Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi E Bidang Kesra dari Fraksi Partai Gerindra mengkritik Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti yang dianggap tak cepat tanggap saat demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR berujung rusuh pada 24 September 2019. Anggota dewan, Yudha Permana, menyebut dirinya mendapat laporan soal bentrok sehingga perlu menerjunkan ambulans malam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yudha mengaku sempat mencoba menghubungi anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI. Namun, TGUPP tak bisa membantu. Kendalanya, menurut Yudha, ambulans gawat darurat (AGD) DKI terjebak kemacetan sehingga tidak bisa mengakses ke lokasi demonstrasi. Tim Gerindra lainnya lantas menghubungi Widyastuti, tapi tak ada respons.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi waktu kemarin kondisi darurat kami koordinasi dengan TGUPP, kami coba komunikasi untuk ambulans dan sebagainya ternyata semua terkendala. Beberapa tim coba kontak ibu tidak bisa dihubungi. Jadi your call forwarded," kata Yudha dalam rapat pembahasan rancangan APBD DKI 2020, Rabu, 30 Oktober 2019.
Anggota Komisi E lainnya, Dian Pratama, membandingkan respons AGD DKI sewaktu menangani kerusuhan mahasiswa dengan apa yang dialaminya ketika masih bekerja di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Kala itu, dirinya sedang mengikuti pelatihan teror bom di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Tim medis, lanjut Bendahara Gerindra di DPRD ini, langsung diterjunkan ke lokasi kejadian teror bom di Bali pada 2002.
"Waktu kemarin demo kami susah sekali minta ambulans. Alasannya ada demo tertutup terus tidak bisa masuk," ucap dia. "Kami coba hubungi nomor telpon ibu tidak aktif."
Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti membantah anggapan bahwa dirinya sulit dihubungi. Dia berujar ponselnya aktif 24 jam. "Aktif 24 jam," ucap dia.
Demo mahasiswa berlangsung sejak 23 September hingga 24 dan 30 September. Demo berujung rusuh pada 24 September. Ambulans DKI Jakarta sendiri sempat mendapat sorotan setelah polisi sempat menuding mereka membawa batu dan bom molotov untuk para perusuh.
Belakangan polisi meralat hal itu. Mereka menyatakan bahwa batu dan bom molotov tersebut milik para perusuh yang mencoba lari dari kejaran aparat dengan masuk ke dalam Ambulans DKI.