Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump mengejutkan banyak pihak dengan tawaran membeli Greenland dari Denmark. Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menyebut ide itu absurd.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Donald Trump membalas Mette dengan sebutan menjijikan setelah penolakan. Dia juga membatalkan lawatan ke Denmark yang rencananya dilakukan pada 2-3 September. Ada sejumlah alasan kenapa Donald Trump tertarik dengan Greenland, dan ulasan lain tentang hambatan membeli Greenland seperti yang diulas Reuters, 22 Agustus 2019.
Strategis dan kaya sumber daya alam
Greenland secara strategis sangat penting bagi militer AS dan sistem peringatan rudal balistiknya karena Greenland adalah perantara antara dataran Eropa dengan Amerika. Amerika Serikat telah memiliki pangkalan udara di Thule Greenland di bawah pakta dengan Denmark pada 1951.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepulauan Greenland, yang memiliki ibu kota Nuuk, lebih dekat dari New York dibanding ibu kota Denmark Copenhagen. Tanah ini memiliki kandungan mineral, minyak, dan gas alam yang limpah, namun pertumbuhan ekonomi Greenland saat ini sedang melambat dan mengandalkan subsidi tahunan dari Denmark.
"Ini sangat merugikan Denmark karena mereka kehilangan hampir US$ 700 juta (Rp 1 triliun) per tahun, jadi mereka mengurus(Greenland) dengan kerugian besar," kata Trump.
Greenland tidak memiliki infrastruktur dasar untuk 56.000 populasinya yang kecil. Tidak ada jalan antara 17 kota di negara itu dan hanya ada satu bandara internasional komersial, yang memaksa orang bepergian melalui laut atau udara.
Investor dari Amerika Serikat dan Kanada telah mengawasi tanda-tanda Greenland akan mendapatkan program penambangan yang lesu kembali ke jalurnya untuk mengeksploitasi sumber daya mineral yang luas, termasuk uranium dan tanah jarang.
Namun karena kemerosotan harga komoditas dan banyak birokrasi, Greenland yang memiliki tiga kali ukuran negara bagian AS di Texas, hanya memiliki satu tambang kecil yang beroperasi.
Greenland juga memiliki sekitar 50 miliar barel cadangan minyak dan gas lepas pantai, yang belum dieksploitasi.
Hambatan hukum pembelian Greenland
Greenland, dulunya adalah koloni kerajaan Denmark, secara resmi menjadi wilayah kerajaan Denmark pada tahun 1953 dan diberikan otonomi pemerintahan sendiri yang luas, tidak termasuk hanya urusan luar negeri dan pertahanan, di bawah undang-undang disahkan sepuluh tahun lalu.
Setiap penjualan akan membutuhkan perubahan status hukum Greenland melalui amandemen konstitusi Denmark. Sejak 2009 Greenland memegang hak untuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Denmark. Jika Greenland melakukannya, ia dapat memilih untuk lebih dekat dengan Amerika Serikat.
Tetapi beberapa orang Greenland melihat kemerdekaan sebagai hal yang mesti dipertimbangkan mengingat ketergantungan ekonomi mereka pada Denmark, bagian dari Uni Eropa yang makmur.
"Satu-satunya cara Trump dapat membeli Greenland adalah dengan memberi mereka tawaran yang tidak bisa mereka tolak," kata profesor Universitas Aalborg Ulrik Pram Gad, mantan pejabat pemerintah Greenland.
Perdana menteri Greenland, Kim Kielsen, menyatakan pada hari Senin bahwa Greenland tidak untuk dijual dan bagi mereka yang tertarik berbisnis dengan Greenland harus menghormati otonominya.
Ketika Greenland masih menjadi koloni dan terjebak di antara Perang Dingin dengan Uni Soviet meningkat, Amerika Serikat di bawah Presiden Harry Truman berusaha membeli pulau itu sebagai aset strategis, tetapi Copenhagen menolak untuk menjual.
Kenapa Trump tertarik pada Greenland sekarang?
Greenland terletak di wilayah Arktik dan persimpangan geopolitik dari persaingan baru antara kekuatan dunia: Cina, Rusia dan Amerika Serikat.
Rusia telah meningkatkan pengaruhnya di Kutub Utara, membuat atau membuka kembali enam pangkalan militer yang ditutup setelah Perang Dingin berakhir pada tahun 1990, memodernisasi Armada Utaranya, termasuk 21 kapal baru dan dua kapal selam nuklir, dan mengadakan latihan angkatan laut yang sering dilakukan di Kutub Utara.
Rusia juga berharap bahwa ketika es di kutub mundur, jalur pelayaran utara Rusia akan berkembang sebagai rute alternatif untuk barang-barang dari Asia ke Eropa.
Pemerintahan Trump tahun lalu mulai membangun kembali Armada Kedua AS, yang bertanggung jawab atas Atlantik utara, untuk melawan Rusia yang lebih tegas.
AS menginginkan kehadiran militer yang lebih besar di Greenland untuk lebih mempertahankan Pangkalan Udara Thule dan meningkatkan pengawasan perairan antara pulau dan benua Eropa.
Markas militer Thule mengoperasikan sistem peringatan rudal serta pengawasan ruang dan satelit.
Militer AS menempatkan personel di sekitar 50 pangkalan di Greenland selama Perang Dingin, tetapi negosiasi ulang kehadiran mereka dengan Denmark pada tahun 2004 menjadikannya hanya untuk Pangkalan Udara Thule saja. Beberapa ratus personel AS ditempatkan di Thule, dibandingkan dengan hampir 10.000 selama Perang Dingin.
Pada bulan September tahun lalu, Departemen Pertahanan AS mengatakan ingin berinvestasi di Greenland untuk meningkatkan fleksibilitas operasional militer dan kesadaran situasional.
Ancaman pengaruh Cina
Cina juga telah menunjukkan minat terhadap Greenland setelah Beijing menetapkan ambisinya untuk membentuk "Jalur Sutra Kutub" dengan mengembangkan jalur pelayaran yang dibuka oleh pemanasan global dan mendorong perusahaan untuk membangun infrastruktur di Kutub Utara.
Greenland, yang berencana untuk membuka kantor perwakilan di Beijing akhir tahun ini untuk meningkatkan hubungan perdagangan, telah mendorong investor dan perusahaan konstruksi Cina untuk membantu memperluas tiga bandara untuk memungkinkan penerbangan langsung dari Eropa dan Amerika Utara.
Namun setelah pejabat AS dan Denmark menyuarakan keprihatinan tentang keterlibatan Cina dalam proyek-proyek berskala besar dengan alasan keamanan, pemerintah Copenhagen tahun lalu turun tangan untuk membiayai bandara Greenland, yang secara efektif mengesampingkan keterlibatan Cina.