Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengkritik pemerintah yang tidak mengutamakan kesejahteraan petani dalam mengambil kebijakan tentang pangan, termasuk mengatur harga eceran tertinggi (HET). Selama ini pemerintah dianggap terlalu berfokus pada konsumen perkotaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Yang penting ini nasib petani. Tapi ini yang kurang dapat perhatian. Pemerintah cenderung mengutamakan konsumen perotaan yang suka nyiyir kalau harga naik,” ujar Faisal dalam webinar, Kamis, 26 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Faisal mencontohkan dalam mengatur harga beras, pemerintah memiliki patokan berdasarkan harga dasar atau floor price dan harga plafon atau ceiling price. Floor price merupakan instrumen yang digunakan untuk mengantisipasi pendapatan petani tidak anjlok ketika panen raya dan menjaga supaya pendapatan petani stabil.
Sedangkan ceiling price adalah pengaturan harga eceran beras untuk menjaga agar harga kebutuhan pokok masyarakat tidak menggerus daya beli dan inflasi. Seringnya, kata Faisal, pemerintah mengenakan harga floor price di bawah harga keseimbangan bila harga komoditas mengalami fluktuasi. Sedangkan ceiling price-nya cenderung konstan atau tetap terganggu.
Selain itu, saat ini pemerintah dianggap manasuka dalam menentukan harga pokok produksi atau HPP. “Kalau di masa lalu petani punya kepastian, pemerintah mngumumkan HPP misalnya bulan Oktober menjelang musim tanam. Kalau sekarang HPP ditentukan suka-suka, jadi petani mau menanam mikir dulu harga produksi masuk atau enggak,” katanya.
Di sisi lain, Faisal melihat pemerintah hanya memiliki polisi kebijakan untuk pasar, yaitu Satgas Pangan. Satgas Pangan berorientasi kepada konsumen, namun kerap tidak memberikan perlindungan kepada petani. Agar seimbang, kata Faisal, seharusnya pemerintah juga memiliki Satgas Pengadaan Beras yang melindungi agar harga beras di tingkat petani tidak jatuh saat panen raya.
Faisal juga melihat bahwa petani acap menjadi korban kebijakan dari karut-marut permasalahan pangan. Saat ini pun, petani dianggap masih jauh dari tingkat kesejahteraan dengan nilai tukar petani atau NTP yang tidak naik signifikan. Bahkan pada Juli 2020, NTP cenderung mengalami penurunan 0,11 persen menurut data Badan Pusat Statistik.
Dia berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani “Kalau petani keren, kedaulatan pangan tercapai,” kata Faisal Basri.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA