Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Aktivis Mahasiswa Thailand Parit Chirawak Deklarasi Kemenangan Rakyat

Aktivis Thailand Parit Chirawak mengajak masyarakat melakukan demonstrasi lebih besar untuk meminta pengunduran diri PM Prayuth Chan-o-cha.

21 September 2020 | 09.33 WIB

Aktivis mahasiswa Parit "Penguin" Chirawak ditangkap polisi dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Keamanan Negara pada Agustus 2020. Reuters
Perbesar
Aktivis mahasiswa Parit "Penguin" Chirawak ditangkap polisi dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Keamanan Negara pada Agustus 2020. Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin demonstrasi Thailand, Parit “Penguin” Chirawak menyatakan kemenangan dalam unjuk rasa yang diikuti ribuan masyarakat dan mahasiswa di Ibu Kota Bangkok pada Ahad, 20 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Dia mengatakan kepada massa untuk ikut menggelar demonstrasi pada Kamis di depan gedung parlemen,” begitu dilansir Reuters pada Ahad, 20 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penguin, begitu nama julukannya, juga meminta masyarakat untuk tidak bekerja pada 14 Oktober atau tinggal di rumah.

Dia adalah salah satu pemimpin dari United Front of Thammasat and Demonstration. Bersama para aktivis lainnya, dia menggalang aksi demonstrasi selama dua hari di Lapangan Sanam Luang, yang terletak di seberang Istana Kerajaan Thailand.

Penguin menyampaikan desakan publik agar Perdana Menteri, Prayut Chan-o-cha, dan kabinetnya mengundurkan diri. Dia juga meminta pejabat Komisi Pemilihan Umum, dan Mahkamah Konstitusi untuk mundur.

Grup ini juga menuntut perubahan Konstitusi, yang dianggap menguntungkan militer. Para demonstran juga meminta reformasi monarki dan pengurangan kekuasaan raja, yang dianggap dominan.

Penguin meyakini Jenderal Prayut terisolasi secara politik dan pemerintah tidak akan bertahan lama hingga bulan depan. Soal desakan mahasiswa ini, Prayuth pernah mengatakan siap berdialog dan menyelesaikan perbedaan pandangan.

“Jika Prayut menolak berhenti, maka akan lebih banyak masyarakat bergabung dalam protes ini,” begitu dilansir Bangkok Post, yang memprediksi sekitar 40-50 ribu demonstran hadir di lokasi mendesak pemerintah mundur.

Penguin adalah mahasiswa di Thammasat University dan sempat ditangkap petugas pada Agustus saat menuju lokasi demonstrasi.

Setelah dibebaskan pada bulan yang sama, Penguin menyatakan akan terus berdemonstrasi melawan pemerintah dan mendesak reformasi kerajaan.

Polisi menangkapnya atas tuduhan melakukan penghasutan kepada massa melawan pemerintah dan kerajaan.

Selain menangkap polisi, Human Rights Watch mengatakan polisi juga memiliki daftar 31 aktivis dan tokoh yang akan ditangkap dengan tuduhan serupa.

“Setiap penangkapan baru terhadap aktivis pro-demokrasi damai menunjukkan pemerintahan otoriter Thailand bertendensi dan tidak menghormati Hak Asasi Manusia,” kata Brad Adams seperti dilansir situs HRW pada 15 Agustus 2020.

Selain Penguin, situs HRW menyebut polisi Thailand juga mengincar sejumlah aktivis mahasiswa lainnya yang tergabung dalam Gerakan Muda Bebas atau Free Youth Movement. Mereka adalah

Arnon Nampha dan Panupong Jadnok, yang juga terkena tuduhan sama. Para aktivis ini terlibat dalam demonstrasi besar mahasiswa “Free Youth” pada 18 Juli 2020 di Ibu Kota Bangkok.

Tuduhan penghasutan publik, yang digunakan polisi, memiliki konsekuensi hukum hukuman penjara maksimal tujuh tahun.

Para aktivis Free Youth Movement kerap menggelar protes damai di depan Monumen Demokrasi di Bangkok sejak terjadinya kudeta militer pada pertengahan 2014. Para aktivis ini mendesak pembubaran parlemen, pembentukan Konstitusi baru dan berakhirnya tindakan gangguan aparat terhadap warga yang menggunakan hak kebebasan berbicara.

Demonstrasi ini telah terjadi di 55 provinsi di Thailand sambil memperluas desakan menjad reformasi monarki dan mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Tokoh demonstrasi Thailand lainnya adalah Arnon Nampa, 36 tahun, yang berprofesi sebagai pengacara HAM.

Dia menggelar protes bertema “Harry Potter vs He Who Must Not Be Named” di Bangkok pada 3 Agustus 2020.

Demonstrasi ini membawa berbagai foto dengan salah satunya adalah tokoh jahat Lord Voldemort. Foto itu sebagai rujukan kepada  raja Thailand, yang fotonya memenuhi berbagai tempat publik. “Kita perlu mendiskusikan secara serius peran monarki dalam politik Thailand,” kata Nampa seperti dilansir Time pada 18 September 2020.

  

 

Sumber:

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus