Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Telisik Kebiasaan Baru DPRD DKI, Gelar Rapat di Puncak Bogor

Anggota DPRD DKI menggelar rapat anggaran di Puncak saat pandemi Covid-19

23 Oktober 2020 | 14.13 WIB

Logo Te.co Blank
Perbesar
Logo Te.co Blank

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta punya kebiasaan baru untuk mengadakan rapat di tengah pandemi Covid-19. Mereka memilih hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Para wakil rakyat Kebon Sirih beralasan menghindari penularan virus corona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ketua Komisi B DPRD DKI Abdul Aziz mengatakan pimpinan dewan telah memutuskan menggelar rapat di luar gedung DPRD DKI, jika peserta cukup banyak. Sebabnya, kondisi gedung DPRD dianggap tidak layak karena tertutup rapat hingga menyebabkan sirkulasi udara tidak berjalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"DPRD tidak layak karena seluruh ruangan tertutup full AC," kata Abdul saat dihubungi, Kamis, 22 Oktober 2020.

Rapat anggaran perubahan APBD 2020 antara legislatif dan eksekutif Pemprov DKI digelar selama dua hari, yakni Selasa-Rabu, 20-21 Oktober 2020. Rapat mengikutsertakan 800 orang di Hotel Grand Cempaka.

Menurut Abdul, pemilihan hotel milik Pemerintah DKI itu sebagai lokasi rapat karena dianggap telah memenuhi kriteria protokol kesehatan. Ruangan hotel tersebut terbuka dan sirkulasi udara dari luar pun cukup baik. "Selama pandemi ini kalau rapat dengan peserta yang banyak akan terus dilakukan di Hotel Jaya Raya (Grand Cempaka). Lokasi tersebut dianggap lebih baik dalam pencegahan Covid-19 karena ada sirkulasi udaranya."

Kata Abdul, pada rapat sebelumnya dewan masih menggunakan gedung DPRD karena fasilitas Hotel Grand Cempaka belum dipersiapkan. "Karena kemarin Jaya Raya masih persiapan. Kemarin pas sudah siap rapat mulai dipindahkan ke sana. Nanti pun seterusnya di sana selama kondisi seperti ini," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menegaskan. "Di Jaya Raya (Grand Cempaka) tempatnya terbuka, ventilasinya baik sehingga bisa meminimalisir penularan Covid-19."

Alasan yang sama disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta Hadameon Aritonang. Menurut dia, pemindahan lokasi rapat ke hotel yang dikelola PT Jakarta Tourisindo itu untuk menghindari penularan Covid-19.

Alasannya hotel tersebut mempunyai ventilasi yang cukup baik dan terbuka sehingga bisa meminimalisir penularan Covid-19. "Kalau di sini (Puncak) kan tempatnya terbuka. Kalau di DPRD gak ada ventilasinya. Gedungnya tertutup," ujarnya.

Rapat di Kota Hujan, Hadameon menambahkan, diusulkan langsung oleh legislator dalam rapat badan musyawarah pekan lalu. "Semuanya kesepakatan dewan," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, khawatir terjadi penyelewengan dalam rapat pembahasan anggaran yang dilakukan DPRD DKI di luar Jakarta. "Kalau pembahasannya masih sembunyi-sembunyi, saya yakin kualitas dan akuntabilitas APBD DKI menjadi rendah," kata Misbah.

Misbah melihat indikasi APBD DKI yang dibahas di luar kota secara tertutup bagi publik berpotensi tidak baik bagi publik. Pertama pembahasan anggaran secara tertutup itu bisa terindikasi agar terlihat serapan anggaran tahun ini cukup tinggi, karena ada konsekuensi biaya perjalanan dinas, penginapan, dan akomodasi telah digunakan.

Selain itu, pembahasan yang di luar kebiasaan tersebut dikhawatirkan terjadi kesepakatan-kesepakatan titipan. Rapat di luar gedung DPRD DKI juga bisa menciderai prinsip transparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran.

"Yang dikhawatirkan ada kesepakatan gelap atau anggaran-anggaran siluman yang ingin disisipkan di komponen kegiatan atau program," ujarnya.

Pembahasan anggaran di Puncak pun mendapat sorotan dari Bupati Bogor Ade Yasin. Ade yang menjabat sebagai Ketua Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor, Jawa Barat tak menerima laporan rencana rapat DPRD DKI Jakarta yang melibatkan 800 peserta di Kawasan Puncak, Bogor.

"Belum ada laporan, belum ada izin juga. Kalau 800 (orang) berarti jumlahnya besar banget. Setiap acara, apalagi pertemuan besar di Kabupaten Bogor tentunya harus ada izin atau rekomendasi dari Satgas Covid-19," ungkap Ade Yasin.

Ia menyebutkan bahwa setiap acara atau pun rapat di Kabupaten Bogor jumlah pesertanya dibatasi, yaitu maksimal 150 orang dengan durasi maksimal tiga jam. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati (Kepbup) nomor 443/458/Kpts/Per-UU/2020."Kenapa 150 orang, karena kami meminimalisir ketika ada kejadian di satu tempat terkena Covid ini untuk memudahkan tracking," kata Ade Yasin.

Tak hanya acara rapat ataupun seminar, aturan tersebut juga berlaku untuk resepsi pernikahan dan khitanan. Aturan tersebut diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor sejak 12 Oktober 2020 hingga 27 Oktober 2020.

"Dari manapun datangnya tamu, tapi kalau acaranya di Kabupaten Bogor, itu syaratnya adalah rekomendasi Satgas Covid-19. Kenapa harus ada rekomendasi? Karena kita sedang memerangi Covid," tutur Ade Yasin lagi.

Menanggapi pernyataan Ade, Hadameon mengatakan bakal mencari tahu proses perizinan untuk rapat DPRD DKI dan eksekutif yang digelar di Hotel Grand Cempaka, Puncak Bogor. "Nanti kami cek ke Jaya Raya (Hotel Grand Cempaka)," kata Hadameon.

Rapat di luar kantor Kebon Sirih juga pernah dilakukan legislator pada awal September 2020. Saat itu, anggota DPRD DKI memilih menggelar rapat komisi di Restoran Pulau Dua, Senayan, untuk menghindari penularan Covid-19 meski gedung DPRD sudah disterilkan.

Padahal, gedung DPRD DKI sudah dibuka pada Senin, 31 Agustus 2020 setelah ditutup sementara sejak 25 Juli 2020. Dua rapat komisi DPRD DKI yang digelar di Restoran Pulau Dua itu adalah Komisi B Bidang Perekonomian dan Komisi C Bidang Keuangan.

"Iya. Rapat Komisi B dan C, dua-duanya di situ. Untuk pembahasan Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta Hadameon Aritonang saat dihubungi di Jakarta, Selasa 1 September 2020.

Hadameon menyebut pemilihan restoran sebagai tempat rapat komisi dilakukan untuk menghindari penumpukan orang di gedung DPRD DKI Jakarta. Anggota dewan memang tidak menjadwalkan rapat di gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa ini.

"Untuk ini saja, untuk menghindari penumpukan di kantor saja, untuk antisipasi saja. (Rapat di gedung DPRD) tidak ada. Semua di restoran, tatap muka. Bukan virtual," katanya.

Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo Novita Dewi mengklaim rapat pembahasan anggaran legislatif dan eksekutif di Puncak dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Bahkan semua karyawan hotel menjalani rapid test sebelum rapat digelar. "Semua karyawan yang bertugas sudah menjalani pemeriksaan dan berada dalam kondisi sehat."

IMAM HAMDI | M.A. MURTADHO | GANGSAR PARIKESIT

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus