Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi di Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral menyebut longsor di Bandara Soetta bukan bencana geologis. Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto mengatakan, ambrolnya dinding terowongan Bandara Soekarno-Hatta bukan dipicu aktivitas geologis.
“Itu lebih ke arah ‘man-made’. Kita tidak mengirim tim memeriksa ke sana. Kita hanya memeriksa kaitan dengan gerakan tanah yang dipicu aktivitas geologis,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Agus mengatakan parameter global untuk mencari penyebab longsor di Bandara Soetta memang sama dengan longsor akibat aktivitas geologi. "Tapi kita melihat itu ‘man-made’, karena aktivitas manusia membangun dinding penahannya tegak lurus. Tanahnya juga tanah urugan yang sifatnya porous," ujarnya.
Baca: Terowongan Bandara Soekarno-Hatta Longsor, Ini 3 Jalan Alternatif
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Agus, tekanan terhadap dinding terowongan sangat besar karena air terakumulasi pada tanah di atasnya serta diperburuk getaran dari rel kereta bandara. "Di situ ada jalur kereta dengan getarannya. Ya sudah,” kata dia.
Risiko longsor tersebut sedikitnya bisa dicegah dengan membangun dinding penahan dengan konstruksi miring, atau berundak. Serta membuat saluran air agar air agar tidak menambah beban tanah urugan di pinggir terowongan tersebut. “Kalau umpamanya dindingnya tidak tegak, dibuat miring, dibuat berundak, mungkin tekanannya tidak terlalu besar,” kata dia.
Sebelumnya, Tim Puslabfor Mabes Polri kemarin menggelar penyelidikan lokasi longsor di Bandara Soetta. Hasil keseluruhan penyelidikan pun belum bisa diumumkan. Polisi sudah memasang police line sampai perlintasan kereta bandara. Operasional kereta bandara akan dihentikan karena ada beberapa konstruksi yang harus diwaspadai.