Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Zahra Murad membeberkan sejumlah hambatan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam mengadopsi teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Masalah yang utama bagi pelaku UMKM adalah mindset (pola pikir) yang masih tradisional," ucapnya dalam diskusi publik yang diselenggarakan Indef secara virtual pada Jumat, 10 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hambatan-hambatan itu tercermin dalam hasil wawancaranya dengan beberapa mitra binaan UKM Center FEB UI. Zahra mengungkapkan banyak mitra binaan UKM Center FEB UI yang merasa cukup dengan sistem bisnis yang mereka kerjakan. Pelaku usaha beranggapan, dengan cara tradisional yang mereka tempuh pun, mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan menyekolahkan anak.
Kemudian faktor penghambat lain adalah rendahnya literasi finansial. Zahra menuturkan tidak hanya literasi digital pelaku UMKM yang rendah, responden yang ia wawancarai pun belum memiliki literasi finansial yang mumpuni.
Misalnya, kemampuan untuk melakukan pencatatan soal pengeluaran dan pemasukan dari bisnis mereka. "Ini menjadi satu hal yang bermasalah dalam upaya mengadopsi teknologi," ucapnya.
Sementara itu faktor yang jarang dibahas adalah aspek kualitas gadget yang dimiliki oleh para pelaku UMKM. Ia mengungkapkan, sebetulnya, banyak pelaku UMKM yang berminat mengadopsi teknologi untuk melakukan kegiatan bisnis, seperti memanfaatkan media sosial dan platform e-commerce. Namun, keinginan tersebut terpaksa tak bisa direalisasikan karena gadget yang dimiliki belum mumpuni.
"Terutama yang ultra mikro, mereka pakai handphone jadul yang belum bisa mengakses Internet," tuturnya.
Kendala waktu juga menjadi penghambat pelaku UMKM mengadopsi teknologi digital. Zahra menjelaskan, pelaku UMKM dihadapkan dengan pilihan yang sulit ketika harus memilih antara meluangkan waktunya berbisnis atau berdagang untuk belajar teknologi.
Terlebih, banyak pelaku UMKM tradisional yang sudah tidak berusia muda lagi dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar hal yang baru. Terbatasnya infrastruktur jaringan atau Internet juga pun menjadi kendala bagi pelaku usaha UMKM. Terutama, bagi mitra binaan yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang bukan kota besar. Menurut Zahra, meski banyak kementerian atau lembaga yang memiliki program-program untuk pelaku UMKM, persebarannya masih tidak merata.
Berdasarkan hasil survei UKM Center FEB UI, banyak mitra UMKM binaan yang kekurangan informasi mengenai pengembangan usaha mikro, khususnya yang berbasis digital. Sementara itu bagi pelaku UMKM di kota besar yang telah mengetahui berbagai program pemerintah, mereka kewalahan dengan banyaknya informasi yang datang
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki tengah mendorong pelaku UMKM untuk terus mengadopsi teknologi digital. Bahkan, ia tak ingin UMKM hanya masuk ke ekosistem digital, tetapi juga digitalisasi dalam seluruh proses bisnis sektor tersebut.
Menurut dia, adaptasi dalam proses transformasi digital menjadi kunci UMKM memiliki resiliensi. Apalagi selama pandemi Covid-19, UMKM yang sudah terhubung ke ekosistem digital tercatat memiliki daya tahan lebih tinggi dan mengalami perkembangan bisnis.
“Potensi ekonomi digital kita terus tumbuh. Tahun ini, nilainya sekitar Rp 632 triliun, tapi diprediksi pada tahun 2030 akan terus tumbuh mencapai sekitar Rp 4.531 triliun atau delapan kali lipat hanya dalam waktu 10 tahun,” ucap dia.
Menyitir data McKinsey 2021, transaksi UMKM di loka pasar meningkat 26 persen dengan 3,1 juta transaksi per hari yang disertai kenaikan 35 persen di sektor pengiriman barang. Selain itu, pandemi menghasilkan 21 juta konsumen digital baru yang memperlihatkan adanya migrasi dari konsumen offline ke digital.
Teten pun mengklaim digitalisasi sudah sampai ke daerah lantaran 72 persen dari 21 juta konsumen digital baru bukan berasal dari metropolitan. Ia menilai bonus demografi yang didominasi anak muda sebesar 64,69 persen dari 270 penduduk juga berpeluang mendorong percepatan UMKM terdigitalisasi.
“Kami terus mendukung pengembangan wirausaha muda untuk percepatan digital. Selain kita dorong dengan masuk ke platform e-commerce, tapi juga social commerce, games commerce, bahkan ada TV commerce," kata dia.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.