Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aplikasi Ula bisa dipakai pedagang untuk membeli stok barang.
Salah satu fiturnya memungkinkan pemesanan ulang hanya dengan sekali klik.
Ula sudah menggalang pendanaan pembuka sebesar Rp 148 miliar.
JAKARTA – Niat Derry Sakti untuk mengenalkan teknologi kepada pedagang tradisional muncul sejak dia bekerja di Procter and Gamble, produsen produk kebutuhan harian konsumen asal Amerika Serikat. Dengan pengalaman bisnis selama 10 tahun sejak Oktober 2009 di perusahaan tersebut, lulusan Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu merancang perusahaan rintisan digital untuk mendukung usaha pengecer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsep itu kemudian dia matangkan bersama Nipun Mehra, pekerja e-commerce Flipkart dari India. "Kami ingin menyediakan informasi, menentukan harga yang transparan, serta memilih produk yang lebih luas bagi peretail,” kata Derry melalui pesan tertulis kepada Tempo, Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan dengan Nipun, yang sudah dua tahun bekerja di perusahaan teknologi itu, tak sia-sia. Nipun pernah memimpin divisi penjualan produk berharga murah yang volume penjualannya tinggi. Rembuk ide di antara kedua orang itu pada awal tahun lalu akhirnya melahirkan Ula, perusahaan rintisan penyedia sistem rantai pasok, distribusi, serta pembukuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Aplikasi Ula. Foto: Diolah dari Pexels/Element Digital
Menurut Derry, yang kini menjadi Chief Commercial Officer Ula, butuh usaha ekstra bagi peretail konvensional untuk merambah ke bisnis daring. Meski hampir semua orang sudah memakai telepon seluler pintar pada 2020, UMKM retail di Indonesia masih bekerja secara manual. Akibatnya, akses penjualan mereka minim. Mereka juga kesulitan menyeleksi produk terbaik untuk dijadikan stok.
"Ide dan rencana kami dirancang berdasarkan kebutuhan setelah berbincang dengan ratusan peretail dari berbagai kategori dan wilayah,” kata Derry.
Untuk menambah ide segar, mereka lantas menggandeng Alan Wong, Chief Technology Ula, yang merupakan teman lama Nipun saat berada di tim teknologi rantai pasok Amazon cabang Seattle. Derry pun mengajak Riky Tenggara yang dianggap memahami pasar retail untuk menjadi Chief Operating Officer. Para co-founder pun membangun tim yang juga diisi anggota dari tujuh negara, mayoritas dari Indonesia.
"Kami memutuskan memulai bisnis dari Surabaya,” ujar Derry. Permintaan retail di kota tersebut tinggi. Tapi volume pemasok masih jauh di bawah Jakarta. Tanpa harus dipusingkan oleh kompetisi karena minim pesaing di sana, manajemen Ula bisa berfokus mendigitalkan bisnis harian peretail kecil.
Aplikasi Ula bisa dipakai pedagang untuk membeli stok barang. Sepanjang 2020, Ula membangun dan mengembangkan sistem yang menghemat durasi pasokan barang. Salah satu fiturnya memungkinkan pemesanan ulang hanya dengan sekali klik agar pengguna tak repot memesan barang yang sama ketika mengisi ulang stok. Melalui Ula, peretail pun bisa mendaftarkan dan menjual produknya. Fitur ini belakangan diperkuat oleh staf penjualan yang berinteraksi langsung dengan pembeli.
Tak dimungkiri, bisnis Ula yang masih anyar itu turut terimbas pandemi Covid-19. Selain karena banyak peretail yang tutup toko, perusahaan kesulitan mencari stok barang. "Misalnya saat Pasar Tanah Abang tutup. Tapi tentu kami harus mengutamakan keamanan kolega,” kata Derry.
Manajemen akhirnya berbisnis dari pintu ke pintu, baik soal suplai barang maupun distribusinya, karena terbatasnya pasar tradisional. "Selain stok 1-2 pekan seperti yang biasa diambil pengguna, kami menyediakan modal kerja dan pilihan pemesanan stok 2-3 hari.”
Manajemen berhasil menggalang pendanaan pembuka hingga US$ 10,5 juta atau sekitar Rp 148 miliar dari pemodal ternama, seperti Sequoia India dan Lightspeed India. Juga SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Dalam pendanaan putaran kedua, perusahaan mengumpulkan dana US$ 20 juta atau sekitar Rp 281 miliar.
Ula masih akan memperluas layanan ke berbagai wilayah. “Kami akan bekerja dengan lebih dari 100 merek lokal dan internasional, membawa mereka lebih dekat ke warung-warung,” kata Derry.
*
Profil
Nama: Ula
Awal berdiri: Januari 2020
Sektor usaha: e-commerce B to B
Co-founder:
- Nipun Mehra, CEO
- Alan Wong, CTO
- Derry Sakti, CCO
- Riky Tenggara, COO
Pendanaan: Lightspeed, Sequoia India, B Capital Group, Quona Capital, Saison Capital, SMDV, Alter
Alamat: WeWork Revenue Tower, Lantai 20, SCBD, Jln. Jenderal Sudirman Nomor 52-53, RT 5/RW 3, Senayan, Jakarta Selatan
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo