Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Siti Mutia terpaksa menutup warung nasi uduknya karena tidak ada lagi pembeli.
Ia hanya dipercaya untuk mendistribusikan bantuan itu agar diterima oleh orang yang tepat.
Ketika awal pandemi dia hanya bisa menyiapkan 10 paket sembako. Kini dalam satu pekan, ia bisa mengumpulan 100-150 paket yang siap dibagikan.
BOGOR – Sebelum pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) muncul, Siti Mutia memiliki penghasilan tetap dari berjualan nasi uduk. Warungnya yang berlokasi di Jalan Sudirman tidak pernah sepi oleh pembeli. Karena itu, meski usianya telah 65 tahun dan menjanda, dia bisa hidup mandiri.
Namun semuanya berubah ketika wabah corona datang pada Maret lalu. Perempuan yang tinggal di Kelurahan Sempur, Bogor Tengah, Kota Bogor, itu terpaksa menutup tempat usahanya. “Tidak ada yang beli,” kata perempuan yang biasa disapa Mak Uti itu, pekan lalu.
Awalnya Siti masih bisa tenang karena untuk kebutuhan sehari-hari ia kerap mendapat bantuan dari perorangan ataupun lembaga tertentu. Tapi, memasuki bulan kedua, bantuan itu tidak ada lagi. Siti sempat kelimpungan. Dia hanya bisa berharap pandemi segera berakhir agar bisa berjualan lagi. “Nah, waktu itu datang Ustad Rahmat. Dia yang bantu saya,” kata Siti.
Orang yang disebut Ustad Rahmat itu adalah Rahmat Ahyar Faisal, guru mengaji di lingkungan tempat tinggal Siti. Sehari-hari Rahmat bekerja sebagai pengemudi ojek online. “Sejak Mei sampai hari ini, dia rutin memberikan bantuan sepekan sekali,” kata Siti. “Padahal Ustad hidupnya juga pas-pasan. Tapi dia rutin memberikan bantuan untuk orang-orang jompo di sini.”
Ahmad Zulfikar, 70 tahun, memiliki cerita serupa dengan Siti. Ia mendapat bantuan dari Rahmat sejak Mei lalu. Bantuan itu berupa bahan kebutuhan pokok, seperti beras, minyak, dan ikan kaleng. “Ini sangat membantu,” kata Ahmad.
Rahmat menuturkan, bantuan yang diberikan kepada orang-orang lanjut usia itu sebenarnya tidak sepenuhnya berasal dari kantong pribadinya. Sebagian besar bantuan itu diperoleh dari para dermawan. Ia hanya dipercaya mendistribusikan bantuan itu agar diterima oleh orang yang tepat.
Bersedekah sudah menjadi kebiasaan Rahmat sejak dulu. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, ia rutin bersedekah untuk orang jompo dan anak yatim di sekitar Kelurahan Sempur. Tapi, setelah pandemi muncul, bantuan hanya difokuskan pada orang-orang jompo. “Sebab, orang-orang yang sudah lanjut usia ini kesulitan mendapatkan pekerjaan,” katanya.
Rahmat berpendapat masalah sosial kemanusiaan itu merupakan tanggung jawab bersama. Sebagai orang beragama, dia merasa terpanggil untuk turun tangan langsung membantu mereka yang membutuhkan. “Kemiskinan jangan hanya jadi tontonan. Kita harus bisa berbuat untuk mereka,” katanya. Belakangan, ia berupaya memperluas pemberian bantuan dengan mengajak orang-orang yang memiliki pemikiran serupa dengannya. “Jadi, satu wilayah diharapkan ada satu kader (relawan).”
Di samping memberikan bantuan kepada orang-orang sepuh, Rahmat rajin mengajak orang lain untuk saling berbagi pada masa pandemi. Sebab, sampai hari ini wabah Covid-19 masih menjadi ancaman dan belum diketahui kapan akan berakhir. “Jadi, yang masih bisa usaha, ayo bangkit. Dan, jika ada hasil, berbagilah dengan mereka yang sudah tidak punya asa untuk usaha lagi,” ucap Rahmat.
Usaha Rahmat tidak sia-sia. Pada awal masa pandemi, dia hanya bisa menyiapkan 10 paket bahan pokok. Kini, dalam satu pekan, dia bisa mengumpulkan 100-150 paket yang siap dibagikan. Jumlah dermawan juga terus bertambah. “Ada yang ngasih Rp 100 ribu, ada pula yang Rp 50 ribu atau Rp 200 ribu. Tapi donatur tetap kini ada enam orang,” kata Rahmat.
M.A. MURTADHO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo