Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

AMTI Merespons Satgas Impor Ilegal: Tekstil Tak Bisa Jadi Bahan Bakar Industri

Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto merespons klaim satgas impor ilegal yang menyebut tekstil bisa jadi bahan bakar industri.

7 Agustus 2024 | 15.23 WIB

Petugas Bea Cukai berjaga disamping pakain bekas (balpres) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa 6 Agustus 2024. Satgas importasi ilegal mengamankan 4927 balpres pakaian bekas, kain gulungan 20.000 rol, 695 produk jadi, 332 pack tekstil, 43 kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 elektronik dan 5.896 barang garment senilai Rp 46.188.205.400. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Petugas Bea Cukai berjaga disamping pakain bekas (balpres) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa 6 Agustus 2024. Satgas importasi ilegal mengamankan 4927 balpres pakaian bekas, kain gulungan 20.000 rol, 695 produk jadi, 332 pack tekstil, 43 kosmetik, 371 alas kaki, 6.578 elektronik dan 5.896 barang garment senilai Rp 46.188.205.400. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto merespons pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang yang menyatakan pakaian bekas dan tekstil impor ilegal bisa jadi bahan bakar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Menurut dia, pernyataan itu merupakan blunder. “Tidak ada industri yang pakai produk impor ilegal sebagai bahan bakar di perusahaannya,” kata Agus dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kalaupun jadi bahan bakar, Agus mengatakan, industri pasti akan memanfaatkan sisa produksi atau olahannya sendiri karena alasan efisiensi. Dia meyakini, tekstil ilegal yang diambil oleh industri akan dijual kembali ke pasar. Jika begitu, dia menganggap kerja satgas impor ilegal sia-sia. “Sama aja bohong produk impor ilegal masuk ke pasar. Jadi penindakan ini kelihatannya cuma gimmick saja,” kata dia.

Soal alasan ketidaktersediaan anggaran, Agus menyarankan agar pemerintan mereekspor barang-barang impor ilegal itu dengan membebankan biaya kepada importirnya. Dia menyebut jika telah mengetahui importirnya, pemerintah tinggal membebankan biaya sekaligus mengadilinya. “Ya kalau alasannya karena tidak cukup anggaran sepertinya naif sekali. Ini kan yang membuat masyarakat banyak yang sudah di PHK,” kata dia.

Agus meminta satgas impor ilegal bekerja sama dengan instansi lain untuk mengungkap pelaku yang membebaskan produk impor ilegal. Kerja sama itu dilakukan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, kepolisian, dan Kejaksaan.

Tak hanya satgas, Agus juga meminta Bea Cukai buka-bukaan tentang insiator yang membebaskan produk itu. Musababnya, produk-produl ini masuk menggunakan kontainer, bukan dari kapal-kapal kecil. “Artinya, mereka masuk dari pelabuhan yang diawasi oleh Bea Cukai,” kata Agus. Dia menilai pelabuhan menjadi gerbang awal masuk produk asing ke Indonesia. 

Dirjen Perlindungan Konsumen  dan Tertib Niaga Moga Simatupang sebelumnya mempersilakan industri memanfaatkan balpres atau pakaian bekas dan tekstil impor ilegal menjadi bahan bakar. Hal ini buntut minimnya dana operasional satgas impor ilegal untuk memusnahkan barang-barang itu.

“Kami enggak tersedia dana untuk mobilisasi dan untuk pemusnahan. Untuk itu, kami kerja sama dengan industri untuk pemusnahannya,” kata Moga saat ditemui di Tempat Penimbunan Pabean Bea Cukai Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 6 Agustus 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus