Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya – Finalis tiga besar kompetisi Startup Sprint Surabaya memasuki putaran terakhir, Rabu, 6 Januari 2016. Salah satu finalis program yang digagas pemerintah Kota Surabaya, Radio Suara Surabaya, Enciety, dan EMTEK, itu menciptakan platform aplikasi curhat (curahan hati) bernama Riliv.
Ide awal Riliv bermula dari kebiasaan curhat para pengguna media sosial. Chief Executive Officer Riliv Audrey Maximillian Herli mengamati banyaknya status curhat teman-temannya. “Bukannya dapat solusi, mereka malah di-bully. Padahal bisa jadi mereka memang butuh penanganan yang serius,” kata pria 23 tahun yang akrab disapa Maxi itu saat ditemui Tempo di Forward Factory Spazio, Selasa, 5 Januari 2015.
Di sisi lain, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, sedikitnya terdapat sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi dari populasi orang dewasa di Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa.
Bahkan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat satu orang yang mati bunuh diri setiap 40 detik. Maxi dan kawan-kawannya menilai, daripada curhat di tempat umum dan di-bully, orang-orang yang depresi itu perlu mendapatkan penanganan yang tepat.
Riliv pun dibuat dengan konsep konsultasi one-on-one oleh psikolog profesional secara anonim. Melalui aplikasi yang bisa diunduh gratis melalui Appstore dan Google Playstore, user bisa mengontak reliever atau psikolog. Reliever terdiri atas kalangan psikolog profesional sebagai expert regular maupun mahasiswa psikologi sebagai regular reliever. “Bagi mahasiswa psikologi, aplikasi ini jadi cara mereka belajar melihat kasus betulan,” ujar alumnus jurusan Sistem Informasi Universitas Airlangga (Unair) itu.
Bersama dua orang kawannya, Audy Christopher Herli dari Teknik Industri dan Fachrian Anugerah dari Sistem Informasi Unair, ia membuat aplikasi Riliv sejak program Startup Surabaya dimulai pada Mei 2015. Baru pada Agustus 2015 mereka meluncurkannya. “Awalnya, enggak ada psikolog profesional yang mau bergabung. Hanya lima orang mahasiswa psikologi sebagai regular reliever,” ujar Maxi.
Perlahan, psikolog profesional mulai bergabung seiring dengan potensi bisnis berbasis teknologi. Pihaknya menggandeng Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Jawa Timur. Kini, total 40 orang terdaftar sebagai reliever dari 120 orang yang tertarik bergabung. “Untuk mahasiswa, seleksinya makin ketat. Syaratnya, dia harus terdaftar resmi sebagai mahasiswa Psikologi dan minimal lulus mata kuliah konseling.”
Sedangkan aplikasi Riliv sudah diunduh sebanyak 5.000 kali dengan jumlah 3.000 user aktif per bulan. Terdapat enam kategori yang disediakan, yakni curhat soal cinta, karier, pendidikan, keluarga, sosial, hingga gangguan psikologi. “Sudah ada 6.500 curhatan yang masuk dengan total 2.200 chat. Paling banyak tentu curhat soal cinta,” kata Maxi.
Dengan Riliv, Maxi dan kawan-kawannya ingin mengubah stigma bahwa pergi ke psikolog itu bukan hanya untuk orang gila saja. “Kami ingin membuat semua orang happy. Dengan dasar ilmu psikologi, we want to make a peace of mind all over the world,” kata Maxi.
Meski tengah bertarung di putaran terakhir Startup Sprint Surabaya guna memperebutkan tiket utama ke Silicon Valley, San Fransisco, Amerika Serikat, tim Riliv telah mengukir prestasi. Riliv sempat memenangkan Kompetisi Google Android One 'Satu Mulai' pada Mei 2015 lalu dan mendapat kesempatan mentoring startup oleh tim Google Jepang.
Ke depan, aplikasi curhat online ini akan dikembangkan lebih luas ke pangsa pasar Indonesia, tak hanya seputar Surabaya. Selain itu, potensi bisnisnya akan diperluas melalui mekanisme wisdom points. “Bagi yang ingin curhat lebih banyak, pengguna diminta membeli koin ekstra. Atau kami juga memfasilitasi pertemuan dengan psikolog profesional secara langsung,” ujar Maxi.
ARTIKA RACHMI FARMITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini