Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lesunya penjualan di pasar-pasar offline seperti Pasar Tanah Abang juga terasa oleh pedagang di Pasar Glodok. Sejumlah pedagang yang ditemui Tempo, mengeluhkan penurunan jumlah pembeli. Sepinya pengunjung di pasar yang terletak di kawasan pecinan itu dapat terlihat dari lantai dasar sampai lantai 6.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acong, salah seorang penyewa kios, menyebut bahwa penyebab berkurangnya pengunjung di Pasar Glodok adalah dominasi online shop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Noh, liat aje. Gegara yang online, orang yang beli cuma tinggal duduk manis, nyantai, dapat barang murah," kata Acong saat ditemui Tempo di lantai 3 Pasar Glodok, Kamis, 9 November 2023.
Acong juga menerangkan bahwa persaingan harga yang tak adil itu disebabkan oleh distributor utama yang langsung menyalurkan barang ke pembeli. Hal itu, jelas Acong, menyebabkan barang yang diperoleh konsumen di online shop lebih murah dan menyebabkan penjual di Pasar Glodok ditinggal pembeli.
"Kami yang di sini mati aja udah," tegasnya.
Lebih lanjut, Acong turut menjelaskan bahwa satu-satunya alasan tetap bertahan menyewa kios di Pasar Glodok adalah menafkahi keluarga. Dia juga membandingkan pendapatannya kini merosot drastis.
"Saya bertahan di sini buat cari makan buat anak bini. Dulu cukup segala-gala. Sekarang keringet udah sampai ke pantat tetap susah cari uang," ujarnya.
Senada dengan Acong, Boho turut mengeluhkan lokapasar yang dinilai memberi harga terlalu murah. Boho yang juga berjualan di Pasar Glodok merasa bahwa pemerintah harus memberikan pajak terhadap distributor yang berjualan secara online.
"Biang keroknya si aplikasi online. Boleh online, tapi pajaknya harus digedein pemerintah," kata Boho.
Tak sampai di situ, Boho turut mengungkit persoalan Tiktokshop yang merugikan usahanya sebelum ditutup pemerintah. "Tiktok parah ngancurin banget," ucapnya.