Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

ESDM Terbitkan Aturan PLTS Atap, Potensi Investasi Capai Rp 63 Triliun

Kementerian ESDM menyebutkan pembangunan fisik PLTS Atap ini berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45-63,7 triliun.

23 Januari 2022 | 13.39 WIB

Petugas membersihkan panel surya yang berada di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Irigasi Tanjung Raja yang dibangun melalui dana CSR PT Bukit Asam Tbk di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis 18 November 2021. PLTS yang memiliki kapasitas sebesar 16 kilowatt tersebut dipergunakan untuk menghidupkan pompa air yang menyalurkan air dari Sungai Enim ke lahan persawahan milik warga yang berjarak sekitar satu kilometer dengan ketinggian sekitar 30 meter. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Perbesar
Petugas membersihkan panel surya yang berada di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Irigasi Tanjung Raja yang dibangun melalui dana CSR PT Bukit Asam Tbk di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis 18 November 2021. PLTS yang memiliki kapasitas sebesar 16 kilowatt tersebut dipergunakan untuk menghidupkan pompa air yang menyalurkan air dari Sungai Enim ke lahan persawahan milik warga yang berjarak sekitar satu kilometer dengan ketinggian sekitar 30 meter. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah resmi menerbitkan aturan baru terkait pembangkit listrik tenaga surya atap (PLTS Atap).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Dadan Kusniada, mengatakan, regulasi baru tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya untuk memperbaiki tata kelola dan keekonomian PLTS Atap.

Peraturan ini juga terbit untuk merespons dinamika yang ada dan memfasilitasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan, termasuk mengakomodasi masyarakat yang ingin berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap ini dapat dilaksanakan dan telah didukung oleh seluruh stakeholder sesuai hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Januari 2022" ujar Dadan melalui siaran pers yang dikutip, Ahad, 23 Januari 2022.

Adapun sejumlah substansi pokok yang tertuang dalam regulasi ini di antaranya berupa kenaikan ketentuan ekspor kWh listrik dari 65 persen menjadi 100 persen. Kelebihan akumulasi selisih tagihan juga dinihilkan dan diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan.

Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat yakni 5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL. Selain itu, ada juga peluang dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap.

Terakhir, perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja, tetapi termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).

Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga 2025 akan berdampak positif.

Potensi serapan tenaga kerja dalam pembangunan fisik PLTS Atap ini ditaksir mencapai 121.500 orang dan berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45 triliun sampai Rp 63,7 triliun.

Adapun pembangunan fisik PLTS Atap ini diproyeksikan bisa menghasilkan pengadaan kWh Exim sebesar Rp 2,04 triliun sampai dengan Rp 4,1 triliun.

Pembangunan PLTS atap tersebut juga diharapkan bisa mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan makin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Perkembangan PLTS atap dapat pula mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global.

Tak hanya itu, kebijakan soal PLTS ini menciptakan potensi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mencapai 4,58 juta ton CO2e. Dengan begitu Indonesia berpeluang memperoleh penerimaan dari penjualan nilai ekonomi karbon sebesar Rp 60 miliar per tahun dengan asumsi harga karbon US$ 2 per ton CO2e.

BISNIS

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus