Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bogor - Sistem rekayasa lalu lintas 2-1 yang disiapkan sebagai pengganti sistem buka tutup di Jalur Puncak menuai pro dan kontra. Sistem baru rencananya akan mulai diuji coba per 27 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Iman Sarkowi dari LSM Ikatan Komunitas Puncak Sekitarnya di antara yang mendukung perubahan kebijakan rekayasa lalu lintas di Jalur Puncak tersebut. Seperti diketahui sistem buka tutup atau satu arah telah diberlakukan selama 32 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sistem 2-1 rencananya membagi jalan di Jalur Puncak menjadi tiga lajur yang memungkinkan kendaraan di kedua arah bisa tetap melaju bersama. Hanya, pada jam tertentu ada dua lajur yang mengarah ke Puncak dan pada jam yang lain dua lajur mengarah ke bawah (Ciawi).
Iman menilai sistem 2-1 cukup baik asalkan nantinya dilengkapi dengan crossing di titik-titik mulut gang. "Nah nanti yang dari Gadog (Ciawi) misalnya, mereka tidak harus naik dulu (ke Puncak) sampai ke putaran yang ditentukan, kan kasihan," katanya, Jumat 18 Oktober 2019.
Iman menepis kekhawatiran perubahan dari sistem satu arah akan berdampak kepada terpukulnya para pedagang. Menurut dia, dampak itu tidak akan siginifikan. "Karena yang lainnya kan justru terganggu oleh kemacetan yang masih terjadi."
Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudi Sismanto, lebih memilih penyelesaian jalur Puncak II segera untuk solusi masalah kemacetan di Jalur Puncak. Selain menjadi akses alternatif bagi pengendara yang akan ke Cipanas, Cianjur dan Bandung, jalur itu diyakininya akan menggerakan ekonomi baru bagi masyarakat Bogor Timur.
"Di sana itu, maaf, masih tertinggal ya terutama ekonomi dan pendidikannya," kata Rudi. "Jadi jika pemerintah pusat meneruskan pembangunan Jalur Puncak II akan sangat membantu mereka."