Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Pengadilan Australia Putus Bersalah, Ini Penjelasan Garuda ke BEI

Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair.

11 Juni 2019 | 08.15 WIB

Ilustrasi Garuda Indonesia. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Perbesar
Ilustrasi Garuda Indonesia. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. memberikan penjelasan ke Bursa Efek Indonesia atau BEI terkait dengan kasus price fixing dan putusan denda yang dilayangkan oleh pengadilan Australia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam penjelasannya, manajemen emiten berkode saham GIAA itu menyebutkan bahwa kejadian tersebut merupakan kasus yang terjadi sejak kurun 2003 hingga 2006 lalu. Keputusan pengadilan itu juga belum berkekuatan hukum tetap, karena masih ada proses banding yang bisa dilakukan.

Sebelumnya, Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menuduh 15 maskapai, termasuk Garuda Indonesia, telah melakukan kesepakatan dan price fixing untuk rute pengangkutan kargo menuju yurisdiksi Australia. Namun, hanya Garuda Indonesia dan Air New Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak di tingkat pertama di Federal Court sampai dengan Kasasi ke High Court Australia.

Adapun, 13 maskapai lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dan telah dikenai denda dan jumlah ganti rugi mulai dari AU$3 juta hingga AU$ 20 juta.

Pada 31 Oktober 2014,  Federal Court NSW menolak gugatan ACCC (dalam hal ini menguntungkan Garuda) dengan pertimbangan pasar yang bersangkutan adalah di Indonesia. Namun dalam pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan ACCC dengan doktrin effect selanjutnya Garuda Indonesia dan Air New Zealand dinyatakan bersalah atas tuduhan price fixing.

Pada 30 Mei 2019, Federal Court Australia menjatuhkan putusan, dan Garuda Indonesia Air-Air New Zealand dikenakan denda sebesar AU$ 19 juta. Selain itu masakapai diminta untuk membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC.

“Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah melakukan praktek tersebut dalam bisnisnya, dan tuduhan ini tidak patut dikenakan kepada Garuda Indonesia sebagai BUMN yang merupakan salah satu instrument negara Republik Indonesia,” tulis manajemen dala keterangannya kepada BEI, Senin, 10 Juni 2019.

Denda dalam perkara tersebut, kata manajemen, seharusnya tidak lebih dari AU$ 2,5 juta. Hal itu dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar US$ 1,09 juta dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar US$ 656,000.

Terkait dengan putusan pengadilan Australia tersebut, Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi secara intens dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia sejak 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional dan Kementerian Luar Negeri sejak 2016 karena kasus hukum ini menyangkut interstate diplomacy.

BISNIS

 

 
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus