Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggenjot budi daya rajungan untuk mengakomodir permintaan ekspor yang meningkat. Salah satu caranya dengan mendampingi pengelola rajungan lokal untuk mendapat keterampilan teknis soal teknologi pembenihan seafood mirip kepiting itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu mengatakan budi daya merupakan langkah strategis dalam menjaga ekosistem rajungan. Dia khawatir permintaan pasar yang begitu tinggi dapat memicu terjadinya penangkapan rajungan secara berlebihan di alam liar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, kata Haeru, budidaya rajungan juga mampu memperkuat stabilitas perekonomian masyarakat pesisir. Sebab hewan ini berada di urutan keempat pada komoditas ekspor utama Indonesia ke sejumlah negara di dunia. “Sehingga penting restocking dan mendorong kegiatan budi daya di masyarakat,” kata Haeru melalui keterangan resminya, dikutip Selasa, 13 Mei 2025.
Menurut Haeru, pendapatan ekonomi dari rajungan-kepiting memberikan di pasar ekspor mencapai US$ 512,35 juta atau sekitar 8,6 persen dari total ekspor perikanan Indonesia pada tahun lalu. Angka ini disebutnya akan terus bertambah menyusul permintaan rajungan yang tinggi di pasar global.
Haeru membeberkan salah satu upaya KKP dalam budi daya ini, semisal berkolaborasi dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) yang sudah berjalan sejak setahun terakhir. Dia menyebut kolaborasi ini berhasil melewati tahap pembenihan dari fase zoea atau larva yang baru menetas, menjadi megalopa atau rajungan yang sudah memiliki capit dan kaki.
Setali tiga uang, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmen kementeriannya dalam pengembangan budi daya perikanan. Caranya dengan mendukung budidaya rajungan yang termasuk dalam lima komoditas unggulan ekspor itu. Menurut dia, budi daya ini mampu memaksimalkan peluang pasar sekaligus menjaga keberlanjutan habitat perikanan di alam liar.
Pilihan Editor: Danantara Menunda RUPS BUMN. Apa Risikonya?