Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha di sektor pertambangan batu bara khawatir stok ban alat berat yang kian menipis saat ini berdampak pada terganggunya kegiatan operasional dan produksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Jika pasokan ban untuk alat berat terganggu maka kegiatan produksi batu bara juga akan terhambat akibat alat berat tidak dapat berproduksi. Dampak besarnya adalah selain batu bara yang diekspor akan terganggu, pasokan batu bara untuk PLN juga berpotensi terganggu,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hendra menyebutkan, kelangkaan ban alat berat pertambangan terjadi karena aktivitas impor ban off the road tersebut hingga saat ini belum bisa dilakukan. Ini membuat stok ban semakin menipis, bahkan sebagian sudah mengalami kekosongan.
Hendra berharap pemerintah bisa bersikap fleksibel dalam membuat kebijakan dengan melihat kondisi yang ada.
“Kami berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pengambilan diskresi terkait neraca komoditas, khususnya dalam hal jika terjadi kelangkaan ban yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Apabila ban jenis khusus tersebut belum dapat diproduksi di Indonesia, maka sebaiknya izin impornya dipermudah. Harapannya semoga saja ke depan ada investor yang bersedia memproduksi ban untuk alat berat dengan kualitas yang baik,” ujar Hendra.
Selanjutnya: Hendra kemudian menjelaskan bahwa cadangan....
Hendra kemudian menjelaskan bahwa cadangan atau stok ban yang tersisa saat ini hanya sampai dua bulan ke depan, bahkan ada yang kurang dari dua bulan.
APBI, yang juga anggota Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, telah menyampaikan permasalahan ini kepada pemerintah agar dapat ditindaklanjuti, karena berpotensi merugikan pelaku usaha. Padahal pelaku usaha tengah berupaya mendukung perekonomian dan tren harga komoditas sedang turun. Dampaknya juga akan dirasakan oleh pelaku usaha alat berat yang menjadi bagian dari ekosistem industri pertambangan.
“Potensi hambatan tersebut sebelumnya sudah pernah disampaikan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pemerintah telah melakukan beberapa pertemuan namun nampaknya tindak lanjut penyelesaian tidak mudah dikarenakan regulasi terkait impor yang kaitannya dengan regulasi neraca komoditas belum keluar,” terangnya lagi.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Gabungan Importir dan Pedagang Ban Indonesia (Gimpabi) Nora Guitet menjelaskan situasi yang terjadi saat ini berkaitan erat dengan dua regulasi, yakni PP Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian dan PP Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas.
Dalam PP No. 28 Tahun 2021, ada salah satu pasal yang menghambat importir untuk melakukan kegiatan impor. Ini kemudian berdampak pada kegiatan importasi ban, termasuk ban-ban yang digunakan di industri pertambangan. Sebagaimana diketahui, ban-ban untuk alat berat di pertambangan belum ada yang diproduksi dalam negeri, sehingga harus diimpor.
“Sementara banyak importir ban tambang ini pemegang API-U (importir umum) bukan API-P (importir produsen) sehingga sampai sekarang belum bisa mengimpor ban. Kami mendorong pemerintah agar aturan tersebut segera direvisi. Meski sudah berjalan namun sampai sekarang belum ada kejelasan kapan akan selesai,” kata Nora.
Selanjutnya: Terkait dengan PP No. 32 Tahun 2022....
Terkait dengan PP No. 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas, menurut Nora, beberapa minggu lalu sudah ada kejelasan bahwa ban tidak masuk dalam kelompok yang wajib masuk neraca komoditas. Karena itu, sekarang yang ditunggu dan diminta untuk dipercepat adalah revisi PP No. 28 Tahun 2021 agar kegiatan impor kembali bisa dibuka.
Nora menjelaskan dampak dari kebijakan ini, sudah sekitar enam bulan tidak bisa melakukan impor ban yang tidak diproduksi dalam negeri.
“Akibatnya tambang batu bara, nikel, emas dan lainnya sudah dalam tahap kekosongan ban,” tambah Nora.
Gimpabi berharap Kementerian Perindustrian segera merumuskan prosedur yang harus dipenuhi importir ban, bersamaan dengan revisi PP No. 28 Tahun 2021 yang sedang berjalan.
“Sehingga ketika revisi PP No. 28 Tahun 2021 selesai, aturan terkait syarat importir ban di Kementerian Perindustrian juga sudah siap. Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk kembali impor bisa lebih cepat,” jelas Nora.