Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

BPS Catat Deflasi Juni Mencapai 0.08 Persen, Ini dampaknya Bagi Perekonomian

BPS mencatat perekonomian Indonesia pada Juni 2024 mengalami deflasi 0,08. Berikut proyeksi dampaknya bagi perekonomian.

3 Juli 2024 | 16.32 WIB

Pedagang menuang beras eceran yang dijual di salah satu kios di Pasar Rumput, Jakarta, Senin 3 Juni 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2024 mencapai 2,84 persen secara tahunan (yoy) dan deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan (mtm) dengan komoditas penyumbang utama inflasi bulan lalu adalah harga beras. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pedagang menuang beras eceran yang dijual di salah satu kios di Pasar Rumput, Jakarta, Senin 3 Juni 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2024 mencapai 2,84 persen secara tahunan (yoy) dan deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan (mtm) dengan komoditas penyumbang utama inflasi bulan lalu adalah harga beras. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia pada Juni 2024 mengalami deflasi 0,08 persen dibanding bulan sebelumnya atau month to month. Pelaksana tugas Sekretaris Utama BPS, Imam Machdi mengatakan ini merupakan deflasi kedua sejak awal tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hal ini diukur dari Indeks Harga Konsumen atau IHK sebesar 106,28 atau turun dari bulan sebelumnya 106,37. “Deflasi ini lebih dalam dibanding Mei 2024,” ujar Imam di Kantor BPS, Senin 1 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,49 persen. Komoditas penyumbang utama deflasi adalah bawang merah, tomat, serta daging ayam ras.

Deflasi terjadi karena penurunan harga bahan pokok tersebut. Sementara itu ia memaparkan ada beberapa kelompok makanan yang memberikan andil inflasi antara lain cabai rawit dan cabai merah, emas perhiasan, kentang, sigaret kretek mesin, tarif angkutan udara, ikan segar dan kopi bubuk.

Deflasi dalam skala kecil memiliki dampak yang bervariasi terhadap perekonomian nasional, yang dapat dirasakan baik secara positif maupun negatif. Secara positif, deflasi memungkinkan konsumen untuk membeli barang dan jasa dengan harga yang lebih terjangkau. Ini tidak hanya meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi juga mendorong gaya hidup yang lebih hemat dan bijak dalam pengeluaran.

Selain itu, nilai mata uang domestik, seperti rupiah, cenderung menguat dalam situasi deflasi, yang dapat memberikan keuntungan ekonomi tambahan bagi negara dengan menurunkan biaya impor dan memperkuat posisi perdagangan internasional.

Namun, di sisi lain, deflasi juga dapat menyiratkan masalah ekonomi yang lebih dalam. Salah satu dampak negatif yang signifikan adalah potensi meningkatnya pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja massal. Ketika perusahaan menghadapi penurunan pendapatan karena turunnya harga barang dan layanan, mereka cenderung untuk mengurangi biaya dengan cara memangkas tenaga kerja, yang pada gilirannya memperburuk tingkat pengangguran nasional.

Selain itu, deflasi juga berpotensi mempengaruhi pendapatan bisnis atau usaha secara keseluruhan. Turunnya harga barang dan jasa dapat mengurangi pendapatan perusahaan, membatasi kemampuan mereka untuk berinvestasi, mengembangkan produk baru, atau memperluas operasi mereka. Ini dapat menciptakan lingkungan bisnis yang kurang menarik bagi investor, yang mungkin akan menarik modal mereka dari pasar atau menunda keputusan investasi hingga kondisi ekonomi membaik.

Dampak lain dari deflasi adalah penurunan pendapatan negara melalui pajak, karena masyarakat memiliki pendapatan yang lebih rendah akibat turunnya harga-harga. Pemerintah biasanya mengalami tekanan untuk mengurangi pengeluaran atau mencari alternatif lain untuk menutupi kekurangan pendapatan tersebut, yang dapat mempengaruhi program-program publik dan layanan masyarakat.

Secara keseluruhan, meskipun deflasi dalam skala kecil bisa memberikan manfaat segera dalam hal daya beli yang lebih tinggi bagi konsumen, dampak jangka panjangnya dapat menciptakan tantangan ekonomi yang signifikan. Kebijakan moneter dan fiskal yang hati-hati sering kali diperlukan untuk mengatasi risiko-risiko ini dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan bagi negara.

SUKMA KANTHI NURANI | ILONA ESTHERINA | ADIL AL HASAN

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus