Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo alias Hary Tanoe, mengaku heran dengan alasan pemerintah menghentikan siaran TV analog atau analog switch off (ASO) di wilayah Jabodetabek. Kebijakan dengan payung hukum Undang-Undang Cipta Kerja itu dilakukan pada Rabu, 2 November 2022, tepat pukul 24.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya merasa heran dengan ASO hanya wilayah Jabodetabek dengan alasan perintah UU. Dikatakan sebagai perintah UU, padahal perintah UU Cipta Kerja adalah ASO nasional, bukan hanya ASO Jabodetabek,” ujar dia lewat keterangan yang diunggah di akun Instagram-nya pada Jumat, 4 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hary melanjutkan, melihat status payung hukumnya, beleid itu sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam perkara gugatan uji formil. Dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2022, MK menyatakan menangguhkan segala tindakan/ kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ketua Umum Partai Perindo itu mengimbuhkan dilihat dari sisi hukum, kebijakan ASO janggal. Menurut dia, Kominfo menggunakan standar ganda, yakni, wilayah Jabodetabek mengikuti perintah UU (ASO). Sedangkan wilyah di luar Jabodetabek mengikuti Keputusan MK yang membatalkan ASO.
Lebih lanjut, Hary berkukuh migrasi TV analog ke TV digital akan merugikan masyarakat. “Sebagaimana kita ketahui 60 persen penduduk Jabodetabek masih menggunakan TV analog,” ucap dia.
Baca juga: Kominfo Resmi Hentikan Siaran TV Analog
Hary Tanoe mulai mematikan siaran TV analog miliknya, RCTI, MNCTV, iNews, dan GTV, pada Jumat, 4 November 2022. Keputusan itu dilakukan karena adanya permintaan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD agar pelaksanaan ASO diikuti oleh seluruh stasiun penyiaran.
Menurut Hary, permintaan tersebut tetap dilaksanakan meski belum ada surat tertulis yang diterima MNC Group terkait dengan pencabutan izin siaran analog di wilayah Jabodetabek untuk mendukung program ASO. “Sehingga, secara hukum tidak ada kewajiban kami untuk melakukan ASO,” ucap dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan kebijakan ASO merupakan amanat dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang sudah dibicarakan sebelumnya.
“Semua cukup berjalan efektif, hanya ada beberapa televisi swasta yang sampai sekarang “tidak mengikuti” atau “membandel” atas keputusan pemerintah ini. Yaitu RCTI, Global TV, Global TV, MNC TV, iNewsTV, ANTV dan tadi juga terpantau TV One, serta cahaya TV,” ujar dia melalui siaran YouTube Kemenko Polhukam, Kamis, 3 November 2022.
Mahfud mengingatkan kebijakan ini sudah lama disiapkan dan dikoordinasikan termasuk dengan semua pemilik TV yang ada di Indonesia. Karena itu, kata dia, untuk perusahaan TV yang membandel, pemerintah sudah membuat surat pencabutan izin stasiun radio atau ISR bertarikh 2 November.
“Mohon agar ini ditaati, agar pemerintah tidak perlu melakukan langkah-langkah yang sifatnya polisionel daripada sekadar administratif,” kata dia.
Mahfud pun menegaskan bahwa ASO adalah keputusan dunia internasional yang diputuskan International Telecommunication Union (ITU) belasan tahun lalu. Kemudian di negara ASEAN, dia berujar, tinggal Indonesia dan Timor Leste yang belum melakukannya.
“Di dalam UU kita sendiri juga sudah dicantumkan dan sudah menjadi kebijakan resmi pemerintah. Itu pun sudah dimusyawarahkan melalui koordinasi berkali-kali dengan pembagian tugas,” ucap Mahfud.
Kominfo sebelumnya memberlakukan ASO di 222 titik, termasuk Jabodetabek. Kominfo memastikan penerapannya akan diperluas secara bertahap.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.