Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah atau Walhi Sulteng bakal menggelar aksi turun ke jalan besok Senin, 19 Februari 2024. Aksi bertajuk "Hilirisasi dan Kecelakaan Kerja yang Tidak Ada Akhirnya di Sulawesi Tengah" ini dilakukan sebagai respons atas penetapan dua pekerja sebagai tersangka kasus ledakan smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS).
"Besok kami akan aksi di Disnaker (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) dan Polda Sulteng. Kami juga mendesak hasil investigasi di-publish ke publik," kata Kepala Departemen dan Advokasi Walhi Sulteng Aulia Hakim ketika dikonfirmasi Tempo, Minggu, 18 Februari 2024.
Aulia menyatakan Walhi Sulteng keberatan dengan penetapan dua tenaga kerja asing atau TKA Cina dalam kasus ledakan smelter di PT ITSS. Diberitakan sebelumnya, ledakan di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah, itu terjadi pada Minggu, 24 Desember 2023. Insiden itu menewaskan 21 pekerja.
Menurut Aulia, mestinya hukuman diberikan kepada manajemen atau perusahaan. "Mereka yang bertanggung jawab atas seluruh aktivitas kerja di dalamnya, termasuk nyawa pekerja," kata Aulia ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 16 Februari 2024. Sedangkan pekerja, kata dia, hanya bekerja atas instruksi atasan.
Namun pada 10 Februari 2024, Polda Sulteng menetapkan dua TKA Cina sebagai tersangka. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono mengatakan kedua tersangka ialah pekerja berinisial ZG dan Z. ZG merupakan pengawas keuangan atau supervisor furnance PT. Zhao Hui Nikel, yang dimintta untuk membantu PT ITSS. Sedangkan Z menjabat sebagai Wakil Supervisor PT Ocean Sky Metal Indonesia atau OSMI.
Selanjutnya: Pemicu ledakan versi Walhi Sulteng
Berdasarkan temuan Walhi Sulteng di lapangan, ledakan PT ITSS dipicu penggunaan oxy asetyline. Oxy asetyline merupakan las pembakaran C2H2 dengan O2 dari gas asetilin yang sangat kuat membelah besi logam dan baja. "Ledakan terjadi karena gas asetilin terkontaminasi dengan cairan nikel setelah dinding tungku mengeluarkan cairan tersebut, yang masih sangat panas," ujar Aulia.
Penggunaan las asetilin itu, kata Aulia, juga disebabkan absennya pengawas dari petugas safety yang mestinya mengawasi berlangsunya proses pekerjaan untuk meminimalisir risiko. Menurut pengakuan pekerja, Aulia menuturkan, ledakan smelter bisa dicegah jika ada pengawas safety karena mereka akan melarang penggunaan las asetilin.
Tak cuma absennya petugas safety, menurut Aulia pekerjaan perbaikan tungku juga dilakukan tanpa surat izin kerja dari supervisor. Padahal, dokumen izin tersebut didukung didukung dokumen lain, seperti Job Safety Analysis (JSA) dan toolbox checklist ketika bekerja di areal yang memiliki risiko tinggi dan di ruangan terbatas.
"Kategori pada pekerjaan di smelter ialah Hot Work Permit dan Cold Work Permit. Jika dasar dokumen ini dipakai dalam prosedur pekerja, las Oxy asetilin tidak akan digunakan," tutur Aulia.
Temuan Walhi Sulteng lainnya adalah tidak adanya jalur evakuasi dan hydrant di area kejadian ledakan. Padahal, Aulia berujar, area smelter merupakan lingkungan keja berisiko tinggi karena ada gas, listrik tegangan tinggi dan api pembakar. Ketersediaan hydrant dan jalur evakuasi pun ia nilai sebagai kebutuhan medasar.
"Kami temukan di lapangan hanya ada satu tangga," kata Aulia. Minimnya fasilitas disinyalir menjadi penyebab banyak korban berjatuhan. "Karena sebagian besar korban, apalagi yang meninggal di tempat, karena terjebak. Orang gesek-gesekan, apalagi jarak lantai satu ke atas ada 8 meter."
Tempo berupaya mengonfirmasi PT IMIP soal standar operasional prosedur (SOP) perbaikan tungku smelter, absennya petugas safety dan pengunaan las asetilin, serta tidak adanya jalur evakuasi dan hydrant di area kejadian. Namun, Media Relations Head PT IMIP Dedy Kurniawan enggan memberikan jawaban."Silakan konfirmasi ke kepolisian, ya. Terima kasih," kata Dedy melalui pesan WhatsApp, Jumat, 16 Februari 2024.
Tempo juga beberapa kali menanyakan hasil investigasi ledakan smelter PT ITSS ke Kementerian Ketenagakerjaan. Namun hingga laporan ini ditulis, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang tidak menjawab pertanyaan yang disampaikan melalui WhatsApp.
Namun sebelumnya, Haiyani sempat mengatakan bahwa jika terbukti ada kelalaian dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3), PT IMIP ataupun PT ITSS berpotensi mendapat sanksi. "Ya, tentu," kata Haiyani ketika dikonfirmasi Tempo pada Minggu, 24 Desember 2023.
Pilihan Editor: Walhi Sulteng Beberkan Temuan Pemicu Ledakan Smelter di PT ITSS: Harusnya Perusahaan Dijatuhi Hukuman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini