Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Fashion Show Satire bagi Monarki Thailand

Para pedemo mendesak Jerman menyelidiki apakah Raja Vajiralongkorn menjalankan kekuasaan politik selama tinggal di Bavaria.

31 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Aksi ini merupakan sindiran terhadap bisnis mode sang putri.

  • Putri Sirivannavari adalah perancang busana serta memiliki beberapa toko di mal dan pusat belanja di Bangkok yang menjual barang-barang mewahnya.

  • Para pedemo mendesak Jerman menyelidiki apakah Raja Vajiralongkorn menjalankan kekuasaan politik selama tinggal di Bavaria.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANGKOK – Para pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul di kawasan bisnis di Ibu Kota Bangkok. Mereka mengkritik dan menentang merek fashion milik Sirivannavari Nariratana, putri Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti dilansir Channel News Asia, kemarin, para pedemo menyulap jalanan di sekitar kawasan bisnis tersebut dengan karpet merah. Mereka membentangkan kain di sepanjang ruas jalan, yang kemudian dibuat menyerupai catwalk.

Aksi protes bertema “People’s Runway” itu berlangsung di Jalan Silom, dimulai dari Kuil Sri Maha Mariamman. Aksi ini merupakan sindiran terhadap bisnis mode sang putri. Merek fashion sang putri, “Sirivannavari”, dijadwalkan bakal dipamerkan sebagai koleksi musim gugur/musim dingin 2020-2021. Fashion show itu berlangsung dalam acara French Flair Runway, di Mandarin Oriental di Bangkok bersamaan dengan waktu aksi demo sekitar pukul 20.00. Putri Sirivannavari adalah perancang busana serta memiliki beberapa toko di mal dan pusat belanja di Bangkok yang menjual barang-barang mewahnya.

ABC melaporkan, para pedemo berkerumun dan berkumpul setelah jam kerja. Mereka mengambil sebagian badan jalan, memajang beberapa karya seni dan poster. Para pedemo terlihat serius tapi menyindir dengan mendengarkan sebagian besar pidato dadakan.

Menjelang aksi demo, para pedemo mengutip laporan media lokal yang merinci rancangan undang-undang anggaran nasional Thailand pada 2020. Dalam laporan itu ada alokasi senilai 29 miliar baht (sekitar Rp 13,7 triliun) yang disisihkan untuk monarki. “Dana tersebut termasuk anggaran 13 juta baht (sekitar Rp 6,1 miliar) Departemen Promosi Perdagangan Internasional untuk memamerkan produk merek Sirivannavari di luar negeri,” demikian laporan Channel News Asia.

Aksi protes yang berlangsung pada Kamis lalu tersebut merupakan bagian dari aksi demo pro-demokrasi di Thailand. Aksi demo berlangsung secara parsial dalam tiga bulan, tapi meluas sejak tiga pekan terakhir. Para pedemo menuntut Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha mundur sekaligus mendesak reformasi konstitusi terhadap kekuasaan monarki.

Membicarakan atau menentang monarki dianggap sebagai hal tabu di Thailand. Keluarga monarki dilindungi hukum lese majeste. Aturan ini bisa menghukum siapa pun yang dianggap menghina Raja dan keluarganya dengan ancaman hukuman penjara 3-15 tahun.

Pada Senin lalu, para pengunjuk rasa berdemo ke Kedutaan Jerman di Bangkok untuk mengirim surat kepada pemerintah Jerman. Mereka mendesak Jerman menyelidiki apakah Raja Maha Vajiralongkorn telah menjalankan kekuasaan politik selama tinggal di Bavaria, Jerman. Maha Vajiralongkorn diketahui lebih sering berada di Jerman ketimbang di Thailand.

Para pengunjuk rasa juga menuntut klarifikasi dari Jerman tentang apakah Raja diharuskan membayar pajak warisan sebagaimana diatur oleh hukum Jerman setelah mewarisi kekayaan dari ayahnya, mendiang Raja Bhumibol Adulyadej. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintahnya mengikuti perkembangan di Thailand dan mengetahui aksi demonstrasi tersebut.

Adapun Jenderal Prayut berkukuh menolak mundur. “Mari kita hormati hukum dan demokrasi parlementer, serta biarkan pandangan kita disampaikan melalui perwakilan kita di parlemen,” katanya.

Aksi demo pro-demokrasi mendapat demo tandingan dari kelompok royalis Thailand. Para royalis ini menilai aksi demo tidak boleh menyentuh monarki. Setelah serangan baru-baru ini terhadap pengunjuk rasa mahasiswa oleh beberapa peserta rapat umum royalis di Bangkok, ada kekhawatiran lebih banyak kekerasan dapat terjadi.

Chonticha “Lukkate” Changrew, seorang pemimpin protes, mengatakan sudah waktunya untuk bertanya kepada pemerintah bagaimana aksi damai mahasiswa akan dilindungi oleh negara. “Bagaimana mereka akan mengontrol dan menghentikan orang-orang yang mencoba memprovokasi, menggunakan kekerasan melawan kami?”

Raja Vajiralongkorn dalam sepekan terakhir tampil ke publik, yang bukan hal biasa. Dia berjalan bersama Ratu Suthida dan anggota keluarga lainnya untuk menyambut royalis monarki setia yang berkumpul untuk melihatnya.

CHANNEL NEWS ASIA | ABCNEWS | REUTERS


Memboikot Wisuda

SEJUMLAH siswa memboikot acara wisuda yang dipimpin Raja Maha Vajiralongkorn. Boikot itu sebagai dukungan terhadap pendemo pro-demokrasi, tapi sebagai kemarahan pada monarki pada saat seruan mereformasi kekuasaan raja meningkat.

Suppanat Kingkaew, 23 tahun, mengatakan memboikot wisuda yang digelar kemarin dan Sabtu ini di Universitas Thammasat. Kampus tersebut telah lama dianggap sebagai sarang radikalisme dan tempat pembantaian pengunjuk rasa pro-demokrasi oleh pasukan negara pro-royalis pada 1976. “Apa pun akan dilakukan agar aula wisuda ditinggalkan dengan jumlah orang yang paling sedikit,” kata Suppanat kepada Reuters. “Ini untuk mengirimkan pesan tidak langsung bahwa sebagian dari kita tidak senang pada monarki dan kita menginginkan perubahan.”

Upacara wisuda kampus di Thailand biasanya dihadiri Raja dengan membagikan gelar. Momen wisuda merupakan peristiwa penting dengan banyaknya foto yang dipajang di rumah-rumah di Thailand. Dalam tiga bulan terakhir, aksi demo berlangsung secara parsial dan meningkat serta meluas sejak tiga pekan terakhir. Para pedemo menuntut Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha mundur sekaligus mendesak reformasi konstitusi terhadap kekuasaan monarki.

Belum ada komentar dari kalangan universitas ihwal aksi boikot itu. Kalangan Istana juga tidak berkomentar. Tidak diketahui secara jelas berapa banyak siswa Thammasat yang akan ikut memboikot wisuda tersebut.

Beberapa siswa yang berencana memboikot wisuda tersebut mengatakan tekanan dari keluarganya melebihi tekanan politik. “Ibu saya meminta saya untuk datang,” kata siswa berusia 24 tahun yang menyebut namanya hanya sebagai Japan itu. “Sejujurnya, saya tidak benar-benar ingin bergabung (dalam acara wisuda).” Namun Papangkorn Asavapanichakul, 24 tahun, punya sikap berbeda. Dia menegaskan tetap akan hadir dalam wisuda. “Saya ingin hadir dan berfoto dalam acara itu. Ini sekali seumur hidup,” katanya.

REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA | SUKMA LOPPIES

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus