Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, Suhud Alynudin, mempertanyakan tujuan program tarif integrasi JakLingko. Setelah mendengarkan paparan data pemerintah DKI, dia mempertanyakan apakah program ini memang untuk mengatasi persoalan transportasi di Ibu Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya memang agak bingung juga program ini kita mau arahkan ke mengatasi persoalan transportasi atau kita ingin memberikan insentif transportasi murah kepada masyarakat," kata politikus PKS itu dalam rapat Komisi B Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dinas Perhubungan DKI sudah dua kali rapat dengan Komisi B membahas tarif integrasi. Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengusulkan plafon tarif integrasi sebesar Rp 10 ribu dengan waktu perjalanan maksimal 180 menit.
Tarif ini berlaku jika penumpang menggunakan lebih dari satu moda transportasi, apakah bus Transjakarta, kereta MRT atau LRT.
Suhud berpendapat, data-data yang dipaparkan Syafrin tak bisa meyakinkan dirinya bahwa persoalan transportasi Jakarta dapat teratasi dengan penerapan tarif integrasi.
Dia memerlukan data lebih spesifik, seperti perkiraan persentase pengguna kendaraan pribadi bakal berpindah ke transportasi publik dengan adanya tarif integrasi.
"Berapa persen di tahun pertama dan kedua, sehingga memasuki satu fase tertentu di mana kita bisa mengatasi persoalan transportasi Jakarta," jelas politikus PKS itu.
"Saya belum menemukan hal yang meyakinkan bahwa kita perlu subsidi (tarif integrasi)," lanjut dia.
PT JakLingko Indonesia mulai menguji coba sistem integrasi tiket pada 18 Agustus 2021. Uji coba terbatas dilakukan untuk menjajal perjalanan terintegrasi dengan menggunakan satu kartu atau aplikasi JakLingko.
Baca juga: Pendapatan 3 BUMD DKI Minus jika Diterapkan Tarif Integrasi JakLingko