Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu fenomena yang muncul di tengah menjamurnya pesepeda adalah tren modifikasi, termasuk mengubah sepeda biasa menjadi sepeda listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kebanyakan sih orang-orang yang baru belajar (newbie) gowes," kata Owner Petrikbike, Adi Siswanto kepada Tempo, Jumat, 10 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang yang dianggap baru belajar bersepeda itu, kata Adi, mayoritas pengguna sepeda lipat. Dalam sehari, selama masa demam sepeda ini, Petrikbike rata-rata menerima satu sampai dua unit seli untuk dikustom menjadi sepeda listrik.
"Ibaratnya mereka ini orang baru yang tidak terlalu kuat naik sepeda,"ujarnya.
Sementara itu, kata Adi, untuk jenis sepeda MTB (Mountain Bike) sebagian besar adalah para pesepeda yang berusia rata-rata di atas 40 tahun.
Kebanyakan, kata dia, adalah sesepuh di dunia gowes tapi masih mau main atau bersepeda jarak jauh.
"Istilahnya sudah tua, tapi masih mau ngejar jarak 40-60 kilometer. Makanya mereka minta jadi sepeda listrik, biar ada bantuan tenaga,"ujarnya.
Untuk diketahui di bengkel Petrikbike, pelanggan dapat memilih sepeda listrik berbasis Pedal Assist maupun Hand Throttle.
Sistem Pedal Assist biasanya bekerja dengan sensor. Cara kerjanya, mengikuti irama kayuhan. Saat dikayuh, dinamo otomatis membantu, sehingga sepeda akan terasa lebih enteng.
Sementara Hand Throttle secara umum mirip sepeda motor konvensional atau bertenaga bensin. Saat gas diputar atau ditarik, sepeda listrik akan bergerak.