Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Sopir Angkot Kesal Kasus Pelecehan Seksual Bikin Sepi Penumpang

Kasus pelecehan seksual di dalam angkutan kota (angkot) di Jakarta dianggap berdampak pada penurunan penumpang

14 Juli 2022 | 10.55 WIB

Penumpang menaiki angkutan kota (angkot) di Kampung Rambutan, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022. Pemisahan tempat duduk perempuan dan laki-laki di angkot itu untuk mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual di angkutan umum. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Perbesar
Penumpang menaiki angkutan kota (angkot) di Kampung Rambutan, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022. Pemisahan tempat duduk perempuan dan laki-laki di angkot itu untuk mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual di angkutan umum. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pelecehan seksual di dalam angkutan kota (angkot) di Jakarta dianggap berdampak pada penurunan penumpang. Hal ini membuat sejumlah sopir angkot geram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Salah seorang sopir angkot jurusan Kampung Rambutan-Depok, Amin, mengatakan kasus pelecehan seksual yang viral di media sosial membuat banyak penumpang beralih ke transportasi lain. “Ya, kesal juga, sih, kan jadi buat tambah sepi penumpang mereka nanti bisa pindah ke online, udah sepi makin sepi lagi,” ujar Amin di Jakarta, Rabu, 13 Juli 2022 dikutip dari Antara.

Amin mengatakan dirinya dan beberapa sopir lain sudah berupaya menjaga penumpang agar merasa aman, namun harus ada saling jaga dan mengingatkan antarpenumpang agar hal seperti ini tidak terjadi.

“Kalau saya jaganya paling kalau melihat ada yang gelagatnya aneh-aneh paling saya langsung liatin dari spion tengah ini, biasanya nanti yang diliatin jadi risih atau malu,” tuturnya.

Senada dengan Amin, sopir
angkot lainnya, Hendri, mengatakan sulit mengetahui hal yang terjadi dengan penumpang jika kondisi kendaraan dalam keadaan penuh, dirinya hanya bisa mengetahui jika ada penumpang yang menyampaikan peristiwa yang terjadi.

“Susah juga karena sambil nyetir juga, paling kalau penumpangnya teriak atau kasih tau ke
kami ada apa baru kami bantu apa yang bisa,” ujar Hendri.

Praktisi Transportasi yang juga Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang
, menuturkan belum ada aturan jelas dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) khusus angkutan perkotaan untuk mencegah pelecehan atau kekerasan seksual di dalam angkot.

“Dalam SPM sendiri belum ada mengenai hal ini, untuk permasalahan itu sudah ada Undang-undang yang mengatur, jadi sebaiknya ada penegakan hukum yang jelas dan menimbulkan efek jera untuk para pelaku pelcehan di angkot,” tutur Deddy.

Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana memisahkan gender penumpang angkutan umum untuk mencegah terulang kembalinya kasus pelecehan di dalam angkutan umum.

Namun, Dinas Perhubungan DKI Jakarta membatalkan rencana pemisahan tersebut dan menggantinya dengan membentuk Pos Sapa yakni Sahabat Perempuan dan Anak di moda transportasi melalui nomor aduan di 112.

Saat ini, layanan Pos Sapa sudah ada di 23 halte TransJakarta, 13 stasiun MRT dan enam stasiun LRT Jakarta serta rencananya juga merambah
angkot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 



close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus