Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Siswa SDN Pondokcina 1 Ternyata Masih Numpang di SD Lain, P2G: Edusida, Bangun Masjid Gusur Sekolah

P2G mengecam keras upaya penggusuran SDN Pondokcina 1 di Kota Depok dan menyebut Pemkot Depok melakukan edusida.

16 Januari 2023 | 04.34 WIB

Suasana hari pertama sekolah di SDN Pondokcina 1, Senin 9 Januari 2023. TEMPO/ADE RIDWAN
Perbesar
Suasana hari pertama sekolah di SDN Pondokcina 1, Senin 9 Januari 2023. TEMPO/ADE RIDWAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G mengecam keras upaya penggusuran SDN Pondokcina 1 di Kota Depok. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri dalam observasi lapangan secara langsung, melihat penggusuran ini memang didukung oleh Pemerintah Kota Depok dan jajarannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Temuan kami di lapangan ketika mengunjungi SDN Pondokcina 1, menunjukkan Pemkot Depok, Dinas Pendidikan setempat serta jajarannya terlibat dalam 'Edusida'. Yaitu upaya pemusnahan fasilitas atau bangunan sekolah secara masif dan berpotensi ditiru secara luas," ungkap guru swasta ini, Ahad 15 Januari 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penggusuran SD Negeri itu juga akan dilakukan ke banyak sekolah lainnya di Depok. Tahun 2020 Walikota Depok menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang akan menggabungkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Depok (SK Nomor 421/123/KPTS/Disdik/Huk/2021). Dalam SK tersebut, 246 SDN akan menyusut menjadi 221 sekolah. Sekitar 26 sekolah rencananya akan digabungkan.

Ide penggabungan ini sangat berbahaya bagi pendidikan. publik. Masayarakat belum tahu apa alasan di balik penggabungan tersebut. Mestinya disampaikan secara jujur ke publik, khususnya guru, siswa, dan orang tua.

Penggusuran SDN Pondokcina 1 ini mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan laporan yang diterima P2G, para orang tua atau wali murid juga mengeluhkan bagaimana penggusuran ini tidak partisipatif dan transparan. Hal ini memperlihatkan tidak adanya kajian sosial, lingkungan hidup, dan pedagogis yang komprehensif.

Rencana penggusuran SDN dilakukan untuk membangun Masjid Raya. Fasilitas publik seolah-olah dihadap-hadapkan dengan kepentingan publik lainnya.

Lima keberatan P2G atas kebijakan pendidikan Pemkot Depok

Ada 5 keberatan P2G atas kebijakan pendidikan Pemkot Depok itu. Pertama, pembelajaran pasti terganggu. Guru dan siswa harus beradaptasi ulang dengan lingkungan baru. Sehingga menyita waktu belajar anak. 

"Laporan yang kami terima dari lapangan, para guru ketakutan bertemu orang tua yang memilih bertahan di sekolah yang hendak digusur. Sekolah tersebut sempat ditinggalkan gurunya dan akhirnya pembelajaran diisi oleh relawan berbagai elemen organisasi masyarakat," papar Iman yang turun langsung ke sana.

Dinas Pendidikan Depok juga menerbitkan Surat Tugas kepada guru dan kepala sekolah untuk mengajar di dua sekolah berbeda yaitu SDN Pondokcina 2 dan 5, yang akan menjadi penempatan baru siswa yang SD-nya digusur. 

Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Depok No.421.218/PC1/X1/2022 juga memangkas hak guru-guru untuk mengajar di SDN Pondokcina 1. P2G menilai bahwa kedua surat tersebut sangat berbahaya. “Kami melihat dua surat tersebut adalah bentuk intimidasi struktural kepada guru," ungkap Iman.

Kedua, dua sekolah yang jadi satu akan membuat proses pembelajaran makin tak terkelola dan terganggu. Sekolah yang dimerger akan saling berbagi fasilitas. Sekolah yang ditumpangi tidak akan serta merta memberikan akses penuh pada guru dan siswa yang menumpang. Kapasitas sekolah negeri yang notabe sudah mininalis akan semakin sumpek. Pelayanan dan fasilitas bagi anak tak akan maksimal. Guru juga tak leluasa mengajar.

“Kegiatan belajar mengajar SDN Pondokcina 1 tidak akan efektif, karena kepala sekolah yang ditunjuk menjadi Plt adalah kepala sekolah di tempat lain. Artinya satu kepala menjadi pemimpin dua sekolah. Ini juga 'ngaco', manajemen sekolah pasti akan berantakan," tambahnya.

Ketiga, P2G menemukan fakta, siswa menghadapi pergantian guru. Khusus guru SD, guru kelas bagaikan orang tua, tidak mudah bagi mereka menerima guru kelas baru yang tidak mereka kenal. “Nah, yang kami temukan, guru yang tadinya mengajar di SDN Pondokcina 1, ditugaskan Disdik Depok mengajar di SDN Pondokcina 3 dan 5. Lalu, yang mengajar di SDN Pondokcina 1 adalah guru baru yang tidak anak-anak kenal," lanjut Iman.

Ini juga bentuk intimidasi kepada siswa yang sekolahnya akan digusur, agar secara terpaksa mengikuti skema menumpang di dua sekolah berbeda karena guru mereka dipindahkan ke sekolah lain. Karena anak-anak sudah lebih akrab dengan guru lama mereka.

Iman menambahkan, kebijakan Pemkot Depok dan Dinas Pendidikan tidak sesuai arahan Mendikbudristek RI Nadiem Makarim tentang mengutamakan kepentingan anak dalam belajar. Bukti terbaru adalah, adanya surat pemberitahuan kegiatan belajar SDN Pondokcina 1 Nomor 421/010/PC1/I/2023 tertanggal 8 Januari 2023 kepada orang tua/ wali murid, anak-anak sekolah siang secara bergantian. Sudah seminggu sejak masuk di awal semester genap, siswa mengalami hambatan dan kesulitan belajar.

Nadiem Makarim selalu menyampaikan agar pembelajaran harus berpihak pada anak. Namun dalam kasus ini, siswa yang terlanjur dipindahkan ke SDN Poncokcina 3 dan 5, belajar pada jam-jam tidak efektif. Misal siswa SDN Pondok Cina 1 kelas III yang menumpang di SDN Pondokcina 5, belajar dari pukul 11.00 s/d 15.00 WIB.

Sedangkan kelas IV dan V, belajar dari pukul 12.00 s/d 17.00 WIB. Kebijakan ini sangat tidak berpihak pada anak. Merugikan hak belajar anak. "Kalau di SDN Pondokcina 1 KBM tetap berlangsung, mengapa sebagian dari mereka dipaksa belajar di sekolah lain dengan jam belajar yang tidak efektif?” tanya Iman.

P2G menilai, Walikota Depok tidak sensitif terhadap pendidikan anak.  "Wali Kota Depok terlihat begitu egois, rencana penggusuran ternyata masih berlangsung. Anak-anak SDN Pondokcina 1 dipaksa pindah ke sekolah lain," sesal Iman.

Keempat, ruang gerak yang sempit akan mengganggu kegiatan yang sudah disusun berdasarkan kalender akademik. Pelajaran olahraga, kegiatan di luar kelas, ekstrakurikuler dan lain sebagainya akan terganggu karena mereka harus berbagi lapangan dan ruang bersama siswa lainnya. 

P2G mendesak agar hak siswa dan guru dipenuhi terlebih dahulu. Misal, ketika mereka direlokasi, ruang kelasnya dipersiapkan dulu. "Bukan ditumpuk dan menumpang. Lagipula ini bukan bencana alam sehingga sekolah harus mengungsi. Kami heran, mengapa Disdik Kota Depok tidak mengutamakan akses dan hak anak untuk belajar?” tutur Iman.  

Kelima, Keputusan Pemerintah Kota Depok menggabungkan sekolah harus ditolak, karena berpotensi besar akan ditiru daerah lain. Penolakan dan penghentian secara permanen penggusuran ini menjadi harga mati. 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus