Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan perekonomian Indonesia hingga saat ini belum dikuasai koperasi. Sebab, kata dia, bisnis koperasi belum banyak berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di sisi lain, koperasi menyimpan banyak masalah. Padahal, koperasi diharapkan menjadi sokoguru perekonomian nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Karena itu, sesuai arahan Pak Presiden, kami ingin koperasi menjadi bagian dari program hilirisasi sumber daya alam dan industrialisasi," kata Teten dalam dalam acara Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-76 di Tennis Indoor Senayan, Rabu, 12 Juli 2023.
Teten mengatakan kementeriannya telah menginisiasi koperasi melalui produk sawit. Dia berujar, Indonesia memiliki potensi 50 juta ton sawit setahun dan termasuk terbesar di dunia. Namun, sektor ini masih dikuasai usaha besar. Produksinya pun belum maksimal.
"Masih jual CPO. Paling tinggi, minyak goreng," ujar dia.
Ia ingin produksi dan kesejahteraan petani diperbaiki. Terlebih, sekitar 40,47 persen lahan sawit dimiliki petani. Ke depan, Teten ingin petani tidak hanya menjual tandan buah segar (TBS), tetapi turut memproduksi minyak makan merah melalui koperasi.
"Jadi, harus konsolidasi dengan koperasi. Per seribu hektar, kami ingin ada pabrik minyak makan merah, sehingga petani bisa menjual produk jadi," kata dia.
Adapun saat ini kontribusi koperasi terhadap PDB nasional masih di angka 5 persen. Sementara, Ketua Dewan Koperasi Indonesia, Sri Untari, menargetkan untuk meningkatkan hingga menjadi 6 hingga 7 persen.
"Kami ingin berkontribusi, koperasi yang punya UMKM agar ke depan ikut bersama pemerintah Indonesia bisa mengentaskan ekonomi Indonesia dari koperasi," kata Sri Untari.
Untuk itu, Sri Untari mendorong agar regulasi perkoperasian segera dituntaskan. Terlebih, UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah disahkan. Adapun saat ini, pemerintah juga sedang memproses revisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Sulit kalau industrinya masih lemah
Menanggapi keinginan Teten, Pengamat koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menilai keterlibatan koperasi dalam program hilirisasi pemerintah, sebagaimana diinginkan Menteri Koperasi dan UKM, sulit dijalankan.
"Fondasi pengembangan kekuatan bisnis sektor riil itu ada di sektor keuangannya. Kalau industri keuangannya saja masih carut marut dan lemah, ya sulit diharapkan dapat masuk ke proses hilirisasi," kata Suroto kepada Tempo, Rabu malam, 12 Juli 2023.
Pengamat sarankan perbaikan koperasi jadi prioritas
Suroto pun menyarankan perbaikan koperasi di Indonesia diprioritaskan, alih-alih menggagas agenda baru untuk hilirisasi. "Bubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal-abal dulu," kata Suroto. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan pengembangan koperasi.
Bubarkan koperasi abal-abal dulu
Suroto juga menilai Menteri Teten salah konsep dalam pengembangan kebijakan perkoperasian.
"Semestinya, yang terpenting, lakukan rehabilitasi koperasi. Bubarkan koperasi yang hanya papan nama dan koperasi abal-abal dulu," kata Suroto.
Setelah itu beres, kata Suroto, baru konsolidasi dan lakukan pengembangan. Menurutnya, sulit mengembangkan sebuah lembaga yang masih terus dirundung masalah.
Suroto lantas menganalogikan koperasi sebagai pohon jati yang sedang tumbuh di antara semak belukar tebal. "Jati itu bisa mati. Jadi, dibersihkan dululah semak belukarnya," tuturnya.
Sayangnya, dia menduga, Menteri Teten sepertinya tak bernyali untuk membubarkan rentenir dan koperasi abal-abal.
RIRI RAHAYU