Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ribuan orang memadati bandara Kabul dalam upaya untuk melarikan diri dari serangan Taliban pada 15 Agustus, pilot Kam Air Jovica Rajhl dan rekannya harus menyiasati untuk mencapai pesawat mereka dan lepas landas dari bandara Kabul dengan selamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rajhl, 54 tahun, seorang pilot Makedonia Utara, mengatakan bahwa menjelang jatuhnya Kabul, maskapainya, Kam Air, maskapai penerbangan swasta terbesar Afghanistan, memiliki rencana darurat untuk memindahkan tiga Boeing 737 dan tiga Airbus 340 ke ibu kota Ukraina, Kyiv.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tapi kemajuan Taliban terlalu cepat.
"Banyak orang Afghanistan di perusahaan itu membahas...rencana B dan C dalam kasus kedatangan Taliban...ada ketakutan besar di antara orang Afghanistan," kata Rajhl kepada Reuters pada hari Jumat di Skopje, tempat dia tinggal, dikutip 21 Agustus 2021.
Rajhl mengatakan bahwa dia dan rekannya diberitahu untuk mempersiapkan penerbangan ke Kyiv pada Ahad, 15 Agustus, tak lama setelah mereka mendengar berita Taliban telah mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Kabul.
"Bandara benar-benar terbuka...semua petugas keamanan pergi," katanya.
Ribuan warga Afghanistan berharap untuk naik pesawat ke luar negeri berbondong-bondong ke bandara Kabul. Ibu kota telah dipenuhi oleh orang-orang dari provinsi lain yang melarikan diri dari Taliban.
Boeing 737 Rajhl diparkir jauh dari platform boarding utama, di mana kerumunan orang naik dan jatuh dari tangga, katanya.
Tiga pesawat Kam Air sudah dihadang massa.
"Keberuntungan terbesar kami adalah tidak ada yang memperhatikan kami. Salah satu dari kami tidak berseragam tapi berpakaian sipil," katanya.
Kerumunan orang terlihat di sepanjang landasan pacu di bandara Kabul di Afghanistan, 16 Agustus 2021. Ribuan orang Afghanistan masih menunggu dievakuasi dari bandara ini. SATELLITE IMAGE 2021 MAXAR TECHNOLOGIES/Handout via REUTERS
Penumpang dari penerbangan mereka disuruh naik dengan cepat dan saat malam tiba, Rajhl dan krunya memutuskan untuk menyalakan mesin dan melakukan prosedur lepas landas dalam kegelapan total untuk menghindari menarik perhatian orang banyak.
"Bagus bahwa orang-orang ada di sisi lain (landasan pacu), dan saya minta maaf tentang kondisi mereka, hanya bisa mendengar suara tetapi tidak melihat apa pun yang bergerak dengan lampu menyala," kata Rajhl.
Sesaat sebelum lepas landas, kru telah diperingatkan melalui radio bahwa mereka hanya memiliki waktu 10 menit untuk berangkat, setelah itu keamanan mereka tidak akan dijamin di darat dan di udara.
Pesawat Rajhl akhirnya lepas landas dari bandara Kabul pada pukul 20:32 waktu setempat dan, setelah mengisi bahan bakar di Tbilisi, Georgia, berhasil mencapai Kyiv.
REUTERS