan antara vaksin AstraZeneca/Oxford dan pembekuan darah langka pada Rabu, tetapi menganjurkan agar negara-negara dunia tidak menghentikan penggunaannya, CNN melaporkan.
Otoritas Inggris merekomendasikan orang di bawah 30 tahun untuk menggunakan vaksin alternatif.
Pihak berwenang berpendapat bahwa manfaat vaksin jauh lebih besar daripada risikonya untuk sebagian besar kelompok umur.
Jerman menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca minggu lalu pada orang di bawah 60 tahun, sementara Australia pada Kamis mengatakan tidak akan memberikannya kepada orang di bawah usia 50 tahun.
Masalah keamanan dapat memiliki implikasi yang lebih besar bagi negara berkembang dan negara berpenghasilan menengah, yang mengandalkan AstraZeneca untuk membuka kembali ekonomi mereka karena lebih murah daripada vaksin lain dan dapat disimpan lebih mudah.
Banyak yang mengakses vaksin AstraZeneca melalui COVAX, program berbagi vaksin global, yang telah mengamankan lebih dari setengah pasokannya dari AstraZeneca per Maret.
Secara keseluruhan, pesanan untuk sekitar 2,4 miliar dosis vaksin AstraZeneca telah dikonfirmasi, menurut Pusat Inovasi Kesehatan Global Duke. Angka itu kira-kira 28% dari total global.
Kasus pembekuan darah AstraZeneca telah memicu penangguhan penggunaan dan memperlambat upaya vaksinasi secara signifikan.
Setidaknya 159 negara telah memulai peluncuran vaksin Covid-19. Beberapa negara, seperti Inggris Raya, sedang dalam proses untuk memvaksinasi sebagian besar populasi berisiko.
Di Inggris Raya, lebih dari 6 juta orang telah menerima kedua dosis vaksin Covid-19, dan beberapa perkiraan memproyeksikan bahwa Inggris dapat mencapai kekebalan kelompok pada 9 April, dengan perkiraan 73,4% populasi telah membentuk kekebalan.
Namun, vaksin tetap langka di banyak negara dengan sumber daya rendah, dan tingkat vaksinasi rendah hingga tidak ada sama sekali.
Kegagalan Vaksinasi Global Berarti Kegagalan Perang Melawan Covid-19
Menurut artikel New Perspective Piece di New England Journal of Medicine, ketidakadilan vaksin global akan membuat sangat sulit untuk mengakhiri pandemi corona saat ini dan bersiap untuk pandemi berikutnya, Medical News Today melaporkan.
"Pengadaan vaksin kompetitif awal oleh Amerika Serikat dan pembelian oleh negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya telah memberikan asumsi luas bahwa setiap negara akan bertanggung jawab penuh atas populasinya sendiri, kata laporan itu.
Artikel New Perspective Piece mengatakan nasionalisme vaksin semacam itu membuat negara-negara kuat mengamankan vaksin untuk mereka sendiri dan mengorbankan negara-negara yang tidak mampu.
Artikel itu disusun oleh para dokter dari Brigham and Women's Hospital, Massachusetts General Hospital Center for Global Health, Desmond Tutu HIV Centre di Institute of Infectious Disease and Molecular Medicine, University of Cape Town (UCT) Afrika Selatan, dan Harvard Medical School.
Selain itu banyak negara berpenghasilan tinggi hingga menengah berupaya mengamankan pasokan vaksin yang cukup besar untuk memvaksinasi seluruh populasi mereka beberapa kali lipat.
Kanada, misalnya, telah membeli cukup banyak vaksin untuk memvaksinasi seluruh penduduknya sebanyak lima kali.
Pada tingkat global saat ini, 6,7 juta dosis vaksin per hari, dibutuhkan sekitar 4,6 tahun untuk mendapatkan kekebalan kelompok di seluruh dunia.
Karyawan berjalan di dekat "envirotainer" berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca saat tiba di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Senin, 8 Maret 2021. Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca bagian awal dari batch pertama skema kerja sama global untuk vaksin dan imunisasi (GAVI) COVAX Facility tiba di Bio Farma yang selanjutnya akan diproses dan didistribusikan guna mempercepat target vaksinasi yang merata ke seluruh penduduk Indonesia. ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Kekebalan kelompok mengacu pada titik ketika patogen penyebab penyakit (dalam hal ini virus), tidak dapat lagi menyebar dengan mudah dalam suatu populasi. Ini terjadi ketika cukup banyak orang yang telah menerima vaksinasi atau telah pulih dari infeksi yang memberi mereka kekebalan alami yang memadai.
Dalam kasus Covid-19, New Perspective Piece menunjukkan bahwa kekebalan kelompok terjadi ketika 70-85% populasi telah mendapatkan dua dosis vaksin.
Para ahli memperkirakan bahwa 80% orang di negara-negara berpenghasilan rendah tidak akan menerima vaksinasi pada akhir tahun 2021. Dengan perkiraan lain, setidaknya 90% dari populasi di 67 negara berpenghasilan rendah tidak mungkin mendapatkan vaksinasi pada akhir tahun.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekebalan kelompok global, semakin banyak waktu bagi virus Covid-19 untuk bermutasi, berpotensi menciptakan varian baru yang dapat membuat vaksin saat ini tidak berguna. Saat ini, sudah ada lima varian virus corona yang beredar di AS.
Jika vaksin Covid-19 yang tersedia menjadi tidak efektif, maka akan menggagalkan upaya banyak negara untuk membatasi pandemi dan melumpuhkan upaya untuk meningkatkan tingkat vaksinasi Covid-19 global.