Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Sumber Daya Alam DKI Juaini Yusuf mengatakan Jakarta idealnya memiliki 118 waduk untuk mengantisipasi banjir dari luapan sungai. Tak hanya waduk, penataan sungai yakni normalisasi ataupun naturalisasi juga harus dilanjutkan.
"Sebenarnya kan dua-duanya perlu. Ya, sungai untuk memperlancar arus, waduk kan untuk menambah daya tampung. Dua-duanya penting," ujar Juaini di Jakarta, Senin 6 Januari 2020.
Pembangunan waduk dalam kota itu, kata Juaini, diperlukan untuk melengkapi upaya pengendalian banjir dari pemerintah pusat lewat proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi.
"Kalau dua waduk itu selesai 2020 itu sangat membantu. Kami sangat berterima kasih juga ke Bapak Presiden. Karena akan sangat membantu genangan yang selama ini ada," katanya.Foto udara alat berat saat mengeruk Waduk Pluit di Jakarta, Kamis, 14 November 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Selain itu, kalau semua waduk di Jakarta beroperasi akan sangat membantu. Tapi semua sungai juga harus berfungsi. "Sekarang masih ada yang pembebasannya, masih separuh jalan," ujarnya.
Pada tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta akan fokus pada pembangunan Waduk Brigif (aliran Kali Krukut), Waduk Pondok Ranggon (aliran Kali Sunter) dan Waduk Cimanggis (aliran Kali Cipinang).
Pada 2020, proyek antisipasi banjir lainnya yang akan berjalan selain pembangunan waduk adalah proyek Sodetan Kampung Walang Ancol (aliran Kali Ciliwung Lama) serta Tanggul Pengaman Pantai Kali Kamal.
Pembangunan waduk/situ/embung pada tahun 2020 itu dalam dokumen APBD tercatat terbagi menjadi tiga sistem aliran, yakni aliran timur, tengah dan barat.
Pembangunan waduk sistem aliran timur dianggarkan Rp 15 miliar, adapun aliran tengah sebesar Rp 40 miliar. Untuk revitalisasi waduk yang akan berjalan tahun 2020 adalah aliran barat sebesar Rp 15,4 miliar dan aliran tengah Rp 15 miliar. Anggaran pengamanan lahan waduk sistem aliran timur dialokasikan Rp 13,7 miliar.
Kendati memiliki rencana demikian, Juaini menjelaskan, Pemprov DKI memiliki kendala terbesar ada pada pembebasan lahan. Pemprov DKI Jakarta mengambil langkah yang sangat berhati-hati terhadap administrasi dan proses negosiasi ke masyarakat karena terkait ahli waris tanah berganda atau ketidaksesuaian data luasan lahan dengan sertifikat.Foto udara proyek naturalisasi Waduk Kampung Rambutan di Jakarta, Senin 7 Oktober 2019. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air menargetkan naturalisasi waduk tersebut selesai sebelum akhir tahun 2019 agar dapat menampung air dan luapan sungai saat musim hujan tiba. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
"Kalau kami beli tanah nih, kan suratnya harus jelas. Masyarakat sendiri kadang-kadang sudah jelas suratnya, tapi setelah melalui peta bidang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), ada masyarakat yang tidak mau, 'kok tanah gue segini'," katanya.
Akhirnya diukur ulang dan dicocokkan. "Itu kadang membuat lambat," tuturnya.
Upaya jangka pendek menghadapi ancaman banjir pada puncak musim hujan 2020 yang diprediksi berlangsung hingga Maret, Juaini menyebutkan bahwa Pemprov DKI masih akan mengandalkan pompa air mobile untuk memecah debit air.
"Pompa-pompa yang ada juga kami cek lagi, kalau kira-kira bermasalah kami tangani secepatnya. Kemarin kami temui PHB yang ke sungai memang ada yang terhambat, sementara sungainya sudah meluap," katanya. "Jadi kemarin kita memang sangat mengandalkan pompa mobile. Itulah yang kita keluarkan lagi di semua titik di lima wilayah Jakarta."
Pada 2019, DKI menargetkan pembangunan 1.000 titik sumur resapan, pengerukan 250 saluran penghubung (PHB), 20 sungai dan lima waduk (Pluit, Melati, Teluk Gong, BPP Poncol dan Embung Cendrawasih) serta pembangunan polder untuk pompa di dua lokasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini