Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktris Luna Maya melakukan video call dengan beberapa selebriti. Rekaman video call itu ditayangkan di kanal Youtube-nya. Setelah Ari Lasso, Audy, Dewi Sandra, belum lama ini ia juga video call dengan Sophia Latjuba. Dalam kesempatan itu, Luna Maya memberikan beberapa pertanyaan untuk Sophia, salah satunya tentang pernikahan yang pernah dijalani oleh Sophia Latjuba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Seperti diketahui Sophia Latjuba pernah menikah dengan Indra Lesmana pada 31 Mei 1992. Empat bulan setelah menikah, pada 21 September 1992 Sophia melahirkan putri pertamanya, Eva Celia. Rumah tangga mereka tidak bertahan lama. Sophia Latjuba dan Indra Lesmana memutuskan bercerai setahun setelah menikah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 2005 silam, Sophia dinikahi seorang pria asal Amerika, Michael Villarreal. Setelah menikah, mereka menetap di Amerika. Sophia dan Michael juga dikaruniai seorang putri bernama Manuella Natasha Aziza Villarreal. Sayangnya, pernikahan mereka hanya bertahan selama enam tahun saja.
Meskipun Sophia memikirkan perasaan kedua putrinya, namun ia mengaku enggan rujuk dengan mantan suami hanya demi anak-anak. Alasannya, tak ada lagi perasaan cinta kepada mantan-mantannya. Yang pasti, Sophia Latjuba tak menyesal dengan keputusannya itu.
"Gak ada penyesalan sih, cuma, was I’m being a good mom or not? Was I enough for my children or not? Did I leave scars or not? gitu. Karena dua-duanya kan pernikahannya gagal. So, of course, no kids I guess doesn’t want to go parents divorce,” jelas Sophia.
Seperti yang pernah dialami Sophia, menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, walaupun orang tua mengalami pernikahan yang gagal atau perceraian anak tetap memiliki hak untuk mendapat pengasuhan dan pendidikan yang baik dan optimal.
Agar anak tidak mengalami trauma yang membekas, sebagai ibu perlu selalu mengontrol diri agar tidak menunjukkan emosi yang berlebihan. Berikan pengalaman emosi yang positif dalam setiap rentang kehidupan anak. Anak berhak merasakan kebahagiaan meski ada permasalahan di keluarganya.
Hindari pertengkaran yang berlebihan, karena perkataan dan perbuatan orang tua yang sedang bertengkar, akan direkam di otak anak. Rekaman ini akan menjadi referensi bagi anak ketika dia menghadapi masalah dengan orang lain, di kemudian hari. Anak bisa meniru apa yang kita ucapkan dan lakukan tersebut.
"Jangan menimpakan kesalahan kepadanya, atas kejadian perceraian ini. “Semua ini gara-gara kamu, mama papa jadi harus berpisah”. Hal ini akan membuat anak tertekan selama hidupnya, dan berpotensi mengalami trauma." ucap Anisa saat dihubungi Tempo.co, Selasa 28 April 2020.
Anisa mengimbau agar selalu berempati dan peka terhadap semua reaksi emosi anak. Segera antisipasi jika anak menunjukkan gejala emosi yang sensitif, atau bahkan impulsif. “Kakak sedang sedih? Jika kakak ingin cerita, mama akan mendengarkan. Tidak harus sekarang, tapi kapan saja jika kakak sudah siap”
Terlebih, lanjut Anisa anak perempuan berpotensi mengalami trauma atas kejadian ini. Karena ada perpisahan, maka anak bisa kehilangan figur ayah, karena tidak bisa hadir setiap saat. Kondisi ini disebut fatherlessness. Sebagai ibu, kita perlu mengantisipasi hal ini dengan pola asuh yang sesuai.
Upayakan agar anak tetap mendapatkan figur ayah, meski ayah kandungnya tidak hadir. Beri anak kesempatan untuk berinteraksi dengan kakek, paman, atau kerabat dekat yang lain, agar anak bisa melihat dan merasakan peran seorang laki-laki dalam rumah tangga. Anak juga perlu belajar, tentang apa yang harus dilakukan ketika berinteraksi secara sehat dengan laki-laki.
"Meski ada perasaan sakit hati dengan mantan suami, namun di depan anak, ibu tetap perlu menceritakan hal-hal positif tentang ayahnya. Bersikaplah proporsional dan obyektif. “Mama memang jengkel pada papa. Tapi mama bisa melihat, dia seorang ayah yang sangat sabar," ungkap Anisa.
Menurut Anisa, seorang anak bisa hidup seperti anak lain, walau keluarga tidak utuh, asalkan orang tua memberi stimulasi yang sesuai dan menerapkan pola asuh yang tepat.