Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat pekerja PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI) telah lama menuntut sejumlah hal terkait ketenagakerjaan ke perusahaan. Apa saja isi tuntutan tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepada Tempo, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Morowali dan Morowali Utara, Katsaing, menjelaskan tuntutan-tuntutan serikat pekerja pada PT GNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tuntutan pertama adalah pelaksanaan aspek K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja. "Pembagian APD (Alat Pelindung Diri)-nya nggak ada sepatu, nggak ada seragam. Karyawan masuk itu hanya diberikan helm," kata Katsaing ketika dihubungi, Selasa malam, 17 Januari 2023. Sementara karyawan yang tidak punya sepatu, akhirnya pakai sendal saat bekerja.
Nihil K3 diduga akibatkan seringnya kecelakaan kerja
Kedua, Serikat Pekerja menuntut pelaksanaan K3 tidak dipegang oleh pihak Cina, atau bila perlu tak ada lagi pejabat perusahaan dari Cina karena selama ini dinilai membuat rancu sistem K3. Hal ini terlihat dari tidak adanya Job Safety Analysis (JSA) dan tidak adanya standar operasional prosedur (SOP).
"Ini semua yang mengakibatkan seringnya kecelakaan kerja, mobil terbalik, fatality meninggal dunia. Kebakaran kemarin yang menghilangkan nyawa dua pekerja kemarin, kira-kira K3-nya bagaimana?” ujar Katsaing.
Ketiga, perihal outsourcing. Katsaing menyebutkan outsourcing di industri pertambangan sudah tidak dibenarkan lagi karena pekerjaannya bersifat tetap, bukan sementara. "Kok malah dikontrak-kontrak 6 bulan, 3 bulan, kadang-kadang ada yang dikontrak sebulan. Ini kan praktik ketenagakerjaan yang menurut kita sungguh luar biasa kebodohannya, pelanggarannya,” katanya.
Hal keempat yang dituntut Serikat Pekerja adalah soal peraturan perusahaan. Menurut Katsaing, PT GNI selama ini tidak punya peraturan perusahaan.
Kelima, para pekerja mempertanyakan tunjangan keahlian dan upah yang terkadang dipotong. Hal keenam yang dituntut adalah surat sakit agar bisa diterima oleh perusahaan. "Surat sakit dari luar kadang-kadang nggak bisa diterima. Terus teman-teman kalau berobat di luar bagaimana?” ujar Katsaing.
Selanjutnya: Para pekerja juga mempertanyakan tunjangan...
Ketujuh, para pekerja juga mempertanyakan tunjangan keahlian pekerja yang diberikan tak merata. "Ada yang diberikan, dan ada yang tidak diberikan. Yang dapat tunjangan skill, tergantung masa kerjanya," tuturnya. Padahal, tunjangan keahlian selayaknya diberikan karena skill karyawan, bukan memperhitungkan masa kerja.
Tuntutan pekerja sudah ada jauh sebelum kerusuhan
Lebih jauh Katsaing menuturkan, masalah serikat pekerja dengan PT GNI sebenarnya sudah lama terjadi dan hal itu disebabkan oleh sejumlah persoalan ketenagakerjaan di atas. Tuntutan para pekerja pun sebetulnya merupakan hal yang normatif.
Namun karena masalah tersebut tak kunjung diselesaikan, puncaknya terjadi kerusuhan di PT GNI pada Sabtu, 14 Januari 2023. Pada hari itu serikat pekerja melakukan mogok kerja.
Menurut Katsaing, pekerja yang berada di dalam pabrik sebetulnya ingin keluar bergabung bersama pekerja lain yang melakukan aksi. Namun, ada upaya menghalang-halangi para pekerja itu. Ketika pekerja yang lain hendak memastikan, ia mengaku diserang oleh Tenaga Kerja Asing Cina.
Teman-teman pekerja yang diserang lalu tidak terima dan berupaya menyerang balik TKA Cina itu. Hal ini yang kemudian memicu kerusuhan.
Tapi hal ini dibantah oleh Direksi PT GNI dalam keterangan resminya, Senin, 16 Januari 2023. Direksi PT GNI mengatakan informasi tentang pemukulan atau penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia oleh TKA adalah hal yang tidak benar.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.