Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan memperketat sanksi administrasi dan denda terhadap peserta yang menunggak pembayaran iuran. Total tunggakan pembayaran iuran sejak lembaga ini berdiri mencapai Rp 3,4 triliun. Sedangkan posisi piutang hingga hasil audit mutakhir tersisa Rp 1,7 triliun.
Baca: BPJS Kesehatan Buka Pendaftaran Melalui Telepon Care Center
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris, mengatakan sebagian besar tunggakan berasal dari segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau yang disebut peserta mandiri. "Kami kejar terus apa yang dicatatkan audit. Kami sudah analisis mana peserta yang mampu dan tak mampu," ujarnya, Selasa, 23 Mei 2017.
Baca: BPJS Kesehatan Jakarta Terlambat, Ahok: Ada Unsur Politik
Berdasarkan analisis BPJS, peserta menunggak lantaran ketidakmampuan membayar atau akses pembayaran yang terbatas. Padahal, menurut Fahmi, timnya telah memperluas jangkauan akses pembayaran, baik melalui jaringan bank pemerintah, retail, maupun perdagangan elektronik (e-commerce). Peserta yang tak mampu membayar akan dialihkan menjadi peserta kategori penerima bantuan iuran daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Dewan Pengawas BPJS, Roni Febrianto, mengatakan Badan Penyelenggara perlu memberlakukan sanksi pelayanan administrasi kepada penunggak iuran. Misalnya saat pengurusan paspor maupun pelayanan publik lainnya. "Secara bertahap, diberlakukan sanksi administrasi. Jika tidak, akumulasinya semakin besar," kata dia.
Menurut Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS, Bayu Wahyudi, timnya juga memantau badan usaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya atau tak patuh membayar iuran. Sedangkan peserta iuran dari pemerintah daerah yang tak patuh akan dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan hingga ke kejaksaan. "Kepala daerah juga bisa kena sanksi bila tidak melaporkan piutang iuran," kata dia.
BPJS mencatat 10 juta penunggak iuran berasal dari peserta pekerja bukan penerima upah. Kendati demikian, pendapatan iuran selama 2016 justru meningkat dibanding tahun sebelumnya. Penerimaan BPJS dari iuran saja mencapai Rp 67,4 triliun dari total pendapatan keseluruhan Rp 74,4 triliun. Total pendapatan tersebut telah ditopang oleh suntikan dana dari penyertaan modal negara sebesar Rp 6,8 triliun.
Sedangkan total pengeluaran BPJS Kesehatan pada tahun lalu mencapai Rp 73,89 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 67,2 triliun adalah realisasi biaya manfaat jaminan kesehatan.
Untuk menutup defisit, BPJS pada tahun ini akan menerima penyertaan modal negara sebesar Rp 3,6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017. "Cash flow defisit tahun ini Rp 3,6 triliun. Selama ini, iuran tidak seimbang dengan hitungan aktuarianya," kata Fahmi.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengatakan BPJS dapat memanfaatkan penerimaan pajak, cukai rokok, atau sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) untuk menutup defisit. "Katakan daerah punya dana pajak dan cukai tidak dipakai, itu bisa untuk kontribusi pendanaan BPJS," kata dia.
PUTRI ADITYOWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini