Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Manufaktur Tumbuh di Tengah Tekanan

Pertumbuhan industri pengolahan melambat karena permintaan global dan domestik tertekan.

29 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pertumbuhan PDB manufaktur pada kuartal III 2023 hanya 5,02 persen.

  • Kinerja subsektor TPT diproyeksikan negatif 2 persen.

  • Pelaku usaha menahan barang di gudang untuk didistribusikan pada tahun depan.

AWAN kelabu masih membayangi kinerja sektor industri manufaktur atau industri pengolahan nonmigas Indonesia pada 2023. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas pada kuartal III 2023 hanya 5,02 persen. Angka tersebut di bawah target yang dicanangkan pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah 2023, yakni sebesar 5,5-5,9 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu subsektor industri manufaktur yang tertekan adalah tekstil dan produk tekstil (TPT). Kinerja industri TPT melambat sejak kuartal III 2022 dan tumbuh negatif pada 2023. "Kinerja subsektor TPT diproyeksikan negatif 2 persen," kata Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Situasi itu, menurut Redma, membuat kinerja manufaktur diperkirakan tumbuh melambat sepanjang 2023. Di sisi lain, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja juga bakal kian turun. Pada 2013, kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB sebesar 17,74 persen. Sementara itu, hingga triwulan III 2023, kontribusi tersebut turun menjadi 16,83 persen.

Redma menuturkan industri TPT pada 2022 sebenarnya sempat tumbuh dan pulih pasca-pandemi Covid-19. Namun, memasuki 2023, industri TPT kembali tumbuh negatif akibat konflik geopolitik dan banjirnya barang impor di pasar domestik. Utilisasi pabrik tekstil dari hulu ke hilir pada kuartal IV 2023 hanya 45 persen. 

Ditinjau dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2023 yang dirilis Kementerian Perindustrian kemarin, industri TPT memang menjadi salah satu subsektor yang mengalami kontraksi. Selain tekstil, subsektor yang mengalami tekanan adalah komputer, barang elektronik, dan optik; karet dan plastik; mesin; percetakan; kayu, barang kayu, dan gabus; barang galian bukan logam; serta industri pengolahan lainnya.

Aktivitas pekerja di pabrik busana muslim kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, 30 Maret 2023. Tempo/Tony Hartawan

Indeks Kepercayaan Industri Melemah  

Secara keseluruhan, IKI pada Desember 2023 turun 1,11 poin menjadi 51,32 dibanding pada November yang sebesar 52,43. Meski demikian, angka ini naik 0,42 poin dari Desember 2022. "Pangsa 15 subsektor yang mengalami ekspansi terhadap PDB industri pengolahan nonmigas triwulan III 2023 sebesar 86,3 persen," kata juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri. 

Variabel pesanan baru dan produksi dalam IKI mengalami ekspansi walau skornya lebih rendah dari bulan lalu, yakni masing-masing 53,44 dan 53,86. Sementara itu, variabel persediaan produk masih terkontraksi dengan skor 42,21. 

Penurunan ekspansi pada variabel pesanan baru, menurut Febri, disebabkan oleh turunnya pesanan domestik dan luar negeri. Selain itu, beberapa responden menyebutkan penurunan ekspansi disebabkan oleh daya saing harga di dalam negeri. 

Adapun penurunan ekspansi pada variabel produksi terutama disebabkan oleh turunnya pesanan. Faktor lainnya adalah masih banyaknya produk, ketersediaan bahan baku, dan faktor musiman. Sedangkan kontraksi persediaan produk yang semakin dalam menandakan terjadinya peningkatan stok produk pada industri pengolahan. 

"Memang ada responden yang mengatakan produk mereka tidak diserap karena turunnya permintaan dari Cina. Secara global juga banyak industri yang mengurangi produksi karena kenaikan harga energi," ujar Febri. 

Kondisi itu membuat beberapa pelaku menahan barang di gudang untuk didistribusikan tahun depan. Meski demikian, peluang barang-barang tersebut terserap pasar masih ada karena responden menyatakan permintaan baru dan produksi masih banyak. "Industri bersiap menjual barang lebih banyak tahun depan."

Karena itu, Kementerian Perindustrian pun menilai secara umum optimisme pelaku usaha dalam memandang kondisi usaha enam bulan ke depan masih baik karena meningkat dari 61,4 persen pada November menjadi 62,4 persen pada Desember 2023. Mayoritas pelaku industri menyatakan keyakinannya akan kondisi pasar yang bakal membaik, terutama karena adanya beberapa momentum besar, seperti pemilu, hari raya, dan hari libur, yang meningkatkan permintaan produksi manufaktur.

Ihwal IKI, Redma mengingatkan bahwa responden yang dihimpun pemerintah adalah perusahaan-perusahaan yang bertahan di tengah tekanan. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang bangkrut tidak lagi dijadikan responden. "Mereka tidak dihitung. Yang dihitung hanya pabrik yang jalan, jadi indeksnya tetap tinggi."

Kinerja Melempem Industri Manufaktur

Optimisme di Tengah Tekanan

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan para pelaku usaha masih optimistis bisa berekspansi dan berinvestasi pada 2024 meskipun terdapat ketidakpastian yang lebih tinggi karena transisi kepemimpinan. Ia menyebutkan pengusaha masih memandang adanya peluang peningkatan permintaan produk manufaktur akibat kampanye dan pemilu hingga hari raya, seperti Imlek, Ramadan, dan Lebaran.

Bukan hanya peluang permintaan yang meningkat, faktor ketidakpastian juga naik karena permintaan ekspor manufaktur kemungkinan besar melemah akibat perlambatan ekonomi global serta faktor eksternal lain yang membebani biaya overhead dan daya saing usaha. Hal ini, kata Shinta, bisa menahan laju pertumbuhan konsumsi produk manufaktur, khususnya konsumsi produk durable goods, seperti produk otomotif.

"Optimisme pelaku usaha untuk melakukan ekspansi masih cukup besar selama stabilitas, certainty, dan predictability iklim usaha bisa dipertahankan serta daya beli pasar domestik dijaga," ujarnya. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai hal lain yang perlu diantisipasi industri manufaktur ialah biaya produksi di hulu yang tertekan inflasi, meskipun diperkirakan lebih kendor dari tahun ini. Toh, indeks harga produsen juga sudah lebih rendah dari indeks harga konsumen. 

Namun biaya produksi secara umum masih dalam level yang cukup menantang karena biaya energi, biaya buruh, dan biaya logistik masih lebih tinggi. Adapun dari sisi pasar di dalam negeri, kata Faisal, kinerja penjualan industri yang berorientasi pasar domestik melambat.    

"Beberapa jenis industri yang terkontraksi pada umumnya merupakan industri selain makanan minuman. Sedangkan penjualan di tingkat peretail berkurang secara tahunan pada tahun ini," ucapnya. Sementara itu, negara tujuan ekspor juga mengalami perlambatan,  terutama Cina dan Amerika Serikat. Karena itu, ada potensi penurunan dari perlambatan pasar ekspor. 

Faisal mengatakan pemerintah perlu mengantisipasi kondisi tersebut, terutama dalam hal pemberian insentif. Pemerintah juga perlu tetap mendorong pasar ekspor melalui diversifikasi pasar ke negara non-tradisional. "Di samping itu, perlu ada peningkatan akses pasar dalam negeri untuk industri manufaktur."

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus