Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anak usaha PT Indofarma Tbk yakni PT Indofarma Global Medika terjerat pinjaman online atau pinjol sebesar Rp1,26 miliar, demkian hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum lama ini.
Temuan BPK terkait pinjol itu menyebutkan bahwa pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp1,26 miliar.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), sebagai induk perusahaan farmasi negara, Shadiq Akasya, mengakui soal pinjol bukan satu-satunya masalah yang membelit Indofarma.
Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024, Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terhadap Indofarma dan anak usahanya Indofarma Global Medika berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
Pertama, terkait transaksi Fast Moving Consumer Goods.
"Kami sampaikan juga supaya ada keterbukaan dari kami bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp157,3 miliar," katanya.
Kedua, Indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus.
Temuan ketiga yakni indikasi kerugian Indofarma Global Medika atas penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke. Lalu indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.
Kasus keempat, adalah indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian Indofarma Global Medika sekitar Rp24 miliar.
Temuan kelima dan keenam yakni kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp4,50 miliar atas pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.
Temuan ketujuh terkait masker. Usaha masker tanpa perencanaan yang memadai itu, berindikasi fraud dengan kerugian sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kasus dugaan korupsi Indofarma berdasar temuan BPK
Kasus | Nilai | |
1 | Pinjol | 1.260.000.000 |
2 | Fast Moving Consumer Goods | 157.300.000.000 |
3 | Pencairan deposito beserta bunga atas nama pribadi | 35.000.000.000 |
4 | Penggadaian deposito beserta bunga | 38.000.000.000 |
5 | Pengembalian uang muka masuk rekening pribadi | 18.000.000.000 |
6 | Pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi | 24.000.000.000 |
7 | Kerja sama distribusi alat kesehatan | 4.500.000.000 |
8 | Pembayaran melebihi nilai invoice | 10.430.000.000 |
9 | Usaha masker tanpa perencanaan | 2.670.000.000 |
10 | Penurunan nilai persediaan masker | 60.240.000.000 |
11 | Pembelian dan penjualan Rapid Test tanpa perencanaan jelas | 56.700.000.000 |
12 | Pembelian dan penjualan PCR Kit tanpa perencanaan jelas | 5.980.000.000 |
13 | Piutang macet PT Promedik | 9.170.000.000 |
Jumlah | 423.250.000.000 |
Temuan kedelapan dari BPK adalah pembelian dan penjualan Rapid Test Panbio Indofarma Global Medika tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian sebesar Rp56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik.
Temuan kesembilan adalah Indofarma melaksanakan pembelian dan penjualan PCR Kit Covid-19 Tahun 2020/2021 tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit Covid-19 yang kedaluearsa.
"Inilah yang disampaikan BPK, kami sampaikan kembali kepada bapak dan ibu sekalian," kata Shadiq Akasya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Upaya Penyelamatan Indofarma
PT Bio Farma (Persero) sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi fokus pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan membantu dalam hal project financing guna membantu operasional Indofarma.
"Proses Indofarma itu sekarang memang sedang PKPU, jadi kami mengikuti dulu prosesnya dengan PKPU. Beberapa kondisi kami juga sudah membantu dalam hal project financing kepada Indofarma," ujar Shadiq Akasya.
Dia mengatakan bahwa sejak pertengahan tahun lalu Bio Farma membantu pembiayaan proyek dengan keuntungannya bisa diberikan untuk operasional Indofarma.
"Jadi sejak pertengahan tahun lalu ada beberapa proyek yang sifatnya adalah one shot kita biayai dari Bio Farma kemudian nanti hasil keuntungannya bisa diberikan untuk operasional daripada Indofarma sendiri," katanya.
Ke depannya, Bio Farma selaku induk Holding BUMN Farmasi akan mempertimbangkan seandainya ada beberapa proyek yang bisa dibiayai.
"Sejak beberapa bulan ini kami mendukung untuk pembayaran-pembayaran operasional, salah satunya dengan mengambil keuntungan. Kalau untuk ke depan, kami akan mempertimbangkan juga seandainya ada proyek-proyek yang bisa kita biayai," kata Shadiq Akasya.
Beberapa proyek tersebut, lanjutnya, bisa didapatkan dari Kementerian Kesehatan atau perusahaan-perusahaan lainnya.
"Tadi kita juga berdiskusi ada beberapa proyek yang kemungkinan bisa didapatkan dari Kementerian Kesehatan atau perusahaan lain. Kita akan support untuk di situ," ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan rasionalisasi dan perbaikan terhadap keuangan Indofarma untuk meningkatkan kinerja perusahaan farmasi tersebut.
Sebelumnya diberitakan PT Indofarma Tbk (INAF) mengakui belum melakukan pembayaran gaji karyawan untuk periode Maret 2024. Hal itu dikarenakan perusahaan farmasi berpelat merah ini mengalami permasalahan finansial.
Direktur Utama Indofarma Yeliandriani menyampaikan bahwa perseroan belum memiliki kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran upah karyawan.
ANTARA