Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Nasi Kapau Khas Sumatera Barat, Rasa Sedap Porsi Lengkap  

Jika hendak mencicipi nasi kapau, kita bisa berkunjung ke Los Lambuang di Kota Bukittinggi.

10 November 2015 | 10.56 WIB

Nasi Kapau. TEMPO/Febrianti
Perbesar
Nasi Kapau. TEMPO/Febrianti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Nasi kapau adalah makanan yang berasal dari Nagari Kapau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Hidangan itu terdiri dari nasi, sambal, dan lauk-pauk yang khas, yaitu gulai cubadak (nangka), gulai cangcang (tulang dan daging sapi), gulai babek (bagian perut sapi), dan gulai tunjang (kulit, urat daging sapi).

Lauk lainnya adalah dendeng balado, dendeng lado hijau, randang, gulai ikan, goreng belut, goreng ayam, serta lainnya.

Yang paling utama adalah gulai tambunsu, yaitu campuran telur dan tahu yang dimasukkan ke dalam usus sapi sehingga menghasilkan rasa gurih.

Jika hendak mencicipi nasi kapau, kita bisa berkunjung ke Los Lambuang di Kota Bukittinggi yang persis berada di tengah-tengah Pasar Lereng dan Pasar Putih.

Los Lambuang, tempat para pedagang nasi kapau, ada sejak tahun 1988. Sebelumnya tempat ini merupakan los daging juga sempat menjadi los maco.

Sejak pagi pedagang nasi kapau telah siap dengan aneka ragam lauk yang disajikan di atas meja panjang bertingkat. Mereka siap melayani setiap orang yang hendak menyantap nasi yang disajikan melanjung dengan berbagai macam sambal.

Uniknya, pedagang menggunakan sendok bertangkai kayu panjang dengan ujung tempurung untuk mengambil sambal yang telah ditata di atas piring pelanggan yang ingin makan.

"Masuak lah ni, masuak lah ni" yang artinya "Silakan masuk uni (kakak perempuan)”, menjadi sapaan khas pedagang yang sebagian besar perempuan itu, mengajak calon pembeli mencicipi hidangannya."



Saat ini terdapat delapan kedai nasi kapau di Los Lambung yang masing-masing hanya dibatasi dinding bambu bercat biru setinggi pinggang orang dewasa, serta kain putih dengan tali rafia sebagai penutup bagian atasnya.

Di tiap kedai terdapat papan nama masing-masing kedai mulai Hj Ana, Hj Mes, Uni Lis, Ni Lis, Hj Sam, Linda, Uni I, dan Ni Nita yang menyajikan berbagai macam sambal.

Semuanya terlihat sama namun mempunyai cita rasa tersendiri karena diolah secara pribadi.

Tia, 35, salah seorang penjual nasi kapau mengatakan, tidak ada persaingan antarpedagang karena makanan yang dijual sama, harga satu dan lainnya tidak jauh berbeda, hanya saja cita rasa masing-masing mempunyai ciri khas.

"Kami sama-sama berjualan nasi kapau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap orang juga sudah ada rezekinya masing-masing, jadi tidak perlu merasa bersaing," katanya.

Penjual yang telah berdagang sekitar satu tahun lebih di Los Lambuang ini mengaku pendapatannya tidak menentu. Penjualannya kadang sepi dan kadang ramai.

"Pengunjung biasanya ramai saat Hari Raya dan hari libur termasuk Minggu, untuk hari lainnya tidak menentu bahkan sangat sepi," ujar dia.

Sementara itu, penjual nasi kapau lainnya, Lis, 47, mengatakan, terdapat 12 macam lauk yang disajikan kedainya setiap hari di antaranya ikan gulai, ikan batalua, tambunsu, rendang ayam, tunjang, usus, dendeng, baluik, ayam gulai, ayam balado, dan ayam bumbu.

Keunikan nasi kapau dibandingkan nasi lainnya ialah karena banyaknya lauk yang disajikan di piring.

Walaupun pelanggan minta makan dengan ayam gulai, nanti akan diberi dendeng sedikit, bumbu rendang, ayam bumbu, dan beragam sayur sehingga satu piring makan bisa penuh dan melanjung.

Lis mengungkapkan kata kapau sebenarnya berasal dari nama salah satu daerah di Kabupaten Agam yang terkenal dengan penyajian sayur yang bercampur-campur.



"Kalau rumah makan biasanya memberikan satu macam sayur yang direbus, sedangkan nasi kapau diberi bermacam sayur mulai dari pucuk ubi rebus, lobak yang digulai dengan nangka, rebung, dan sebagainya," jelasnya.

Pemilik kedai yang telah berjualan turun-temurun ini menjual nasi kapau seharga Rp 25 ribu per porsi jika makan di tempat, dan Rp 27 ribu jika dibungkus.

Perbedaan harga ini terjadi di setiap penjual nasi kapau dengan perbedaan Rp 1.000 hingga Rp 2 ribu antara makan di tempat dan bungkus karena porsi nasi yang dibungkus lebih banyak.

Jika pengunjung sedang ramai, ia bisa menjual nasi kapau hingga 30 kilogram beras per hari dengan omzet bisa mencapai Rp 10 juta.

Selain berjualan nasi kapau, beberapa pedagang di Los Lambuang juga menjual jenis makanan lainnya, seperti katupek kapau, katupek pical, soto, dan cindua langkok yang berisi lopis, cendol, dan emping.

Salah seorang penikmat nasi kapau, Amsuis, 49, mengaku selalu menikmati nasi kapau setiap berkunjung ke Kota Bukittinggi karena makanan tersebut mengandung lebih banyak protein dan tersedia aneka lauk yang bisa dipilih sesuai selera.

"Nasi kapau itu berbeda dengan nasi yang biasa dikonsumsi karena rasanya lebih gurih dan sesuai selera. Untuk nasi kapau menu favorit di Los Lambuang biasanya tambunsu dan tunjang, namun saya lebih suka dendengnya karena renyah," kata dia.

Pelanggan lainnya Suti, 39, tidak jauh berbeda karena selalu menyempatkan diri khusus untuk menikmati nasi kapau di Los Lambuang saat berkunjung ke kota wisata tersebut.


 


ANTARA


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anisa Luciana

Anisa Luciana

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus